Kamis, 06 Februari 2020

HATI-HATI DENGAN PRASANGKA KITA


*Oleh  : Abu Afra*

Dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta ditampilkan bagaimana masa tua para waria.  Mereka ditolak oleh keluarga besar mereka sendiri bahkan oleh masyarakat.  Akhirnya mereka berkumpul di sebuah rumah singgah yang sengaja dibuat untuk menampung dan memberdayakan para waria yang sudah udzur.

Dalam kutipan wawancara di stasiun televisi mereka bercerita tentang masa muda mereka yang banyak dihabiskan dengan kegiatan asusila.  Menjajakan diri dan lain sebagainya untuk sekedar bertahan hidup.

Ada yang terusir dari keluarga, ada pula yang memang lahir dari keluarga yang buruk dalam pola asuhan serta broken home.  Mereka merasa tidak nyaman tinggal di keluarganya sendiri lalu kemudian memilih jalan hidup sebagai waria.  Walaupun dengan alasan klasik, merasa itulah jati diri mereka sebenarnya.   Jiwa wanita yang terperangkap dalam tubuh seorang pria kata mereka.  Namun hakikat sebenarnya adalah penyimpangan terhadap fitrah kemanusiaan.

Ternyata masa tua mereka sungguh sangat mengenaskan.  Terbuang dan ditolak semua kalangan.  Namun ada satu hal yang menarik dari ungkapan para waria itu.  Mereka masih percaya dan yakin Allah itu maha baik dan mengampuni kesalahan-kesalahan mereka.  Sangka baik terhadap Rab-nya masih ada tersisa.

Prasangka yang baik ini walaupun terlihat sepele sejatinya sangatlah penting nilainya.  Banyak diantara kita yang sehari-hari di lingkungan yang baik namun masih saja dipenuhi oleh prasangka-prasangka buruk terhadap Allah SWT.  Bahkan tidak jarang prasangka buruk juga terhadap saudara muslim yang lain.

Padahal Islam sangat melarang adanya prasangka-prasangka negatif kepada Allah maupun kepada hamba Allah.  Ada banyak sekali ayat dan hadits Nabi yang menjelaskan soal ini.

Allah Ta’ala berfirman misalnya pada ayat berikut ,

*يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا*

_“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” [Al-Hujurat : 12]_

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

*إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا*

_“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”  (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563)_


*Sufyan bin Husain pernah bercerita terkait masalah prasangka ini, kata beliau :*

_“Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu.” (Kitab Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir (XIII/121)_

Prasangka biasanya muncul pada saat kita kekurangan informasi mengenai sesuatu atau seseorang. Maka di dalam Islam kita diarahkan untuk memastikan segala hal dengan pengetahuan yang cukup.  Dan tidak perlu mencari-cari informasi tentang sesuatu yang memang terlalu penting bagi kita.

Karena berawal dari 'kepo' berlebihan terhadap perkara yang tidak penting inilah segala prasangka bermula.  Asumsi, spekulasi dan akhirnya mengorek-ngorek yang sifatnya privasi.

Dikatakan Nabi bahwa prangka buruk itu sedusta-dusta perkataan.  Ini menunjukkan larangan yang sangat tegas bagi kita.  Maka, menjaga diri agar tidak sampai memiliki prasangka negatif adalah kewajiban bagi kita.

Islam juga mengajarkan agar selalu tersenyum dan megucapkan salam ketika bertemu.  Ini tentu memiliki pesan penting agar tidak muncul prasangaka macam-macam pada saudara kita.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari jalur Ubaidullah bin Amru Rasulullah SAW pernah bersabda ketika Beliau SAW tengah berthawaf di sekitaran Ka'bah,

_"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya.  Sungguh menjaga kehormatan seorang mukmin itu lebih agung di sisi Allah daripada menjaga kehormatanmu (Ka'bah).  Hartanya, dan darahnya tidak boleh diprasangkai apapun terhadapnya kecuali dengan prasangka kebaikan._

Semoga Allah selamatkan kita dari prasangka buruk terhadap Allah maupun terhadap hamba Allah.  Karena diantara pesan guru-guru kami, sebagaian dari penyebab su'ul khatimah itu adalah sangka buruk terhadap sesama muslim.

Bayangkan terhadap hamba Allah saja kita dilarang berprasangka buruk, apalagi terhadap Allah SWT yang Maha Baik.  Ketika kita memiliki prasangka buruk terhadap Allah sesungguhnya saat itu kita lupa atau tidak sadar akan sifat-sifat Allah yang Maha Adil tidak mungkin dzholim terhadap hamba-Nya.

Terakhir, kami kutipkan sebuah hadits Qudsy sebagai pengingat bagi kita semuanya,
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu secara marfu’,

*قالَ اللهُ تعالى : عبدي أنا عندَ ظنِّكَ بي، و أنا معكَ إذا ذكرتَني*

_“Allah Ta’ala berfirman: wahai hamba-Ku, Aku sesuai persangkaanmu kepada-Ku, dan Aku bersamamu jika engkau ingat kepada-Ku” (HR. Al Hakim no. 1828)._

*Al Imam An Nawawi rahimahullahu ta'ala menjelaskan:*

*قَالَ الْقَاضِي قِيلَ مَعْنَاهُ بِالْغُفْرَانِ لَهُ إِذَا اسْتَغْفَرَ وَالْقَبُولِ إِذَا تَابَ وَالْإِجَابَةِ إِذَا دَعَا وَالْكِفَايَةِ إِذَا طَلَبَ الْكِفَايَةَ*

_“Al Qadhi mengatakan: maknanya Allah akan memberikan ampunan jika hamba beristighfar, dan Allah akan terima taubat jika hamba bertaubat, dan Allah akan kabulkan doa jika ia berdoa, dan Allah akan berikan kecukupan jika ia meminta kecukupan” (Syarh Shahih Muslim, 17/2)._

*Imam Ibnu Hajar Al Asqolani  rahimahullahu ta'ala menjelaskan :*

*أَيْ قَادِرٌ عَلَى أَنْ أَعْمَلَ بِهِ مَا ظَنَّ أَنِّي عَامِلٌ بِهِ*

_“Maksudnya Allah mampu untuk mewujudkan sesuai apa yang dipersangkakan oleh hamba tentang Allah” (Fathul Bari, 13/385)._

*Barakallahu fiikum*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...