Sabtu, 29 Februari 2020

HAUL KE-15 ABAH GURU SEKUMPUL DAN RAHASIA DI BALIK KEISTIQOMAHAN DAKWAH YANG MEMBUAT MANUSIA BERKUMPUL


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Sore menjelang maghrib kami berangkat dari rumah.  Dengan rasa mahabbah menuju haul ke-15 Abah Guru Sekumpul Martapura.  Rasanya ada yang membuncah di dalam dada.  Tergerak hadir demi memenuhi cinta pada Ulama kharismatik yang telah harum semerbak namanya.

Dalam perjalanan yang sejatinya tidak terlalu jauh ini sempat lah kami temui macet sebentar saja.  Tepatnya saat memasuki jalan Sungai Sipai arah Rumah Sakit Ratu Zaleha.

Tapi Alhamdulillah hanya sebentar saja.  Arahan para relawan sangat membantu kami memdapatkan rute yang nyaman dalam menuju tujuan.

Ini kali pertama saya menghadiri haulan bersama anak dan istri.  Ada kesan yang tidak biasa yang ingin saya ceritakan disini.  Harapannya semoga menambah keimanan dan inspirasi bagi saya yang menuliskannya atau anda yang sudi membacanya

Sampailah kami di tempat haulan kali ini.  Padatnya manusia memenuhi lokasi membuat kami tak henti ucapkan sholawat kepada Nabi.  Teringat taujih Al Habib Muhammad Al Aydarus, Pengasuh Majelis Taklim Nurun Nubuwwah terkait hal ini.

_"Lihatlah fenomena haulan Allahuyarham Abah Guru Sekumpul Martapura. Jutaan manusia hadir memadatinya.  Semua itu karena sikap takzhim dan mahabbah Beliau yang luar biasa kepada Rasulullah SAW dan Dzuriyyatnya serta ummatnya"._

Kami betul-betul menemukan kecintaan itu nyata dalam moment haulan ini.  Suasananya mirip seperti fenomena 212 yang pernah kami ikuti di Jakarta.  Ada ketulusan berbagi dan mengorbankan diri demi saudara.  Ini sungguh luar biasa.

Yang dekat menjadi relawan bagi saudaranya yang jauh.  Sementara yang jauh telah berkorban dana dan tenaga demi menghadirinya.  Apa sebenarnya motivasi mereka? CINTA!

Allah hadirkan kecintaan itu di dalam hati dan pikiran para muhibbinnya.  Semua terjadi begitu saja pada sosok mulia Abah Guru Tercinta.  Mungkin karena keikhlasan beliau dan kesungguhan serta keistiqomahan beliau dalam berkorban membimbing ummat.

Guru Muda Kulur juga pernah menyampaikan dalam salah satu majelisnya.  Bagaimana istiqomahnya Sang Guru dalam mengisi pengajiannya.  Walaupun dalam kondisi sakit yang luar biasa.  Setiap pekan harus cuci darah karena sakit gagal ginjal yang dideritanya.  Namun rasa sakit itu tidak menghalangi beliau untuk tetap bisa hadir dalam dakwahnya.

Lantas bagaimanakah dengan kita? kadang hanya karena sakit sedikit.  Atau ujian kecil bak batu kerikil sudah mencari-cari alasan untuk tidak hadir dalam kajian.

Seolah-olah kita ini begitu yakin akan selamat dari cecaran pertanyaan.  Sementara Allah dan para malaikatnya tahu betul tentang alasan sebenarnya yang kita sembunyikan.

Kadang hujan kecil sudah cukup dijadikan alasan untuk absen dalam kegiatan.  Jauhnya jarak yang tidak seberapa pun dipergunakan sebagai alasan.  Seolah itu udzur syar'i yang dijadikan pembenaran.

Lantas bagaimana mungkin keselamatan dan kemuliaan itu akan kita dapatkan.  Sementara untuk berkorban saja kita ogah-ogahan.  Kadang untuk dunia kita, badai petir pun tidak menghalangi langkah.

Derasnya hujan tetap ditembus demi mencari nafkah.  Alasannya ini kewajiban seorang ayah.  Sakit pun kadang dibela-belain masuk kerja asal masih bisa berkendara.  Benarkah lillahi ta'ala?

Dunia ini kadang menipu kita.  Untuk urusannya yang sementara kita rela mengorbankan apa saja yang kita bisa.  Tapi demi urusan dakwah, kenapa kita mudah sekali lemah?

Lihatlah ibrah dari guru mulia Abah Guru Sekumpul Martapura.  Kecintaan beliau pada Ummat Nabi Muhammad menjadikannya terus bersemangat membina dan membimbingnya dalam segala kondisinya.

Beliau sangat memahami betul bahwa murid itu adalah titipan Rasulullah kepadanya. Sebagaimana disampaikan  dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Ibnu Majah.

*عن ابي هارون العبدي قال : كنا ناءتي ابا سعيد الخدري رضي الله عنه فيقول : مرحبا بوصيۃ رسول الله صلی الله عليه وسلم, ان رسول الله صلی الله عليه وسلم قال لنا: ان الناس لكم تبع, وان رجالا ياءتونكم من اقطار الارض يتفقهون في الدين, فاذا اتوكم فا ستوصوا بهم خيرا.*

_"Dari Abu Harun Al Abdi radhiyallahu 'anhu berkata: Kami sering datang menemui Abu Sa'id Al Khudri radhuyallahu 'anhu, lalu beliau berkata: "Selamat datang dengan wasiat atau titipan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda bagi kami, " Sesungguhnya anak manusia akan datang mengikuti kamu.  Dan sesungguhnya orang banyak akan datang menemui kamu dari seluruh penjuru dunia.  Mereka datang untuk belajar ilmu agama daripada kamu.  Oleh karena itu, apabila mereka datang maka wasiatku pada kamu hendaklah kamu melayani mereka dengan baik"._

Syekh Ahmad Fahmi Zamzam Al Banjari ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa, para pelajar ilmu agama (santri, daris, siswa, mahasiswa, dsb) itu merupakan titipan atau amanah Rasulullah SAW di sisi seorang guru.

Mereka datang dari seluruh pelosok daerah untuk berserah diri di hadapan sang guru. Mereka siap menerima apa yang disampaikan sang guru bagaikan kertas putih yang siap untuk ditulisi apa saja.

Maka tanggungjawab seorang guru adalah mengisi dada mereka dengan ilmu yang benar, ilmu yang bermanfaat, ilmu yang diwariskan oleh Rasulullah SAW.

Maka jangan sampai seorang guru itu mengajarkan ilmu yang bertentangan dengan syariat Islam.  Jangan sampai juga seorang guru mengajar anak muridnya hanya karena kepentingan dunia atau keperluan pribadinya.

Disinilah ujiannya seorang guru, dia harus senantiasa ingat bahwa para murid yang diamanahkan padanya itu adalah titipan Rasulullah SAW kepadanya.

Maka tentu dia harus bersungguh-sungguh dalam membinanya.  Tidak absen jika masih bisa diupayakan kehadirannya.  Semua itu demi terbentuknya kepribadian binaanya agar menjadi manusia-manusia yang berkepribadian Islam yang sempurna.

Demi terwujudnya syakhsiyah Islamiyah pada setiap individu binaan.  Sehingga semakin banyaklah pelanjut estafet dakwah pejuang peradaban.

Dengan demikian, Insya Allah pertolongan Allah terhadap dakwah berupa kemenangan akan semakin dekat.  *ALLAHU AKBAR!*

*اللهم افتح لنا قلوبنا في طلب العلم, وارزقنا الاخلاص فيه والعمل به والنشر به حتی ياء تينا اليقين*

_Ya Allah! Bukalah hati-hati kami untuk dapat menerima ilmu, dan karuniakan kepada kami keikhlasan dalam mencari ilmu dan mengamalkannya serta menyebarluaskannya hingga akhir hayat kami._

Jumat, 28 Februari 2020

BARISAN ULAMA PEJUANG SIAP MENGAWAL PERUBAHAN


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Ketika kami share berita mengenai dukungan Ulama Aswaja Banua terhadap perjuangan penegakkan Khilafah, tiba-tiba saja ada netizen yang shock dan tidak terima.

_"Siapa ulamanya yang mendukung perjuangan kalian itu?"_ tanyanya.  Rasanya tidak perlulah kami sampaikan kepada anda siapa saja orangnya.  Tapi ketahuilah dukungan itu ada dan nyata.  Jika anda merasa tidak terima karena Anda juga Ulama.  Baiklah mari bersama-sama dalam ikatan ukhuwah yang nyata.

Bukan isapan jempol belaka apalagi sekedar kamuflase seperti yang dikatakan kelompok Anda.  Ulama yang mukhlis dan bersih dari debu-debu dunia itu masih ada.  Mereka terkenal di langit walaupun mungkin bagi Anda dan kelompok Anda mereka itu tidak masuk kriteria.

Ketahuilah standar Ulama itu bukan menurut hawa nafsu Anda.  Apalagi harus dari kelompok anda dan sesuai dengan pemikiran Anda.  Ulama adalah titel langit pemberian Sang Pencipta Allah SWT.

Asal kata ulama adalah bentuk jama’ dari ‘alim yang artinya ahli ilmu atau ilmuwan.

Gelar ini layak diberikan kepada siapa saja yang telah memenuhi kriteria sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah Swt di dalam firmannya.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ

```Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.```

Definisi ulama menurut para Mufassir Salaf, diantarannya, pertama, menurut Imam Mujahid berpendapat bahwa ulama adalah orang yang hanya takut kepada Allah SWT.

Imam Malik bin Anas pun menegaskan bahwa orang yang tidak takut kepada Allah bukanlah ulama.

Kedua, pendapat Imam Hasan Al Basri rahimahullahu ta'ala, beliau menyatakan bahwa ulama ialah orang yang takut kepada Allah dikarenakan perkara ghaib, suka terhadap sesuatu yang disukai Allah, dan menolak segala sesuatu yang dimurkai Allah.

Ketiga, pendapat Syekh Ali Ash-Shabuni bahwa ulama adalah orang yang rasa takutnya kepada sangat mendalam dikarenakan ma’rifatnya.

Keempat, menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta'ala.  Beliau menyebutkan ulama adalah yang benar-benar ma’rifatnya kepada Allah sehingga mereka takut kepadanya. Jika ma’rifatnya sudah mendalam, maka sempurnalah takut kepada Allah.

Kelima, Syekh Nawawi Al-Bantani yang berpendapat bahwa ulama adalah orang-orang yang menguasai hukum syara’ untuk menetapkan sah itikad maupun amal syari’at lainnya.

Syekh Wahbah Zuhaili berkata bahwa secara naluri ulama ialah orang-orang yang mampu menganalisa fenomena alam untuk mengubah hidup dunia dan akhirat serta takut ancaman Allah jika terjerumus ke dalam kenistaan.

Kelima definisi dari para Mufasir Salaf tersebut, bisa ditarik benang merah yakni ulama ialah orang yang takut kepada Allah SWT.

Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam *QS Al-Fathir ayat 28* di atas tadi.  Maka siapapun orangnya jika mereka memenuhi kriteria tersebut layak dan pantas disebut Ulama.

Menjadi Ulama tidak harus terkenal apalagi harus viral.  Yang terpenting adalah rasa khasyiahnya bagaimana kepada Allah.  Apakah mampu membuatnya tunduk pada syariat Allah atau justru sebaliknya.

Tidak layak dikatakan Ulama apabila sekedar banyak memiliki ilmu dan tsaqofah namun kosong dari ketaqwaan.  Insya Allah mereka yang telah berkumpul daam perjuangan Islam adalah para Ulama.

Mereka memiliki akar keilmuan yang bersambung dari guru ke guru.  Mereka juga memiliki komitmen yang kuat dalam meraih ketaqwaan yang paripurna.  Hal ini terbukti dengan beraninya mereka melawan arus zaman dengan bergabung bersama barisan para pejuang peradaban.

Insya Allah diantara mereka terdapat sosok penerus Ulama pejuang di masa silam.  Darah Ulama beneran yang kalian klaim harus dari trah biru juga masih ada di barisan ini.

Maka jangan ragu dengan barisan ulama pejuang.  Karena melalui merekalah jalan perubahan ummat Islam semakin terang benderang.

*Wallahu 'alam.*

Kamis, 27 Februari 2020

KENAPA KITA HARUS MEMILIH ISLAM?


*Oleh : Abu Afra*

_t.me/AbuAfraOfficial_
_https://ustadzfitrianto.blogspot.com_

Dalam sebuah majelis mudzakarah yang dihadiri oleh mayoritas jamaah remaja, terlontarlah sebuah pertanyaan menarik, _" Ustadz kenapa sih kita harus memilih Islam sebagai agama kita? apakah karena orang tua kita Islam? Lantas bagaimana kalau orang tua kita non muslim? Maka tidak salah dong kalau kita memgikuti juga agama mereka?"._

Pertanyaan yang sangat mendasar yang memang harus dijawab oleh setiap kita yang ingin kokoh dalam beragama.  Jika jawabannya tidak memuaskan akal kita akibatnya maka akan berbahaya.

Seseorang yang tak memiliki alasan kuat dalam beriman, maka bisa dipastikan imannya akan mudah goyah.  Inilah kenapa sangat penting bagi kita untuk mencari sendiri bukti yang pasti dalam beriman dan berislam.

Baiklah mari kita coba jawab pertanyaan tersebut secara perlahan.  Kalau kita lihat di dunia ini ada banyak agama yang ditawarkan kepada kita.  Bahkan ada pula pilihan untuk tidak beragama sekalipun.

Kemudian kalau kita perhatikan di dunia ini, maka ada beberapa alasan yang melatarbelakangi orang dalam memeluk satu agama. 

Diantaranya ada orang yang beragama karena keturunan seperti yang disampaikan oleh penanya tadi. Berhubung orang tua kita muslim lalu secara otomatis kita pun menjadi muslim.  Lantas bagaimana jika kita terlahir dari rahim seorang non muslim?

Maka tentu ceritanya akan berbeda.  Inilah kenapa alasan keturunan tidak bisa diterima dalam beragama.  Jika ini diteruskan maka akan berbahaya bagi kita.  Iman kita akan mudah goyah jika orang tua mengajak berpindah agama.

Kita terlahir dari orang tua yang muslim adalah takdir bukan pilihan.  Maka terkait ini sikap kita adalah mensyukurinya. Hanya saja tidak cukup beragama bermodalkan itu saja.

Ada pula orang beragama karena faktor keajaiban.  Hal-hal yang menakjubkan yang ada pada suatu agama.  Ini yang paling umum terjadi pada manusia.  Motif ini biasanya muncul dari naluri beragama yang telah ada di dalam diri manusia.

Motif ini jika dibiarkan begitu saja akan menjadikan manusia tersesat dalam beragama.  Karena setiap agama atau kepercayaan yang diyakini walaupun mungkin salah akan menghasilkan keajaiban kadang-kadang.

Lihat saja misalkan keyakinan orang-orang Budha yang bisa bertapa tanpa makan dalam beberapa lama lalu hasilnya mereka memiliki energi yang tidak biasa.  Kepercayaan orang pedalaman kalimantan dengan kaharingannya menghasilkan kesaktian yang melawan kebiasaan.  Lantas apakah itu cukup sebagai bukti kebenaran?

Jika kita tetap konsisten menjadikan keajaiban sebagai motif beragama.  Maka resikonya adalah kita akan mudah berpindah-pindah agama.

Adapula orang beragama karena rasa tentram.  Ini biasanya dirasakan mereka yang taat dalam agamanya.  Rajin mendatangi tempat ibadah mereka.  Apapun agamanya bisa saja ketentraman akan didapatkan.  Tapi apakah ini bisa menjadi bukti agamanya benar? belum tentu!

Di dalam Islam ketentraman hati itu bukan satu-satunya standar kebenaran.  Dia hanya menjadi sebagaian komponen saja.  Ketentraman dalam beribadah itu fungsinya sebagai penambah daya iman bukan pembentuknya.

Rasa tentram ketika mengingat Tuhan adalah fitrah manusia ketika beribadah.  Jika ini didapat pada setiap agama berarti bukan ini ukuran kebenaran.

Maka apa sebenarnya ukuran kebenaran paling kuat dalam beriman? Jawabannya ada dua saja.  Yang pertama adalah ukuran yang berasal dari pemikiran atau akal manusia.  Yang kedua adalah wahyu dari Sang Pencipta.

Jika kita mau menggunakan akal kita dengan sebaik-baiknya, maka percayalah bukti kebenaran Islam pasti kita temukan.  Karena di dalam Islam memang demikianlah seharusnya orang beragama.

Hal pertama yang harus dilakukan manusia ketika dia ingin mencari kebenaran Islam adalah berfikir secara mendalam.

Apa yang harusnya dia pikirkan? Tentang Tuhan, apakah benar adanya atau hanya hayalan saja.  Maka buktikanlah sendiri bukan dengan sekedar ikut-ikutan saja.  Haram hukumnya ikut-ikutan dalam perkara aqidah.

Coba perhatikan, alam semesta ini! begitu teraturnya, mungkinkah dia ada dengan sendirinya? lihat diri anda yang begitu sempurna.  Tidak ada yang serupa dengan anda di dunia ini.  Apakah tidak ada yang mencipta?

Akal kita akan dengan sendirinya menjawab pasti ada penciptanya, dialah Allah SWT.  Dari mana kita tahunya? dari Al Qur'an.  Lantas kenapa kita harus mempercayainya?

Mari kita buktikan, Al Qur'an mengajarkan kepada kita bahwa Allah nama Tuhan kita.  Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan.  Dan tidak ada satupun yang sebanding dengan-Nya.  Lihat QS. Al Ikhlas ayat 1- 4.

Ini jelas berbeda dengan konsep ketuhanan yang ada pada agama manapun.  Karena yang lain mengajarkan Tuhan itu lebih dari satu.

Padahal seharusnya yang namanya Tuhan itu harus berbeda dengan ciptaannya.  Tentu konsep Tuhan itu satu adalah lebih mudah diterima akal kita.  Apalagi jika dikaitkan dengan sifat Maha Kuasanya.

Tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu.  Karena jika begitu artinya Tuhan itu masih lemah dan bergantung pada yang lainnya.  Ini jelas tidak layak ada pada Tuhan.

Dari sini saja kita bisa melihat betapa konsep ketuhanan di dalam Islam itu sejalan dengan akal kita.  Kemudian lagi tidak bertentangan dengan fitrah manusia.  Dengan demikian akan lebih menentramkan hati kita.  Inilah kebenaran yang sesungguhnya.

Belum lagi jika kita mau mengkaji sisi lainnya.  Semisal kelengkapan syariat-Nya.  Niscaya kita akan temukan Islam itu sebuah ajaran yang begitu lengkapnya.

```Karena itulah Islam layak untuk kita pilih sebagai agama.  Karena di Islam lah kebenaran mutlak itu adanya.```

Allah Azza wa Jalla berfirman:

*إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ*

_“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”_ *[Ali ‘Imran: 19*]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

*أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ*

_“Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang ada dilangit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada-Nya-lah mereka dikembalikan ?”_ *[Ali ‘Imran: 83*]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

*وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ*

_“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”_ *[Ali ‘Imran: 85]*

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

*َاْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى.*

_“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.”_

*Wallahu 'alam bis showab*

Selasa, 25 Februari 2020

BENARKAH DAKWAH ISLAM KAFFAH ITU MEMECAH BELAH?




Oleh : Abu Afra*
                        _t.me/AbuAfraOfficial_

Baru-baru ini muncul lagi sebuah tulisan yang mencoba mengcounter opini dukungan abah guru Sekumpul terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah.  Dimana statement beliau ini telah maklum dan beredar luas di masyarakat melalui media sosial yang ada.

Kebenaran tidaklah bisa disimpan.  Sesuatu yang berharga akan tetap dicari dan diikuti oleh manusia.  Sebaliknya sesuatu yang busuk pastilah lapuk dan jadi barang rongsok.  Ide tentang *sekularisme yang mencoba memisahkan agama dengan kehidupan* pasti akan hilang dan dilupakan.

Ada anggapan bahwa dakwah Islam kaffah yang menyeru manusia kepada penerapan syariat Islam secara totalitas itu sebuah tindakan propaganda menyesatkan.  Lalu diframing seolah-olah ini tidak sejalan dengan ulama yang dituakan.  Benarkah demikian?

Mari kita kaji secara mendalam dengan hati dan pikiran yang lapang. Jika memang benar perjuangan umat Islam untuk menerapkan syariat Islam di negeri ini tidak sejalan dengan manhaj para auliya, mengapa keluar statement beliau yang begitu jelas dan terangnya?

Katakanlah yang dimaksud beliau bukan seperti yang diinginkan oleh kita.  Lalu bedanya dimana? pada syariatnya atau pada uslubnya saja?  Saya meyakini tidak ada perbedaan syariat Islam yang dimaksud abah guru dengan apa yang kami pahami.

Jadi aneh jika anda menolak syariat Islam dengan alasan bisa memecah belah bangsa.  Padahal kata beliau yang senantiasa didengar dan ditaati nasehatnya, Dunia ini tidak akan sejahtera dan aman sentosa kecuali dengan Syariat-Nya Allah Ta'ala saja.

Okelah mungkin dari sisi metode penerapannya berbeda.  Namun apakah lantas perbedaan tersebut layak menjadi alasan untuk melakukan penjegalan dan framing menyesatkan.

Suka atau tidak, cepat atau lambat ummat ini akan tersadar juga.  Syariat Islam pasti akan tegak menjulang.  Terformalisasi dalam sistem pemerintahan sebagai janji Rasulullah dalam bisyarah beliau yang dirindukan setiap orang beriman.

Tidak layak bagi kita yang mengaku cinta terhadap Rasulullah SAW namun ada perasaan berat hati dengan seruan Islam secara keseluruhan.

*فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً*

_“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya"._
*(QS. An Nisaa’:65)*

Allah Ta’ala juga berfirman,

*وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ*

_“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya"._
*(QS. Al Hasyr :7)*

*وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً*

_“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata”_
*(QS. Al Ahzab:36)*

*مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً*

_“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka"._
 *(QS. An Nisaa’:80)*.

Mungkin saat ini berat bagi kita untuk melaksanakannya.  Namun kesulitan itu bukanlah alasan untuk melakukan penolakan.  Justru seharusnya kesulitan itu dijadikan tantangan untuk membangun sinergi dengan seluruh komponen ummat Islam agar setiap kewajiban syariat itu dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Aneh sungguh ketika mengaku pecinta Al Musthofa tapi menyelisihi hukum dan ketentuannya. Sudahlah jangan dengarkan mereka yang membisik-bisikan keraguan terhadap keagungan syariat Islam.  Walaupun dengan alasan persatuan dan kesatuan dan menghindari perpecahan.

Ingatlah dengan sabda baginda Nabi SAW dalam salah satu haditsnya yang mulia :

*إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ   مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ  أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ*

_Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati"._
*(HR. Bukhari dan Muslim)*

*Wallahu musta'an*

KENALI DIRIMU, LEJITKAN POTENSIMU


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Tahun 2018 al faqir sempat diminta takmir Masjid Quba Banjarbaru untuk menjadi imam tetap di sana.  Terutama untuk tiga waktu shalat  di malam hari.  Maghrib, Isya dan Shubuh.

Ketika itu al faqir masih aktif ngisi beberapa kajian dan ngajar di sekolah para juara.  Sehingga kadang sekali waktu jika ada kegiatan sekolah yang mengharuskan lembur, maka tugas sebagai imam terpaksa harus di delegasikan.

Alhamdulillah ketika itu ada Ustadz Mahfuz Daha yang bertugas sebagai marboth tetap masjid Quba yang siap selalu menggantikan tugas sementara waktu.  Selain beliau ada lagi seorang sahabat yang juga bertugas sebagai imam badal.

Di mesjid Quba ketika itu setiap pekan ada dua kali kajian rutin.  Yang ngisi para assatidzah aswaja top di kota Banjarbaru.  Diantaranya ada KH.Nafi'ah Muhja, Ketua MUI Kota Banjarbaru,  Al Habib Hasan Ba'bud, Pengasuh Majelis Dzikir wa ta'lim Nurul Iman, K.H.Abdurrahman Husein, S.Q. Pengasuh Pondok Pesantren Sirajul Huda Pelaihari. Al Habib Iberahim Baraqbah,  dan beberapa assatidzah lainnya.

Terkadang secara berkala takmir masjid mengundang muballigh-muballigh kondang nasional.  Diantara yang pernah diundang adalah Al Habib Nabil Fuad Al Musawwa, Al Ustadz Yahya Waloni, Syekh Ahmad Jaber,  dan yang lainnya.

Ketika itu sempat terbetik di hati rasa minder ketika pas kebetulan ada habaib atau assatidz yang datang.  Kita secara usia dan keilmuan mungkin jauh di bawah, hanya karena amanah dan kepercayaan sehingga harus berada di depan.

Ketika rasa minder ini saya ungkapkan kepada beberapa teman.  Ada satu pesan yang amat sangat berharga yang terhunjam sampai sekarang.  Pesan ini disampaikan oleh teman yang biasanya menjadi Imam badal di Masjid Quba yang kemudian dikutip lagi oleh Al Ustadz Mahfuz Daha,  Sang Marbot teladan yang menjadi andalan.

Kata beliau, _"Ketika kita dipilih menjadi Imam shalat jamaah, maka ketahuilah sesungguhnya saat itu kita tengah melanjutkan tugas dan pekerjaannya Rasulullah SAW.  Maka niatkan aktifitas kita itu untuk membahagiakan Rasulullah SAW.  Maka tidak perlu malu dan minder menjadi imam, siapapun yang di belakang kita"._

Saya coba renungkan perkataan itu ada benarnya juga.  Kata-kata itu semakna dengan apa yang pernah disampaikan salah seorang guru kami dalam sebuah kegiatan pembekalan guru.

Kata beliau, _"seorang guru itu harus sadar posisi.  Dia harus memahami betul posisi dia sebagai guru.  Dengan begitu dia akan paham bagaimana memantaskan dirinya di depan murid-muridnya.  Kemudian dia juga harus ngerti apa tugas dan fungsi dia sebagai guru.  Bahwa dia membawa misi besar dalam siklus perubahan peradaban"._

Maka ketika saya mengingat-ingat pesan tersebut.  Muncullah rasa percaya diri yang tinggi terhadap tugas yang diamanahkan kepada saya.  Berusaha memaksimalkan setiap moment yang ada agar sampai pada level ideal.

Akan berbeda ceritanya ketika saya masih belum sadar posisi saya. Maka walaupun realitas menjadi imam, namun mentalitas saya adalah makmum. Dalam dunia kerja kenyataannya sebagai leader tapi sikap dan pembawaan sebagai follower.  Harusnya dia sebagai bos justru dalam kenyataan yang dia kerjakan adalah tugas bawahannya.

Jika ini yang terjadi maka fungsi kepemimpinan tidak berjalan dengan baik.  Lalu program-program yang dijalankan juga akan terhambat. Akhirnya jauh lah kita dari kesuksesan.

So, sadar diri dan tahu diri itu penting. Karena dengan begitu kita akan mampu memposisikan diri sesuai dengan kedudukan (مكانۃ) kita masing-masing.  Selain itu seseorang yang memiliki kesadaran yang benar terhadap dirinya akan mampu mengambil amanah sesuai dengan kapabilitas yang dimilikinya.  Tidak akan melebihi atau menguranginya.

Dalam ilmu tauhid seringkali diungkapkan..

من عرف نفسه فقد عرف ربه

_Barang siapa mengenal dirinya, maka sugguh dia telah mengenal Tuhannya_

Sebagaimana pernah dikatakan juga oleh Umar bin Abdul Aziz :

 رحم الله امرأ عرف قدر نفسه .

_Semoga Allah merahmati seseorang yang mengetahui kadar kemampuan dirinya._

*Semoga Allah berikan hidayah kepada kita semua untuk menyadari potensi kita masing-masing.*

Minggu, 23 Februari 2020

APALAH ARTI SEBUAH NAMA


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Dalam sebuah diskusi di salah satu lapak FB, ada  satu komentar nyinyir yang terlontar.  Kata dia, _"Ciri2 akun khawarij sering pakai nama abu diawalnya"_
Langsung deh kita komentari, _"gak semualah bung,  jangan pukul rata gitu dong"_

Kebetulan nama akun FB yang saya pakai nama Abu Afra. Pertanyaannya, benarkah pernyataan tersebut? Mari kita kupas secara jelas.  Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semuanya.

Yang pertama tidaklah kita melakukan sesuatu itu melainkan harus jelas tujuannya.  Kemudian jelas pula hukumnya apa di dalam agama kita.  Karena seorang muslim itu wajib terikat dengan hukum syara.

Terkait dengan penamaan, maka ketahuilah dalam agama kita pun ada syariatnya.  Tidak boleh seenak udelnya kita menyematkan nama pada diri kita atau anak kita.  Karena di dalam nama itu sendiri terkandung doa dan pengharapan orang tua terhadap anaknya.

Orang tua saya memberi nama dengan nama istilah campuran antara Jawa dan Arab.  Kalau dari cerita orang tua sih yang ngasih nama ketika itu adalah paman yang kebetulan orang jawa.

Sebenarnya ada beberapa nama yang disiapkan keluarga.  Nama-nama tersebut diusulkan oleh beberapa orang anggota keluarga.  Termasuk mungkin usulan bapak.  Tapi Qaddarullah nama usulan paman itulah yang keluar dan terpilih.

*MUHAMMAD FITRIANTO*, Inilah nama yang terpilih ketika itu.  *MUHAMMAD* diambil dari Nabi Mulia Sayyidul anbiya.

Nama Muhammad atau Ahmad adalah nama yang sakral. Berkandungan sejarah dan cahaya. Nama yang terucap tidak sembarangan; nama yang dicita-citakan semesta; nama yang dinantikan jagat raya; nama yang menebar cahaya dan pahala; nama yang menandai masa; nama yang mendamaikan raga dan jiwa; nama yang terlalu banyak kebaikan meliputinya, hingga bahasa tak mungkin merangkai semuanya.

Nama Muhammad bukan nama pemberian manusia, tapi nama yang disampaikan Allah kepada kakek dan ibunya. Dalam satu riwayat diceritakan bahwa ibu Rasulullah, Sayyidah Aminah, bercerita pernah didatangi malaikat ketika mengandung, dan malaikat itu berkata kepadanya:

 *إنَّكِ قَدْ حَمَلْتِ بِسَيِّدِ هَذِهِ الْأُمَّةِ، فَإِذَا وَقَعَ إلَى الْأَرْضِ فَقُولِي: أُعِيذُهُ بِالْوَاحِدِ، مِنْ شَرِّ كُلِّ حَاسِدٍ، ثُمَّ سَمِّيهِ مُحَمَّدًا*

_Sesungguhnya kau sedang mengandung pemimpin umat ini. Maka, ketika ia terlahir ke dunia, ucapkanlah: “aku memohon perlindungan untuknya kepada Tuhan yang Maha Esa, dari kejahatan setiap orang yang hasud, dan namai ia ‘Muhammad’.”_

 *(Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, Beirut: Darul Kutub al-A’rabiy, 1990,juz 1, hlm 180)*

Begitu pula kakeknya, Abdul Muttalib, ia mendapatkan inspirasi nama Muhammad dari mimpi.

Dalam kitab al-Raudl al-Unuf, Imam al-Muhaddits Abu al-Qasim al-Suhaili (w. 581 H) mengatakan, Abdul Muttalib melihat dalam mimpinya rantai dari emas keluar dari punggungnya.

 Ujungnya menyebar ke langit, bumi, timur dan barat. Lalu rangkaian rantai itu menjadi pohon yang setiap daunnya mengeluarkan cahaya, dan penduduk bumi di Barat dan Timur semuanya bergantung kepadanya.

Imam al-Suhaili menulis:

 فَعُبّرَتْ له بِمَولود يكون من صلبه يتبعه أهل المشرق والمغرب, ويحمده أهل السّماء والأرض، فلِذلك سَمّاه محَمَّدًا “

Maka ditafsirkan mimpi itu dengan dilahirkannya seorang (anak) dari tulang punggungnya yang akan diikuti oleh manusia dari Timur dan Barat. Penduduk langit dan bumi akan memujinya. Karena itu, Abdul Muttalib menamainya Muhammad.

*(Imam al-Muhaddits Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Radul al-Unuf wa ma’ahu al-Sîrah al-Nabawiyyah li Ibni Hisyâm, Beirut: Dar al-Hadits, 2008, juz 1, h. 309-310)*

Karena itu, ketika ada seseorang yang bertanya kepada Abdul Muttalib,
_“mâ sammayta ibnaka?”_ (kau namai siapa cucumu?).

Ia menjawab, _“Muhammad.”  Orang itu bertanya lagi, “kaifa sammayta bi ismin laisa li ahadin min âbâ’ika wa qaumika?”_
_(kenapa kau namai ia dengan nama yang tidak seorang pun dari nenek moyang dan kaummu [menggunakannya])._

Abdul Muttalib berkata, _“innî la arjû an yahmadahu ahlul ardli kulluhum”_ _(sesungguhnya aku sangat ingin semua penduduk bumi memujinya)._

*(Imam al-Muhaddits Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Radul al-Unuf wa ma’ahu al-Sîrah al-Nabawiyyah li Ibni Hisyâm, 2008, juz 1, h. 309).*

Saya bersyukur diberikan nama yang mulia ini.  Di dalamnya terkandung doa dan pengharapan orang tua saya terhadap saya.  Kemudian nama *FITRIANTO* adalah gabungan dari bahasa Arab dan Jawa.

Kata *FITRI* berasal dari kata _afthara yufthiru_  yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.  Saya menduga kata ini dipilih oleh paman saya karena kebetulan saya terlahir di bulan syawal dan masih suasana idul fitri.  Bertabarruk dengan nama hari besarnya.

nama *ANTO* yang disematkan pada ujung nama saya diambil dari bahasa jawa. Maknanya adalah patut dipuji/sahabat setia/sederhana. Wallahu 'alam yang pasti disana juga ada doa orang tua. Intinya pemberian nama itu pastilah memiliki tujuan.

Kemudian ketika saya memiliki anak perempuan, Saya berilah nama dengan nama salah seorang shahabiyah Nabi yang banyak mencetak para mujahid.  Namanya *Afra binti ubaid*.   Dengan niatan tabarruk kepada pemilik nama tersebut, maka saya taruhlah nama itu di depan nama putri saya.

Sejak saat itu pula saya mulai menggunakan nama *Abu Afra* sebagai nama kunyah saya di akun sosmed yang saya miliki.  Dengan niatan ittiba li sunnati rasulillah Shallallahu 'alaihi wasallam.

Kunyah secara umum merupakan suatu penghormatan dan kemuliaan bagi yang bersangkutan.   Seorang peyair berkata:

أُكْنِيْهِ حِيْنَ أُنَادِيْهِ لِأُكْرِمَهُ
وَلاَ أُلَقِّبُهُ وَالسَّوْءَةُ اللَّقَبُ

Aku memanggilnya dengan kunyah sebagai penghormatan padanya
Dan saya tidak menggelarinya, karena gelar adalah jelek baginya.

Ada banyak dalil tentang disyariatkannya menggunakan nama kunyah.  Diantara dalil yang pernah saya baca adalah hadits-hadits berikut.

*عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ النَبِيُّ - صلى الله عليه وسلم-أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا, وَكَانَ لِيْ أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُوْ عُمَيْرٍ, قَالَ أَحْسَبُهُ فَطِيْمٌ, وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ نُغَيْرٌ ؟*

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

_“Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Saya mempunyai saudara yang biasa dipanggil Abu Umair. Apabila Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam datang, beliau mengatakan, ’Wahai Abu Umair apa yang sedang dilakukan oleh Nughoir (Nughoir adalah sejenis burung)?"_


*أَنَّ عُمَرَ قَالَ لِصُهَيْبٍ مَا لَكَ تَكْتَنِى بِأَبِى يَحْيَى وَلَيْسَ لَكَ وَلَدٌ. قَالَ كَنَّانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِأَبِى يَحْيَى.*

_“Umar radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan kepada Shuhaib: ‘Kenapa engkau berkunyah dengan Abu Yahya padahal kamu belum mempunyai anak?’ Maka dia menjawab: ‘Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam yang memberiku kunyah Abu Yahya."_

Pada kesimpulannya saya ingin mendapatkan faedah dari kedua nama itu.  Di dunia nyata saya masih menggunakan nama pemberian orang tua saya.  Dan di dunia maya saya menggunakan nama Abu Afra.  Kedua -duanya adalah dengan niatan demi ittiba kepada Al Musthofa Sayyidina wa Maulana Muhammad.

So, berkunyah itu sunnah ya. Bahkan bagi yang belum punya anak sekalipun.  Jadi bukan tradisi kaum khawarij seperti kata anda yang kurang piknik ke kitab para ulama.

*اللهم صلي علی محمد*

Sabtu, 22 Februari 2020

POLA INTERAKSI SYAR'I, SOLUSI PERGAULAN BEBAS DI ZAMAN INI


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Islam itu datang dengan solusi atas segala persoalan hidup.  Inilah salah satu fungsi risalah Islam yang kini banyak dilupakan.  Hal ini terjadi karena masuknya ideologi sekuler ke dalam tubuh kaum muslimin.

Sebagai akibatnya, seolah-olah Islam hanya sekumpulan teori yang tidak nyambung dengan realitas kehidupan.  Islam dipandang hanya sebatas agama ritual belaka sehingga tidak ada bedanya dengan agama lainnya.

Padahal jelas sekali Islam itu berbeda.  Islam memiliki sistem kehidupan yang lengkap dan komprehensif.  Salah satu syariat Allah yang sangat luar biasa adalah terkait pemgaturan hubungan manusia dengan sesama mereka (علقۃ الانسان لغيره).

Kita ini sebagai manusia pasti berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita.  Rupanya di dalam Islam terkait hal itu pun ada aturannya.

Ada namanya _Nizham Al Ijtima'_ atau sistem pergaulan di dalam Islam.  Lebih khusus lagi terkait interaksi pria dan wanita.  Diatur sedemikian rupa agar menghasilkan interaksi yang berkualitas dan menunjang kehidupan yang positif.

Tidak seperti sekarang yang mana hubungan interaksi antar manusia lebih banyak diwarnai oleh kepentingan.  Jauh sekali dari nilai-nilai ajaran Islam.

Maka wajar saja jika dampaknya juga sangat terasa.  Kerusakan moral sedemikian parahnya.  Tindakan asusila dimana-mana ada.  Keamanan serasa tercerabut dari dada kita.

Hubungan interaksi pria dan wanita lebih banyak didasari pada sisi seksualitas semata.  Wanita dipandang hanya sebagai komoditas pemuas nafsu lelaki.  Bahkan tidak jarang dijadikan _icon_ jualan suatu produk.

Di dalam Islam posisi wanita begitu dimuliakan.  Sehingga dalam hubungan interaksi pria wanita pun diatur sedemikian rupa.  Tujuannya tentu agar tidak terjadi kerusakan di masyarakat.

Islam tidak membiarkan hubungan interaksi pria dan wanita sebebas-bebasnya.  Namun juga tidak mengekangnya seperti para _rahib_ dan pendeta.

Allah SWT sebagai pencipta manusia, Maha Mengetahui bahwa manusia telah dibekali naluri terhadap lawan jenisnya.  Maka tidaklah manusia itu terlahir ke dunia itu kecuali dia akan cenderung menyukai berdekat-dekat terhadap lawan jenisnya. 

Adanya naluri ini diberikan oleh Allah SWT untuk melanjutkan eksistensi manusia itu sendiri.  Dengan adanya naluri ini maka terjadilah regenerasi kehidupan manusia.

Maka Allah tetapkan syariat pernikahan sebagai wadah interaksi terbaik laki-laki dan perempuan.  Dalam ikatan ini laki-laki dan perempuan berinteraksi layaknya sahabat karib.  Saling melengkapi satu dengan lainnya.

Adapun selain ikatan ini ada ikatan mahram namamya.  Dimana mereka diikat dengan ikatan nasab dan hubungan silaturrahim.  Saling asah dan asuh demi terwujudnya keluarga yang kuat dan berkualitas.

Demi mengamankan berbagai ikatan keluarga, lalu Allah SWT tetapkan syariat lain untuk menjaganya.  Ada syariat tentang *ghadhal bashar* _(menjaga pandangan)_  dan kewajiban _menutup aurat_ bagi laki-laki dan perempuan.

Selain itu juga ditetapkan oleh Allah SWT larangan _berkhalwat (bersepi-sepi)_ dan _ikhtilat(bercampur baur)_ dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

Tujuannya demi menjaga manusia dari penyimpangan interaksi yang justru akan membahayakan mereka.  Ada pula syariat tentang _wilayatul 'amm_ dan _wilayatul khas_ dalam pola interaksi kita.

Luar biasa Islam ini dalam menjaga ummatnya.  Langkah-langkah preventif telah disiapkan demi keharmonisan hubungan antar masyarakat.  Tidak seperti pola interaksi saat ini yang semau gue.

Allah SWT juga telah membatasi hubungan interaksi pria dan wanita sesuai dengan kebutuhan (hajat) nya.  Semisal dalam dunia pendidikan, jual beli, pengobatan dan peradilan.

Di luar itu semua, maka interaksi pria dan wanita di dalam Islam kembali terpisah.  Hal ini agar interaksi yang terjadi adalah interaksi yang wajar.

Karena jika dibiarkan terjadi interaksi pria dan wanita tanpa adanya hajat-hajat syar'i disitulah akan muncul dominasi naluri.  Yang lebih banyak diwarnai oleh dorongan seksualitas belaka.  Dan ini akan berbahaya bagi kemuliaan seorang muslim maupun muslimah yang bertaqwa.

Lihatlah betapa Islam luar biasa menjaga kita semuanya.  Jika ini diterapkan dalam kehidupan, maka tidak akan terjadi yang namanya perzinahan.  Hubungan tanpa status semacam pacaran.  Atau penyimpangan interaksi lainnya.

Dengan demikian manusia akan bisa lebih fokus dan produktif dalam kehidupan mereka.  Tidak akan tersibukan dengan masalah hati yang tidak perlu.  Galau ditinggal kekasih atau patah hati lalu mau bunuh diri.  Ini semua tidak akan terjadi jika interaksi kita sudah syar'i.

Maka marilah kita mulai terapkan interaksi kita terhadap lawan jenis secara syar'i.  Karena disitulah jalan keselamatan itu telah Allah siapkan.  Selanjutkan berjuanglah bersama saudara-saudara kita yang lainnya untuk menciptakan lingkungan Islami dalam naungan syariah dan khilafah.

*Ihdinas shirotal mustaqiim.*

Jumat, 21 Februari 2020

AGAR KITA SELALU BERSYUKUR


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Pagi ini sebagaimana biasanya,saya berangkat menuju sekolah bersama istri sebelum pukul 07.15 WITA.  Sudah menjadi kebiasaan kami berangkat pagi-pagi demi memenuhi akad kerja sesuai yang disepakati.

Kebetulan saya dan istri bekerja sebagai guru di tempat yang sama.  Sehingga kami pun bisa saling suport dalam menjalankan amanah.  Baik amanah dakwah maupun amanah sebagai guru di sekolah.

Pagi ini pagi jum'at. Sudah menjadi tradisi di sekolah kami waktu pagi adalah waktunya bagi bacaan Al Qur'an alias _Qur'an time_.  Setiap jumat pagi secara bersama-sama dengan seluruh siswa kami baca surat Al Kahfi demi menghidupkan sunnah Nabi.

Selesai pembacaan surat Al Kahfi lanjut ngajar Qiraati.  Sebuah metode pembelajaran membaca Al Qur'an yang cukup ketat dalam seleksi kelayakan bacaan. Setiap guru yang ngajar harus lulus tashih dan memegang syahadah dari lembaga Qiraati Pusat.

Karena pagi ini agak repot, saya belum sempat sarapan di rumah.   Qaddarallahu ketika mulai ngajar Qiraati shift yang pertama ini kepala terasa berat sebelah.  Rasanya cenat-cenut seperti ditusuk-tusuk jarum.

Tapi karena masih bisa tertahan, saya tetap lanjutkan mengajar.  Hingga selesai jam Qiraati pertama, lanjutlah pada jam kedua.

 Kebetulan di jam kedua ini saya diamanahi untuk ngajar Tahfidz anak-anak yang sudah selesai pembelajaran Qiraatinya.

Sebelum mulai saya sampaikan ke anak-anak, _"Temen-temen semua mari kita awali pembelajaran tahfidz kita pada hari ini dengan bacaan surat Al Fatihah.  Kita niatkan bacaan surat alfatihah ini untuk kesembuhan saudara-saudara kita, orang tua kita atau guru-guru kita yang sedang sakit.  Wabil khusus untuk ustadzah Ulfa yang sedang menjalani operasi dan ustadz ustadzah lainnya yang lagi sakit.  Dan tolong sisipkan juga yaa doanya untuk ustadz yang sedang migraine saat ini semoga Allah sembuhkan yaa, Allahumma Aamiin.  'Ala haadzihin niyyah wa 'ala kulli niyyatin sholihah al faatihah"_

Anak-anak pun secara bersama-sama membaca surat Alfatihah dengan *mujawwad murrattal*.  Setelah itu lanjut murajaah juz 1 selama beberapa menit dan setoran hafalan.

Ternyata setelah selesai jam tahfidz. Sakit kepala saya menghilang dan Alhamdulillah bisa dengan mudah melaksanakan pekerjaan yang lainnya.  Seandainya gak sembuh-sembuh, entahlah betapa mengganggunya.  Padahal cuman sakit kepala sebelah saja.  Apalagi lebih dari itu.

Al Qur'an memanglah luar biasa.  Dia tidak hanya berfungsi sebagai petunjuk kehidupan bagi manusia.  Tetapi juga sebagai penyembuh segala macam penyakit fisik maupun bathin.

Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Isrâ’/17: 82

*وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌوَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّخَسَارًا*

_“Dan Kami turunkan dari al Quran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS al-Isrâ’/17: 82)_

Kesehatan itu begitu penting dan mahalnya.  Kadang kita lupa dengan nikmat yang satu ini.  Padahal kalau dihitung pakai materi, pasti mata kita akan terbelalak dengan harganya.

Allah Ta’ala berfirman.

*وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ*

_“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitung jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nahl: 18)._

Sekali lagi diantara nikmat yang kita sering lalai mensyukurinya adalah kesehatan dan waktu luang kita.  Kehidupan yang telah Allah berikan hari ini.  Nafas yang masih bisa dengan mudah berhembus di hidung kita ini.

Pernahkah kita membayangkan berapa harganya itu semua?

```Beberapa tahun yang lalu saya pernah mencatat harga oksigen di apotek atau klinik dan rumah sakit ketika itu berada pada kisaran harga Rp.25.000,-/liter.  Kemudian untuk nitrogen sekitar Rp.9.950,-/liter.```

Ketika itu ibu saya sedang mengalami koma dan membutuhkan bantuan pernafasan menggunakan tabung oksigen. 

_Menurut informasi yang pernah saya baca, dalam sehari manusia memerlukan sekitar 2.880 liter oksigen dan 11.376 liter nitrogen.  Bayangkan jika dihargai dengan rupiah, maka berapa yang harus kita bayar.  Nilainya bisa mencapai angka 170 jutaan perhari.  Kalau dikali sebulan saja, maka nilainya bisa mencapai angka 5,1 Milyar/orang. Ini dulu yaa, kalau sekarang mungkin lebih mahal lagi._

Dengan angka segitu saja, orang yang paling kaya di dunia ini pun tidak akan sanggup untuk membayar sekedar biaya bernafas saja.  Dan berita gembiranya saat ini Allah SWT Yang Maha Baik telah memberikannya kepada kita secara cuma-cuma alias gratis.

Karena itu, masihkah ada yang menghalangi kita untuk bisa bersyukur? Masihkah kita suka mengeluh? Melalaikan segala perintah dan seruannya?

Saya teringat lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

*نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ*

_“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)._

Kelak di alam akhirat kita akan melihat, manusia akan terbelah menjadi dua golongan. Namun dua-duanya bertemu pada satu kata.  Mereka sama-sama merasakan *PENYESALAN.*

Golongan pertama menyesal karena banyak melalaikan kesempatan yang Allah berikan berupa kehidupan, kesehatan dan waktu luang dengan hal-hal yang tidak mendatangkan keuntungan di akhirat.  Inilah kebanyakan dari kita manusia.

Satunya lagi menyesal karena merasa kurang maksimal beramal.  Masih belum merasa cukup dengan apa yang telah mereka kerjakan di dunia.  Merasa telah melewatkan sebagian dari perkara utama.  Inilah kaum arifin yang sedikit saja diantara manusia mencapainya.

_Termasuk di kelompok manakah kita?_

*Wallahu 'alam bis showab*

Kamis, 20 Februari 2020

URGENSI KESABARAN DALAM KEHIDUPAN


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Sabar adalah gerbang segala macam kebaikan.  Buah dari kesabaran adalah terungkapnya kebenaran dan keberhasilan.

Jika kita menginginkan kebaikan, keberhasilan dan kebenaran, maka ingatlah sabar adalah kuncinya.

Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah wa radiyallahu 'anhu pernah berkata,

_"Sabar dan keimanan itu seperti kepala dengan badan.  Ketika mereka  meraih kepala (pangkal) segala sesuatu, maka mereka pasti akan menjadi pemimpinnya."_

*(Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, VI/331).*

Khalid bin Walid radiyallahu 'anhu, The Sword of Allah berkata :

_"Wahai orang-orang Islam, telah datang waktunya untuk tabah.  Kelemahan dan kepengecutan hanya membawa pada kondisi yang memalukan.  Dan siapa saja yang tabah, maka dia lebih pantas mendapat pertolongan Allah.  Karena ketabahan dan kesabaran adalah senjata kita."_

Terlalu banyak seruan terkait kesabaran ini.  Maka sudah selayaknya kita mengupayakannya semampu kita.  Caranya dengan terus riyadhoh sepanjang masa.

Memang menceritakan tentang kesabaran orang lain kadang begitu menariknya.  Tapi ketika kita diuji dengan perkara yang mengharuskan kesabaran hadir disana, maka pada level inilah puncak kesulitannya.

Sabar merupakan satu dari sekian banyak sifat terpuji yang sangat disenangi Allah SWT dan juga Rasulullah SAW.

Sabar itu maknanya adalah kemampuan diri untuk menahan dari segala sesuatu hal yang tidak disukai sebab bertujuan untuk mengharapkan ridho dari Allah SWT.

Di dalam Al Quran, terdapat banyak surah yang mengajarkan tentang kesabaran.

Diantara ayat yang berbicara tentang kesabaran adalah QS. Al Baqarah : 155, Allah SWT berfirman :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Dalam Tafsir Jalalain, Kabar gembira yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah surga (Juz 1. hal. 22). Dalam artian surga adalah balasan bagi mereka yang bersabar saat diuji oleh Allah Swt. di dunia. Surga (rumah kebahagian) yang menjadi dambaan semua umat manusia dari sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.

Lantas bagaimanakah caranya agar kita bisa sukses menjadi pribadi yang senantiasa sabar dalam setiap keadaan?
Caranya adalah jaga suasana hati kita dan jangan biarkan hal-hal buruk di lingkungan mempengaruhi hidup kita, cara kita berpikir, dan bertindak.

Inilah salah satu cara paling efektif dalam mengupayakan diri kita agar mampu menjadi pribadi yang ahli sabar.  Selain itu sering-seringlah merengek kepada Sang pemilik hati, Allah SWT.  Agar hati kita dijaga oleh Allah SWT tetap dalam kondisi terjaga dalam ketaatan.

Berikut ini doa-doa yang mungkin bisa kita dawamkan agar dianugerahi karunia kesabaran.

يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك   

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik'

Artinya:

 “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”

[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]

يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta'atik'

Artinya:

 “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepada-Mu”

[HR. Muslim (no. 2654)]

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

'Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tho'atika'

Artinya:

“Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepada-Mu.”
(HR. Muslim)

_Semoga kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Aamiin_

Rabu, 19 Februari 2020

MEMAHAMI KONSEP FIKROH DAN THORIQOH


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Di dalam kitab Nizham Al Islam dijelaskan bahwa Islam itu agama yang lengkap.  Ada aqidahnya, ada pemikirannya, dan pada saat yang sama Islam juga memiliki cara bagaimana menyelesaikan problematika manusia (معالجۃ لمشاكل الانسان).

Selain itu Islam juga mempunyai metode penerapan fikrah yang disebut dengan istilah thoriqoh (طريقۃ).

Nah, di dalam kitab tersebut Islam itu terbagi menjadi dua bagian.  Ada yang namanya thoriqoh ada pula yang namanya fikroh.

Fikroh itu meliputi perkara aqidah dan penyelesaian problematika manusia (معالجۃ لمشاكل الانسان). Dan terkait mengenai penyelesaian problematika manusia ini terbagi lagi menjadi tiga bagian.

Ada yang berkaitan dengan urusan manusia terhadap Tuhannya (علقۃ الانسا لربه), ada juga yang berkaitan dengan hubungan manusia terhadap sesamanya (علقۃ لغيره), ada lagi yang berkaitan dengan hubungan manusia terhadap dirinya sendiri (علقۃ لنفسي).

Mengenai thoriqoh (طريقۃ), dia dapat dikenali dengan tiga ciri mendasar.  Yang pertama hukumnya biasanya wajib.  Kemudian yang kedua perbuatannya bersifat materi (مديۃ), dan yang ketiga hasil perbuatannya harus bersifat khusus (مخصوصۃ).  Nah, ini sudah dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhani di dalam kitab Mafahim.

Jadi yang mempunyai konsep fikroh dan thoriqoh ini hanyalah Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dengan ijtihad beliau.  Dengan konsep inilah, maka menjadi jelas mana di dalam Islam ini yang termasuk fikroh saja dan mana yang terkategori thoriqoh

Jihad misalnya, dia termasuk kategori thoriqoh.  Mengapa? karena di dalamnya terpenuhi tiga ciri thoriqoh yang telah disebutkan sebelumnya.  Yaitu hukumnya wajib, perbuatan bersifat materi dan hasil (نتجه) nya bersifat khusus (مخصوصۃ).

Tapi ingat ya, jihad bukanlah thoriqoh dakwah.  Melainkan thoriqoh lin nasyril Islam (menyebarluaskan Islam) dan fathul hawaajiz (membuka penghalang-penghalang dakwah).

Inilah kemudian yang disebutkan oleh Al Imam Al Ghazali rahimahullahu ta'ala di dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin.  Kata beliau," Kenapa jihad itu diperlukan? karena kadang hidayah itu tidak bisa sampai kepada sebagian manusia disebabkan oleh adanya penghalang-penghalangnya. Nah, penghalang-penghalang ini kemudian harus digempur dengan jihad fisabiilillah".

Dengan hilangnya penghalang-penghalang itu, maka Islam akan tersebar luas dengan dakwah ke seluruh penjuru dunia.

Inilah uniknya dan hebatnya Islam sebagai sebuah Diin dan Ideologi.  Mari perjuangkan Islam agar hidup kita lebih berarti dan tidak rugi.

Karena Islam adalah Solusi atas setiap permasalahan.   Mengkajinya adalah sebuah kewajiban.  Memperjuangkannya adalah kemuliaan.

Selasa, 18 Februari 2020

PERAN PARA DOKTER DAN PRAKTISI KESEHATAN DALAM DUNIA PERGERAKAN ISLAM


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Seringkali kita terkaget-kaget dengan datangnya penyakit.  Tiba-tiba saja menyerang tubuh kita. Padahal selama ini kita sendiri lah yang menanam bibit penyakit tersebut secara tidak sadar.

Ini yang terjadi pada kebanyakan kita, terutama yang masih awam dalam ilmu kedokteran atau kesehatan.  Bahkan tidak jarang sebagian orang yang berkecimpung di dunia kesehatan pun atau mereka yang termasuk care dengan pola hidup sehat tidak sadar bahwa dia menderita suatu penyakit yang berbahaya. 

Contoh kasus baru-baru ini suami penyanyi Bunga Citra Lestari (BCL) disebut meninggal dunia akibat serangan jantung. Padahal pesohor berusia 40 tahun itu dikenal rajin berolahraga. Tubuhnya pun terlihat sangat bugar. Namun siapa sangka dia punya penyakit jantung.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta'ala berkata,

*لا أعلم علما بعد الحلال والحرام أنبل من الطب إلا أن أهل الكتاب قد غلبونا عليه.*

_“Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu halal dan haram- yang lebih berharga yaitu ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita”_

*[Siyar A’lam An-Nubala 8/528, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, syamilah].*

Imam Asy Syafi'i rahimahullahu ta'ala banyak memberikan pelajaran kepada kita terkait pentingnya menjaga kesehatan.

Dalam catatan sejarahnya, Imam Syafi’i pernah terkena penyakit  wasir yang cukup berat, dan tetap begitu hingga terkadang jika beliau naik kendaraan darahnya mengalir mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan kaus kakinya. Wasir ini benar-benar menyulitkan beliau selama hampir empat tahun.

Beliau juga berkata,

*لا تسكنن بلدا لا يكون فيه عالم يفتيك عن دينك، ولا طبيب ينبئك عن أمر بدنك*

_“Janganlah sekali-kali engkau tinggal di suatu negeri yang tidak ada di sana ulama yang bisa memberikan fatwa dalam masalah agama, dan juga tidak ada dokter yang memberitahukan mengenai keadaan (kesehatan) badanmu.”_

Beliau mewanti - wanti kepada kita semuanya, agar berhati - hati dengan masalah kesehatan ini.  Karena pengalaman telah mengajarkan kepada beliau bahwa masalah kesehatan akan menghambat produktifitas dalam beramal sholih.

Imam Syafi’i juga berkata,

*إنما العلم علمان: علم الدين، وعلم الدنيا، فالعلم الذي للدين هو: الفقه، والعلم الذي للدنيا هو: الطب.*

_“Ilmu itu ada dua: ilmu agama dan ilmu dunia, ilmu agama yaitu fikh (fikih akbar: aqidah, fikih ashgar: fiqh ibadah dan muamalah, pent). Sedangkan ilmu untuk dunia adalah ilmu kedokteran.”_

*(Adab  Asy-Syafi’i wa manaqibuhu hal. 244, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1424 H, syamilah).*

Yang sangat memahami dunia kesehatan ini tentu adalah para dokter.  Maka memahami dunia kedokteran menjadi fardhu kifayah di dalam Islam.  Oleh sebab itulah, perhatian terhadap dunia kedokteran juga sangat besar di dalam Islam.

Kita mengenal bapak dunia kedokteran dunia adalah orang Islam, Ibnu Sina namanya.  Belum lagi rata-rata ilmuan dan ulama zaman dulu, sebagian diantara mereka juga ahli dalam bidang kedokteran.

Maka setidaknya untuk zaman ini, perlu adanya sinergy yang baik antara para dokter muslim dan praktisi kesehatan dengan para Ulama.  Agar masalah kesehatan yang bisa menghambat lajunya gerak dakwah bisa diminimalisir.
Memang fitrah manusia yang membutuhkan ilmu kedokteran.

Dalam kitab sejarah dituliskan,

*وقد ارتفعت مكانة الطبيب في المجتمع الإسلامي ، وأصبح أقرب الناس إلى الخليفة والحاكم ، بل من الأطباء من أصبحوا من الوزراء الموثوق بهم*

“Dokter/tabib memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Islam. Mereka menjadi salah satu orang yang dekat dengan para khalifah dan hakim. Bahakan ada di antara para dokter/tabib yang menjadi menteri yang terpercaya.”

Hanya saja tidak semua dari kita memiliki akses untuk menimba ilmu kedokteran.  Karena memang harga ilmu kedokteran saat ini terbilang mahal.  Terutama dalam dunia kampus dan biaya pendidikan akademiknya.

Namun beruntungnya saat ini, kita cukup dibantu dengan adanya internet.  Dimana keterbukaan informasi begitu masifnya.  Sehingga ilmu apa saja bisa didapatkan dengan mudah asal ada kouta.  Termasuk ilmu kedokteran pun bisa kita akses disana.

Setidaknya kaum muslimin terlebih lagi para Ulama dan aktifis Islam harus paham perkara-perkara mendasar terkait kesehatan dan ilmu kedokteran. 

Diniatkan untuk ikhtiar menjaga produktifitas dalam beramal ibadah.  Insya Allah akan menjadi pahala yang berlimpah ruah.

Bagi para dokter kiranya perlu untuk mendedikasikan ilmunya demi kemajuan Islam.  Bukan hanya untuk materi dunia belaka.  Diantara caranya adalah dengan berkhidmah kepada para ulama dan aktifis pergerakan Islam.

Saat ini sudah ada wadah-wadah organisasi kesehatan yang mengarah kesana.  Diantaranya seperti *HELPS* misalnya atau *HILMI* dan sebagainya.

Bagi anda yang belum bergabung menjadi relawan kebaikan demi maju dan tegaknya Islam.  Sudah saatnya anda ambil bagian.  Demi masa depan akhirat anda yang lebih menjanjikan.

Kelak kita akan ditanya mengenai ilmu kita.  Apakah sudah digunakan untuk yang semestinya ataukah belum.  Lihatlah para Ulama dan aktifis pergerakan.  Mereka telah mengorbankan seluruhnya untuk Islam.

Tidurnya mereka bisa jadi sangat sedikit. Fisik mereka lelah luar biasa. Otak mereka tak pernah berhenti bekerja. Nutrisi makanan mereka terkadang apa adanya dan jauh dari kata cukup. Pola hidup ideal kadang tidak terperhatikan.

Perhatian mereka lebih terpusat pada kebangkitan ummat.  Maka tugas andalah wahai para dokter dan praktisi kesehatan lainnya. Jika anda belum mampu terjun langsung di medan dakwah sebagaimana sebagian dari saudara-anda yang telah memulainya.  Maka hendaklah anda berkhidmat pada para Ulama dan para aktifisnya.

Bagaimana agar tugas dakwah mereka tetap dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

_"Barang siapa berkhidmat untuk Allah, niscaya segala sesuatu akan berkhidmat untuk dirinya. Siapa yang menangis karena Allah, segala sesuatu akan menangis karena melihatnya"⁣_

*[Yahya bin Mu’adz]⁣*

Imam Ali karamallahu wajhah mengatakan,

 _"Barang siapa berkhidmat untuk dunia, maka dunia itu akan memperbudaknya.'_

Pilihan ada di tangan kita, silahkan mau pilih yang mana!  Yang pasti menyibukkan diri untuk membantu orang-orang muslim adalah ibadah. Terutama khidmah/mengabdikan diri kepada para ulama ahli fikih, ulama ahli tasawwuf dan juga para pemuka agama serta aktifis Islam.

Didalam hadis disebutkan,

*من خدم عالما سبعة أيام فكأنما خدم لله تعالى سبعة آلاف سنة.*

```Siapapun yang mengabdikan dirinya kepada orang 'alim selama tujuh hari, maka seolah-olah ia telah mengabdikan diri karena Allah selama 7000 tahun.```

*(Kifayah al atqiya':60)*

_Wallahu 'alam bishowab_

RAHASIA DI BALIK NIAT BAIK DAN NIAT YANG JELEK


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Rasulullah SAW membatasi manusia menjadi empat tipe.  Sabda beliau SAW :

إنما الدنيا لأربعة نفر: عبد رزقه الله مالاً وعلمًا فهو يتقي فيه ربه ويصِلُ فيه رحمه ويعلم لله فيه حقًّا، فهذا بأفضل المنازل، وعبد رزقه الله علمًا ولم يرزقه مالاً فهو صادق النية يقول لو أن لي مالاً لعملت بعمل فلان، فهو بنيته، فأجرهما سواء، وعبد رزقه الله مالاً ولم يرزقه علمًا فهو يخبِط في ماله بغير علم لا يتقي فيه ربه ولا يصل فيه رحمه ولا يعلم لله فيه حقا، فهذا بأخبث المنازل، وعبد لم يرزقه الله مالاً ولا علمًا فهو يقول لو أن لي مالاً لعملت فيه بعمل فلان، فهو بنيته، فوزرهما سواء
( رواه  احمد  والترمذي  وابن ماجه والبيهاقي)

_Sesungguhnya dunia hanyalah diberikan untuk empat orang : (pertama) hamba yang Allâh berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertakwa kepada Allâh dalam hartanya, dengannya ia menyambung silaturahmi, dan ia menyadari bahwa dalam harta itu ada hak Allâh. Inilah kedudukan paling baik (di sisi Allâh). (kedua) hamba yang Allâh berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan Si Fulan.’ Maka dengan niatnya itu, pahala keduanya sama. (ketiga) hamba yang Allâh berikan harta namun tidak diberikan ilmu, lalu ia menggunakan hartanya sewenang-wenang tanpa ilmu, tidak bertakwa kepada Allâh dalam hartanya, tidak menyambung silaturahmi dan tidak mengetahui bahwa dalam harta itu ada hak Allâh. Ini adalah kedudukan paling jelek (di sisi Allâh). Dan (keempat) hamba yang tidak Allâh berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan Si Fulan.’ Maka dengan niatnya itu, keduanya mendapatkan dosa yang sama.” [Shahih: HR. Ahmad (IV/230-231), at-Tirmidzi (no. 2325), Ibnu Mâjah (no. 4228), al-Baihaqi (IV/)]_

Perhatikanlah sahabat-sahabat sekalian!
Dalam hadits tersebut terdapat pelajaran yang begitu berharga.  Bahwa niat itu memiliki kedudukan yang sangat penting dalam berbagai keadaan.

Sebagaimana diceritakan di hadits tersebut, orang yang pertama tadi memiliki niat yang baik kemudian melaksanakannya karena karunia harta dan kemampuan yang dimilikinya.  Maka dia menjadi orang yang paling mulia.

Kemudian yang kedua, dia tidak memiliki harta namun memiliki niat yang baik dan mulia. Sehingga dia mempunyai pemikiran, seandainya dia memiliki harta sebagaimana orang yang pertama tadi niscaya akan melakukan hal yang sama.  Sehingga dia pun mendapatkan kebaikan pahala yang sama dengan orang yang pertama karena niatnya.

Adapun yang ketiga, seseorang yang diberikan harta oleh Allah namun tidak dikaruniai ilmu.  Sehingga dia berbuat serampangan dengan hartanya itu.  Tidak peduli lagi mana yang halal dan mana yang haram.  Tidak mengerti ada hak Allah pada hartanya.  Sehingga dia pun menjadi manusia yang paling hina.

Kemudian yang keempat, seseorang yang tidak diberi ilmu maupun harta.  Akan tetapi dia memiliki niat yang buruk. Sehingga dia berkata, "sekiranya aku memiliki harta seperti orang yang ketiga tadi, niscaya aku akan melakukan hal yang sama". Maka dia pun mendapatkan dosa yang sama sebagaimana orang yang ketiga tadi mendapatkannya.

Maka renungkanlah wahai sahabat sekalian.  Hadits ini menjadi kabar gembira sekaligus peringatan bagi kita semuanya.  Agar berhati-hati dengan niat di dalam hati.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

*مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَغَلَبَهُ النَّوْمُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ*.

```“Barangsiapa yang naik ke atas ranjangnya sedang ia telah berniat untuk bangun melakukan shalat di malam hari, namun ia tertidur hingga waktu Shubuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Rabb-nya.”[HR. An-Nasa-i dalam kitab ash-Shalaah, bab Man Ataa Firaa-syahu wa Huwa Yanwil Qiyaam, (hadits no. 1786), Ibnu Majah dalam kitab Iqaamatish Shalaati was Sunnati fii ha, bab Maa Jaa-a fii man Naama ‘an Hizbihi minal Lail, (hadits no. 1344), al-Hakim dalam al-Mustadrak].```

Dengan niat amal kita selamat, dengan niat pula amal kita akan terhambat.  Maka luruskan niat sebelum terlambat.

_Yaa Allah anugerahi kami selalu niat-niat yang baik sepanjang hidup kami. Aamiin_

Senin, 17 Februari 2020

PROYEK TEROWONGAN SILATURRAHMI DAN SIMBOL PENDANGKALAN AQIDAH KAMI


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Presiden Joko Widodo mengatakan bakal ada terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, Jakarta. Dua tempat ibadah besar ini sebetulnya hanya berjarak selemparan batu.

"Ini menjadi sebuah terowongan silaturahmi. Jadi tidak kelihatan berseberangan, tapi silaturahmi," kata Jokowi saat meninjau renovasi Masjid Istiqlal, Jumat (7/2/2020) lalu. Ketika itu Jokowi didampingi Menteri Agama Fachrul Razi dan Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Menurut koran TEMPO, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Jokowi berharap penghubung di bawah tanah ini diharapkan menjadi simbol bagi kerukunan dan toleransi antar umat beragama.

Beberapa respon mulai bermunculan setelah itu.  Diantaranya dari MUI Jatim yang menyayangkan adanya proyek tersebut.

Rencana proyek pembangunan terowongan Istiqlal-Katedral dikecam MUI Jatim. Proyek tersebut adalah hal yang sia-sia dan justru akan menambah masalah.

"Negeri ini sudah banyak masalah, jangan ditambah lagi. Proyek itu tidak ada gunanya," ujar Ketua Umum MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori kepada detikcom, Senin (17/2/2020).

Hidayatullah.com- Aliansi Ulama Madura (AUMA) dan Aliansi Ulama Tapal Kuda (AUTADA) menentang rencana Presiden Joko Widodo membangun terowongan penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta Pusat.

Sekretaris AUMA Kiai Fadholi Ruham mengatakan, meskipun rencana pembangunan terowongan Masjid Istiqlal-Gereja Katedral itu tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan para ulama ini, tetapi pihaknya menolak keras rencana tersebut.

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah berharap pemerintah lebih mewujudkan toleransi yang hakiki bukan simbolisasi fisik seperti terowongan silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral itu.

"Kalau menurut saya, yang dibutuhkan sekarang itu bukan silaturahmi dalam bentuk fisik dengan terowongan tapi yang diperlukan itu silaturahmi dalam bentuk infrastruktur sosial di mana pemerintah ini secara sungguh-sungguh membangun toleransi yang autentik, toleransi yang hakiki, bukan toleransi yang basa-basi," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, di kantornya, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).

Kalau kita perhatikan rupanya yang menginspirasi adanya proyek terowongan silaturrahmi ini adalah konsep toleransi beragama yang dianut oleh negara ini.  Toleransi yang tidak memiliki standar yang jelas sehingga cenderung memiliki ukuran yang nisbi.

Toleransi berubah bentuk menjadi sinkritisme agama.  Berlanjut pada pendangkalan aqidah ummat Islam dan kemerosotan iman.

Dampaknya munculnya berbagai hal yang nyeleneh di masyarakat dalam mewujudkan toleransi agama ini.  Salah satu contoh kasus teraktual seperti   yang terjadi di Magetan, Jawa Timur. 

Ketika ada seorang beragama katolik meninggal.  Orang Katolik tersebut dikenal sangat baik, dermawan dan suka menolong tanpa memandang apapun agama orang yang ditolong. Kaum muslimin disana berhadir ke rumah yang bersangkutan dan berkumpul untuk mendoakan 40 hari kematian sang penganut katolik dengan cara Islam yang biasa dilakukan oleh warga nahdhiyin.  Ini kan sudah kelewat batas kewajaran.  Masa orang Islam mendoakan keselamatan bagi orang kafir yang sudah jelas mati dalam kekafiran.

Semua bermuara pada adanya konsep kebebasan berkeyakinan yang dianut oleh ideologi sekularisme kapitalis.  Inilah yang menjadikan batas-batas agama dianggap penghambat kemajuan.

Lalu dibuatlah program dialog-dialog antar agama, dengan maksud dan tujuan mencari titik temu masing-masing agama dengan agama lainnya. Gagasan semacam ini jelas bukanlah berasal dari Islam.

Bahkan tidak ada asal usulnya sama sekali di dalam Islam.  Justru akan kita temukan gagasan semacam ini dari peradaban Barat.  Penggagasanya adalah orang-orang barat kafir.

Diantaranya menurut catatan sejarah, pertama kali muncul secara internasional pada tahun 1932.  Ketika itu Prancis mengutus delegasinya untuk bertemu para Ulama di Universitas Al Azhar Kairo.  Misi yang mereka bawa adalah penyatuan tiga agama yaitu  Islam, Kristen dan Yahudi. 

Untuk menindaklanjuti gagasan ini maka diselenggarakanlah sebuah konferensi pada tahun 1933.  Konferensi ini dihadiri oleh para misionaris dan orientalis dari berbagai universitas yang ada di barat.

Konferensi demi konferensi terus diselenggarakan sampai kurun waktu 70 atau 80 an.  Setidaknya ada belasan konferensi yang dilaksanakan.

Yang paling menonjol adalah konferensi dunia II untuk agama Islam di Belgia. Konferensi ini dihadiri 400 delegasi dari berbagai agama.

Dari berbagai konferensi yang diadakan sampai sekarang muncul lah beberpa justifikasi dan rekomendasi.  Diantara yang pertama kali muncul adalah, perang melawan kekufuran bernama atheisme.  Kemudian perang melawan radikalisme agama yang membawa ajaran truth claim (monopoli claim kebenaran).  Lalu mengembangkan paham moderat dan pluralisme agama.

Diantara rekomendasi yang muncul dari program dialog antar agama ini adalah, pemaknaan ulang beberapa istilah baku di dalam agama.  Seperti istilah kafir, syirik, dan sebagainya demi menghindari konflik atau sesuatu yang dianggap sebagai pemecah belah persatuan.

Selanjutnya adanya upaya mencari titik temu masing-masing agama.  Terutama tiga samawi yang ada seperti Islam, Kristen dan Yahudi.  Dari sinilah kelak lahir pluralisme agama.

Selain itu diupayakan adanya rekonstruksi sejarah dan kurikulum pendidikan agama. Demi menghindari permusuhan antar agama.  Maka muncullah penghapusan dan perubahan beberapa hukum syariat.  Seperti Khilafah dan Jihad.

Lalu dibuatlah isu utama yang perlu digaungkan bersama semacam demokrasi, HAM, Feminisme dan anak pinaknya dari paham sekularisme.  Maka jelaslah bagi kita bahwa ini program Barat untuk melemahkan dan menjauhkan Islam dari ummatnya.

Dikemas dan dipoles sedemikian rupa dengan dalih dialog antar agama dan toleransi agama.  Sejatinya adalah program pendangkalan akidah dan jebakan menuju kekufuran.

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS al-Baqarah [2]: 120

Padahal hubungan antara kaum muslimin mereka adalah hubungan dakwah ilal Islam. Misinya adalah bagaimana mengajak dan menampakkan Islam kepada mereka. bukan malah mencari titik temu antar agama.

Tugas mulia mendakwahi mereka yang belum memeluk Islam telah dilakukan pendahulu kita semenjak 14 abad yang lalu.  Hal ini terus dilakukan karena kewajiban yang telah Allah SWT telah tetapkan di dalam Al Qur'an.

Lihatlah firman Allah SWT semisal pada QS. An Nahl : 125 :

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

_Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk._


Dalam shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkirim surat kepada Heraclius (Raja Romawi). Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu . Teksnya berbunyi :

“Dengan nama Allâh, Pengasih dan Penyayang.
Dari Muhammad, hamba Allâh dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan untuk mengikuti ajaran Islam. Peluklah agama Islam, tuan pasti akan selamat ! Peluklah Islam, Allâh Azza wa Jalla pasti akan memberi pahala dua kali kepada tuan ! Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin menjadi tanggungiawab tuan.

Katakanlah, _“Wahai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang berhak kita ibadahi kecuali Allâh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allâh”. jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allâh)”_

Dari sini jelaslah bahwa tujuan adanya hubungan dengan pihak non-Islam adalah untuk mengajak kepada Islam dan meninggalkan kekufuran.  Bukan malah membiarkan mereka tetap bertahan dengan kekufurannya.

Semoga Allah beri kepahaman kepada kita semuanya.

*Barakallahu fiikum*

Minggu, 16 Februari 2020

KISAH PERANG QADISIYAH, WIBAWA UMMAT DAN SEMANGAT JIHAD


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Pada masa khalifah Umar bin Khaththab, tepatnya pada tahun 15 hijriah, pasukan muslim yang dipimpin Sa'ad bin Abi Waqqash menuju Qadisiah untuk memerangi pasukan Persia yang dipimpin oleh Rustum.

Umar juga mengirim pasukan tambahan dari Madinah yang dipimpin oleh Mughirah bin Syu'bah untuk mendukung Sa'ad.

Pasukan Abu Ubaidah sejumlah seribu orang yang berada di daerah Syam, juga diminta Umar untuk bergabung dengan Sa'ad.

Ketika kedua pasukan, Muslimin dan Persia telah berhadapan, Rustum mengirim utusan menemui Sa'ad agar ia mengirim seseorang yang alim dan bijaksana kepadanya untuk melakukan pembicaraan.

Sa'ad pun mengirim Rib'i bin Amir. Pada hari berikutnya Rustum meminta dikirim lagi orang lainnya, Sa'ad mengirim Huzaifah bin Mihsan. Ketika pada hari berikutnya Rustum masih meminta lagi orang lainnya, Sa'ad mengirim Mughirah bin Syu'bah.

Mughirah segera memacu tunggangannya membelah kumpulan pasukan Persia tanpa sedikitpun rasa gentar.

Ketika memasuki ruang pertemuan yang dipersiapkan, Rustum telah menyediakan tempat duduk yang beralaskan kain sutera, tetapi Mughirah tidak mau duduk di situ. Ia meminta seseorang di sebelah Rustum untuk melemparkan perisainya, dan ia menduduki perisai tersebut.

Pada mulanya pembicaraan berlangsung tenang, dan dalam beberapa hal Rustum mengakui kebenaran yang disampaikan oleh Mughirah. Tetapi pada akhirnya, Rustum menawarkan makanan, uang dan harta lainnya yang sangat banyak, dengan syarat pasukan muslim ditarik dari Qadisiah. Atas penawaran ini, tegas sekali Mughirah berkata,

_"Akankah itu terjadi jika kami memusnahkan kerajaanmu dan melemahkan kekuatanmu? Kami tidak mempunyai waktu yang banyak, kami hanya akan mengambil jizyah darimu dan kamu akan berada di bawah taklukan Madinah dan menjadi hamba kami, akibat dari kekerasan hatimu…"_

Pembicaraan menjadi panas, terjadi saling mengancam dan perang mental. Rustum mengancam akan membantai habis pasukan muslim yang hanya sekitar 30.000 orang, dengan 120.000 tentaranya. Mendengar ancaman ini, dengan tegar Mughirah berkata,

_"Jika kalian membunuh kami, maka kami akan memasuki jannah, tetapi jika kami membunuh kalian, tempat kalian adalah neraka yang menyala-nyala.  Kami datang kepada kalian untuk memerangi kalian bukan karena tujuan dunia.  Melainkan karena ingin meninggikan kalimat Allah saja"_

Sebelum itu diutuslah oleh Sa'ad seorang Rib'i bin Amir.  Rib’i pun segera berangkat menemui Rustum dan masuk ke istananya. Di dalam istana para rajuritnya memakai mahkota dan pakaian yang ditenun dengan warna emas dengan dilengkapi senjata, di lantainya pun digelar permadani dan bantal, sedangkan Rustum sendiri memiliki ranjang dari emas.

Dengan mengendarai kudanya yang kerdil, berpakaian lusuh, berbaju besi dan bertopi baja, serta membawa pedang yang disarungkan dalam lipatan bajunya yang agak usang, ia juga membawa tombak, perisai, dan busur panah.

Rib'i memasuki kastil Rustum yang dipisahkan dengan sebuah jembatan. Memasuki ruang pertemuan yang telah dihiasi dengan bantal-bantal bertahtakan emas dan beralaskan sutera, Rib'i tidak turun dari kudanya. Ketika sampai pada permadani yang terdekat, ia diminta turun dari kudanya, namun Rib’i tetap melewati permadani, dan setelah berada di atas permadani, ia pun turun darinya dan mengikat kudanya dengan dua bantal yang ada dengan membelah bantal itu kemudian memasukkan tali ke dalamnya.

Para prajurit Persia tidak mampu menghalanginya dan mereka berkata kepadanya, _“Letakkan senjatamu"._  Rib’i menolaknya sambil berkata dengan gagah beraninya, _“Aku tidak datang kepada kalian untuk meletakan senjata atas perintahmu. Kalianlah yang mengundangku. Jika kalian tidak suka kedatanganku dengan caraku, maka aku akan kembali.”_

Rib’i menolak perintah itu dan berkata, _"Bukan aku yang ingin datang menemuimu, tetapi kamu sendirilah yang memanggilku untuk menemuimu. Jika engkau membiarkanku seperti ini, aku akan menunggu. Jika tidak, aku akan kembali."_

Para prajurit Persia memberitahukan kepada Rustum tentang sikap Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu dan akhirnya Rustum mengizinkan Rib’i menemuinya, ia pun bertanya kepada prajuritnya, _“Apakah dia hanya sendiri?”_

Lalu diberitahukan kepadanya. Rib’i pun datang sendiri dan bersandar dengan tombaknya sambil menusuk bantal dan permadani yang ada di bawahnya, sehingga ia tidak meninggalkan bantal dan permadani kecuali dalam keadaan rusak. Ketika Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu telah mendekat kepada Rustum, maka para pengawalnya segera melindungi Rustum, lalu Rib’i duduk di lantai dan menancapkan tombaknya di permadani.

Para pengawal Rustum pun berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu bersikap demikian?” Rib’i menjawab, _“Kami tidak suka duduk di atas perhiasan kalian ini!”_

Maka mulailah Rustum berbicara dengan Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Rustum bertanya, _“Apa yang kamu bawa?”_

Rib’i menjawab:

اَللهُ ابْتَعَثَنَ واَاللهُ جَاءَ بِنَ لاِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَ عىِبَادَةِ اللهِ و،َمِنْ ضِيْقِ
الدُّنْيَ إاِلَ سىَعَتِهَ وا،َمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَ عىَدْلِ الْإِسْلاَم ِفَأَرْسَلَنَ باِدِيْنِهِ إِلَ خىَلْقِهِ لِنَدْعُوَهُمْ
إِلَيْهِ ف،َمَنْ قَبِلَ مِنَّ ذاَلِكَ قَبِلْنَ ذاَلِكَ مِنْهُ وَرَجَعْنَ عاَنْهُ و،َتَرَكْنَاهُ وَأَرْضَهُ يَلِيْهَ داُوْنَنَ وا،َمَنْ

_“Sesungguhnya Allah mengirim kami untuk mengeluarkan hamba dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju kelapangannya, dan dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam. Dia mengirim kami membawa agamanya untuk kami ajak manusia kepada-Nya. Barang siapa yang menerimanya, maka kami akan kembali; membiarkan dirinya dan negerinya untuk diatur olehnya; bukan oleh kami. Tetapi barang siapa yang menolaknya, maka kami akan memeranginya selama-lamanya sampai kami memperoleh janji Allah.”_

Rustum berkata, _“Apa janji Allah itu?”_ Ia menjawab, _“Yaitu surga bagi orang yang meninggal dunia dalam memerangi mereka yang menolak itu dan kemenangan bagi yang masih hidup.”_

Rustum berkata, _“Saya telah mendengar kata-kata Anda, maka bolehkah Anda menunda tawaran ini agar kami berpikir dan Anda pun menunggu?”_ Rib’i menjawab, _“Ya. Berapa hari yang kamu mau; sehari atau dua hari?”_ Rustum menjawab, _“Tidak, bahkan sampai kami mengirim surat kepada orang-orang berpengalaman di antara kami dan kepada para tokoh kami.”_

Ketika itu Rustum mencoba mengadakan pendekatan kepadanya dan mencoba menolak tawaran itu, maka Rib’i berkata, _“Sesungguhnya termasuk hal yang ditetapkan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dan dipraktekkan oleh para pemimpin kami adalah tidak membiarkan musuh di luar pengetahuan kami dan tidak memberikan kesempatan kepada mereka lebih dari tiga hari. Kami akan datang kepada kalian selama tiga hari, maka silahkan pikirkan_

أَبَى قَاتَلْنَاهُ أَبَداً، حَتَّى نُفْضِيَ إِلَى مَوْعُوْدِ اللهِ

_urusan kamu dan mereka, dan pilihlah satu di antara yang tiga setelah habis waktunya; pilih Islam sehingga kami akan biarkan engkau dan negerimu, membayar jizyah (pajak) sehingga kami terima darimu dan membiarkan dirimu, dan jika engkau tidak membutuhkan bantuan kami, maka kami biarkan dirimu, namun jika engkau membutuhkannya, maka kami akan membelamu, atau engkau memilih perang perang pada hari keempatnya._

_Kami tidak akan memulainya antara hari ini dengan hari keempat kecuali jika engkau memulainya. Saya menjadi penjaminmu terhadap para sahabatku dan semua orang yang nanti engkau lihat.”_ Rustum berkata, _“Apakah engkau pemimpin mereka?”_ Rib’i menjawab, _“Bukan. Akan tetapi kaum muslimin seperti satu jasad; satu dengan yang lainnya; dimana yang bawah dari mereka melindungi yang atas.”_ *(Tarikh Thabari 3/519-520)*

Mendengar keputusan tegas yang dikatakan Rib’i tersebut, Rustum berkata, _"Apakah engkau pemimpin pasukan mereka?"_

_"Bukan,"_ Kata Rib'i, _"Tetapi kami umat Islam seumpama satu tubuh manusia, yang di atas akan melindungi yang di bawah, yang di bawah mendukung yang di atas..!!"_  Setelah itu, Rib'ipun meninggalkan ruang pertemuan dengan Rustum tersebut.

Ternyata dalam tiga hari tersebut, Rustum selalu meminta kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, komandan pasukan muslim untuk mengirimkan seorang utusan. Tetapi akhirnya Rustum tidak bisa "didakwahi" dengan baik-baik untuk memeluk Islam, atau mengijinkan Islam didakwahkan di tanah Persia dengan membayar Jizyah ke Madinah. Setelah tiga hari tersebut, pecahlah Perang Qadisiah, walau jumlah pasukan Rustum sebanyak 120.000 prajurit, tetapi bisa diporakporandakan oleh pasukan muslim yang hanya berjumlah 30.000 prajurit.

Lihatlah tegas dan berwibanya kaum muslimin ketika itu.  Bukan karena jumlah dan kekuatan senjata yang lengkap.  Tapi karena semangat dan kekuatan pemikiran mereka.  Tumbuh dan berkembang atas binaan Al Musthofa Rasulullah SAW.

Maka, kewibawaan marwah kaum muslimin akan kembali lagi ketika mereka menyadari kekuatan mereka.  Mengetahui bahwa Islam adalah modal terbesar mereka dalam memimpin dunia.  Bukan dengan yang lainnya.

*Wallahu'alam bishowab*

Sabtu, 15 Februari 2020

KETAATAN ITU WAJIB, TAPI INGAT ADA SYARAT DAN KETENTUAN


*Oleh : Abu Afra*
_t.me/AbuAfraOfficial_

Ketaatan kepada pemimpin itu mutlak di dalam sebuah kepemimpinan.  Ini pesan Islam kepada seluruh kaum muslimin tanpa terkecuali.

Ketaatan hukumnya wajib tanpa bisa ditawar lagi.  Maka menyelisihi pemimpin itu hukumnya haram.  Tapi mengkritiknya tetaplah diperbolehkan.  Namun kritik tidak boleh keluar dalam kerangka ketaatan. 

Ketaatan akan mudah jika pemimpin yang diikuti adalah sosok pemimpin yang ideal.  Namun ketaatan akan terasa berat ketika sosok pemimpin yang diikuti adalah pemimpin yang gagal.

Hanya saja, bagaimanapun sosok pemimpin ideal ataupun tidak, tetaplah dia memiliki hak untuk ditaati.  Demikianlah Islam menggariskannya.  Dengan syarat, selama pemimpin itu tidak memerintahkannya kepada keharaman.

Di dalam kitab Nizham Al Hukmi fil Al Islam yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhani kemudian disyarah kembali oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum terdapat sebuah pembahasan yang berjudul,

 *الطاعۃ للحاكم المسلم الذي يحكم بالاسلام فرض*

_(Ketaatan terhadap Penguasa Muslim yang berhukum dengan Islam adalah Wajib)._

Disampaikan oleh penulis bahwa ketaatan terhadap penguasa muslim yang berhukum dengan syariat Islam itu wajib secara mutlak. Walaupun dia zholim.  Meskipun pemimpin tersebut mengambil hak-hak kita.  Selama dia tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Dan selama tidak tampak padanya kekufuran yang jelas dan terang.

Beliau berdalil dengan ayat diantaranya : 

*يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ (النساء : ٥٩).*

_Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri diantara kalian. (TQS. AN NISA : 59)._

Selain itu dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya.  Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwasanya beliau pernah mendengar dari Abu Hurairah ra. Telah bersabda Rasulullah SAW :

*من أطاعني فقد أطاع الله، ومن يعصني فقد عصى الله، ومن يطع الأمير فقد أطاعني، ومن يعص الأمير فقد عصاني؛ (رواه مسلم.)*

_“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada amirku (yang muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amirku, maka ia maksiat kepadaku.”_

_(HR. Al-Bukhari (no. 7137), Muslim (no. 1835 (33)), Ibnu Majah (no. 2859) dan an-Nasa-i (VII/154), Ahmad (II/252-253, 270, 313, 511), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (X/41, no. 2450-2451)_

Kemudian lagi beliau berdalil dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Amru bin Al Ash radhiyallahu 'anhu.  Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

*وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ ، وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ ، فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ ، فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ*

_Siapa saja yang  membai’at seorang imam, lalu memberikannya dengan suka rela dan sepenuh hati,  maka hendaknya dia mentaatinya dengan sekuat tenaga; jika ada orang lain yang merebutnya, maka penggallah leher orang yang terakhir itu.” (HR. Muslim)._

Berdasarkan dalil-dalil tersebut menjadi jelaslah bahwa ketaatan terhadap pemimpin itu wajib hukumnya.  Karena sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan ketaatan kepada 'Ulil Amri, kepada Amir, kepada para Imam, dan dalil-dalil yang telah disebutkan disini mengindikasikan akan kewajibannya secara pasti.

Karena itulah di dalam syariat Islam ini ditetapkanlah bahwa bermaksiat kepada seorang pemimpin sama saja hukumnya seperti bermaksiat terhadap Rasul SAW.  Sama pula maknanya bermaksiat kepada Allah SWT.

Apalagi dalil terkait hal ini dikuatkan dengan adanya hadits berikut ini,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا ، وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

_Dengarkanlah dan taatilah oleh kalian, walaupun orang yang dipercayakan untuk memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya Ḥabasyi (Ethiopia), yang kepalanya seperti kismis"_
(HR.BUKHARI).

Terkait hadits ini beliau menjelaskan bahwa ketaatan itu tetap wajib diberikan sekalipun sosok pemimpin seperti digambarkan dalam hadits tersebut.

*ولو كان الحاكم عبدا حبشيا*

 _(Sekalipun penguasa itu seorang budak habasyah yang hitam)_

Ini menunjukkan dalil yang pasti bahwa ketaatan itu wajib hukumnya. Tanpa memandang siapapun sosok pemimpinnya.

Hanya saja dalil-dalil ini seringkali disalahpahami oleh sebagian kaum muslimin.  Seolah-olah adanya perintah ketaatan terhadap pemimpin kaum muslimin ini menjadi dalil untuk tidak melakukan kritik terhadap penguasa yang tidak menerapkan hukum Islam.

Padahal konteks ayat dan hadits yang menyebutkan mengenai ketaatan terhadap penguasa muslim di sini adalah maksudnya mereka yang menerapkan hukum Islam.  Bukan penguasa yang menerapkan hukum kufur demokrasi.

Karena kalau diibaratkan itu seperti orang yang menerapkan hukum-hukum terkait hak dan kewajiban suami isteri kepada pasangan yang tidak sah secara agama.  Karena mereka berkumpul saja tanpa adanya akad yang disahkan oleh agama.

Maka secara otomatis hukum-hukum terkait hak dan kewajiban pasangan suami istri tidaklah bisa diterapkan pada mereka.

Negara yang tidak dibangun berdasarkan akad syar'i tentu tidaklah dapat dikatakan negara Islam.  Karena asasnya bukanlah syariat Islam.  Maka segala ketetapan syariat terkait hak dan kewajiban warga negara juga belum bisa diberlakukan.

Semisal masalah ketaatan yang merupakan kewajiban rakyat terhadap penguasa.  Kita memang wajib taat selama hukum yang diterapkan sejalan dengan syariat.  Tetapi jika hukum yang dipakai untuk mengurusi rakyat adalah hukum kufur demokrasi maka jelas dalam hal ini ketaatan menjadi gugur.

*لا طاعۃ في امعصيۃ*

_(Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan)_

Hal ini sebagaimana sabda Nabi ﷺ :

 عَلى المَرْءِ المُسْلِم السَّمْعُ والطَّاعَةُ فِيما أَحَبَّ وكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإذا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلا سَمْعَ وَلا طاعَةَ (متفقٌ عَلَيْهِ)

_Kewajiban seorang muslim adalah mendengar dan mentaati dalam perkara yang ia senangi maupun ia benci, selama ia tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila ia diperintakan untuk bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan mentaati."_

Imam Al-Muzani rahimahullahu ta'ala  menjelaskan mengenai hadits ini :

 وَالطَّاعَةُ لِأُولِي الْأَمْرِ فِيْمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِياًّ وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًا. وَتَرْكُ الْخُرُوْجِ عِنْدَ تَعَدِّيْهِمْ وَجَوْرِهِمْ وَالتَّوْبَةِ إِلىَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ

```Dan bersikap taat kepada Ulil Amri (pemerintah) dalam hal-hal yang diridlai Allah Azza Wa Jalla, dan meninggalkan (ketaatan kepada mereka) pada hal-hal yang dimurkai Allah. Meninggalkan sikap khuruj (menentang kekuasaannya) ketika pemerintah bersikap sewenang-wenang dan tidak adil. Bertaubat kepada Allah Azza Wa Jalla agar pemerintah bersikap kasih sayang terhadap rakyatnya.```

Dari sini menjadi jelaslah kepada kita bahwa ketaatan terhadap penguasa itu bukanlah ketaatan yang membabi buta.  Sudah babi buta lagi, kasian banget kalau seperti ini. 

Intinya taatilah selama pemimpin itu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.  Siapapun mereka dan apapun latar belakangnya tidak menjadi ukuran utama.  Yang terpenting adalah bagaimana komitmen seorang pemimpin terhadap hukum syara'.

*وﷲ اعلم با الصواب*

_Semoga Allah Memberi Petunjuk Kepada Kita Semuanya. Allahumma Aamin._

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...