Selasa, 28 Januari 2020

JIKA ANDA BERTAQWA, REZEKI ANDA TIDAK TERKIRA.


_Oleh : Abu Afra_

K.H Didin Hafiduddin pernah bertanya pada salah seorang murid beliau yang kebetulan seorang Direktur sebuah perusahaan. Kata beliau, _"Apakah penghasilan kamu
tiap bulan sama?"_ lalu dijawab oleh sang murid, _" iya kiyai kurang lebih sama"._

Sang kiyai kemudian bilang, _" kalau begitu kamu terindikasi kurang bertaqwa"._  Sang murid pun merasa kaget dengan jawaban sang kiyai.

Kiyai Didin kemudian melanjutkan, _" Kalau kamu bertaqwa seharusnya rezekimu tak terduga.  Demikian janji Allah Jalla wa 'ala."_

Apa yang disampaikan kiyai Didin bukanlah isapan jempol belaka.  Beliau ngomong itu ada dalilnya.  Lihat saja di Al Qur'an Surat Ath Talaq ayat 2 dan 3 :

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

_Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya._

ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.


Rezeki memang bukanlah sesuatu yang bisa dipastikan dengan hitungan angka sebagaimana gaji.  Karena rezeki itu pemberian Allah SWT.  Jadi terserah Allah mau kasih berapa kepada hamba-Nya. Beda sama gaji yang angkanya bisa saja sudah dipastikan sesuai dengan pangkat dan golongan.  Atau sesuai dengan keahlian seseorang.  Namun kita wajib yakin bahwa Allah SWT telah menetapkan rezeki kita selama kehidupan masih berjalan.

Sebagaimana Allah telah sampaikan di dalam Al Qur'an :


وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan tidak ada satupun makhluk bergerak (bernyawa) di muka bumi melainkan semuanya telah dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediaman dan tempat penyimpanannya. Semua itu (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). – (Q.S Hud: 6)

Kami secara pribadi sudah begitu sering merasakan hal ini.  Mungkin begitu pun dengan anda yang sedang baca tulisan ini.  Boleh jadi penghasilan kita di bulan ini berbeda dengan penghasilan kita di bulan sebelumnya.  Walaupun secara matematis seharusnya sama saja karena sehari-hari kita bekerja sebagai karyawan atau pegawai yang sudah pasti secara angka misalnya.  Namun kadang rezeki itu bisa saja datang dari pintu-pintu lainnya selain gaji kita.

Kita kembali lagi ke  Q.S. At Talaq ayat 2-3 yang telah kami sebutkan di atas.  Ayat ini seringkali juga disebut-sebut sebagai ayat seribu dinar.  Kok bisa? Menurut beberapa riwayat yang masyhur di tengah masyarakat kita begini kisahnya.

Diceritakan pada zaman dahulu ada seorang pedagang lelaki yang bermimpi didatangi Nabi Khidir.

Pedagang itu kemudian diperintahkan untuk bersedekah uang sebanyak seribu dinar. Setelah tiga kali mengalami mimpi yang sama pedagang itu mulai berpikir bahwa mimpi yang beliau alami itu adalah benar.

Pedagang itupun kemudian bersedekah uang sebanyak seribu dinar, seperti yang diperintahkan melalui mimpinya. Setelah itu, sekali lagi pedagang tersebut bermimpi bertemu Nabi Khidir. Lalu Nabi Khidir pun mengajarkan pedagang itu ayat 2-3 surah at-Talaq untuk diamalkan. Lalu beramallah pedagang dengan ayat ini.

Sehingga pada suatu hari pedagang tersebut ingin pergi berdagang ke suatu tempat yang lain melalui jalur laut dengan menaiki kapal. Di tengah pelayaran ia dilanda angin topan yang sangat dahsyat. Yang bisa dilakukan oleh pedagang itu hanya bertawakal kepada Allah sambil terus membaca ayat yang diajarkan Nabi Khidir.

Akhirnya kapal itupun pecah dipukul ombak, semua penumpangnya tidak selamat kecuali pedagang tersebut. Saat angin reda, ia mendapati dirinya terdampar di tepi pantai sebuah negeri asing dengan barang dagangan yang tidak rusak sedikit pun. Sambil menadahkan tangan mengucap syukur kepada Allah Swt ia sadar dan insyaf akan kebesaran keutamaan ayat yang diamalkannya. Pedagang itu lantas memutuskan untuk menetap di negeri tersebut.

Tinggallah lelaki itu di negeri yang baru, berdagang dan berniaga dengan penduduk negeri, di samping terus mengamalkan membaca ayat 2-3 surat at-Thalaq. Hingga ia diangkat menjadi raja di negeri tersebut (rezeki yang tidak disangka-sangka). Begitulah kisahnya, sehinggalah sekarang ini ayat yang diajar Nabi Khidir itu digelar ayat seribu dinar.

Entah dari mana sumber cerita tersebut, kami pribadi pertama kali menemukan istilah ayat seribu dinar ini ketika dahulu menghafalkan doa-doa di dalam sebuah kutayib karangan tuan guru Qusyairi Hamzah yang berjudul Risalah 'Amaliyah.  Kitab kecil ini sangat populer di kalangan warga nahdhiyin terutama di daerah kami Kalimantan Selatan.

Di dalam kitab kecil itu dijelaskan agar ayat ini diamalkan sebanyak tiga kali pengulangan setiap selesai shalat fardhu agar diberikan kemudahan dalam perkara rezeki.

Terlepas dari itu semua, ada pesan penting dari ayat ini.  Di dalam ayat tersebut terdapat janji Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya yang bertaqwa dan bertawakkal kepada Allah SWT.

Allah SWT berjanji akan memberikan jalan keluar atas setiap persoalan di dalam hidupnya.  Selain itu juga diberikan jalan rezeki yang tidak terduga sebelumnya. Bahkan diberi kecukupan atas segala kebutuhannya.

Memang kita tidak boleh menafikan kelebihan ayat seribu dinar. Para ulama menganjurkan supaya mengamalkan ayat ini untuk memperoleh kejayaan atau keuntungan. Walaupun terdapat perselisihan dan pertentangan dari para alim ulama mengenai kelebihan dan kesahihan sumbernya, karena tidak ada dalil dari Alquran atau hadis yang shahih.

Jadi menurut hemat kami ini pilihan saja.  Bagi anda yang meyakininya silahkan beramal dengannya, bagi anda yang masih ragu maka amalkan seruan ayat ini yang jelas qoth'i tsubut maupun dilalahnya.

Apabila diperhatikan kepada makna setiap ayat, memang tepat dan benar bahwa ayat ini amat penting untuk diamalkan oleh setiap umat Islam, agar lebih tinggi kebergantungan seseorang itu kepada Allah Swt dalam setiap tindak tanduk dan perbuatan.

Kami berkhusnuzhon saja dengan para ulama yang menganjurkan mengulang-ulang ayat ini.  Tentu dengan sering mengulangnya lama-lama akan hafal.  Selanjutnya setelah hafal menjadi faham dan sadar lalu bermetamorfosa menjadi sebuah keyakinan yang bulat.  Fainsya Allah.

Juga dapat dipahami bahwa ayat tersebut mengandung dua pelajaran supaya kita bertakwa dan bertawakal kepada Allah dalam semua urusan rezeki dan kebergantungan.

Hanya Allah yang Maha Berkuasa menentukan rezeki dan jalan keluar dari setiap persoalan hidup setiap hamba-Nya.  Jika keyakinan itu disematkan di hati dan pikiran maka sudah tentu Allah lah tempat penentu kesudahan.

Lantas taqwa itu sendiri apa sih sebenarnya?

Imam Ibnu Rojab  Rohimahullah pernah mengatakan :
_“Asal/ dasar taqwa adalah seorang hamba menjadikan adanya tameng antara dirinya dan hal yang ditakuti, diwaspadainya. Sehingga taqwa seorang hamba kepada Robbnya adalah dia menjadikan adanya tameng antara dirinya dan hal yang dikhwatirkan, ditakutinya berupa marah, kemurkaan dan hukuman dari Robbnya yaitu dengan melakukan keta’atan kepada Nya dan menjauhi maksiat kepada Nya”._

Inilah makna taqwa dalam Firman Allah Subhana wa Ta’ala,

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

_ "Bertaqwalah kepada Allah yang hanya kepada Nyalah kamu akan dikumpulkan"_

(QS. Al Maidah [5] : 96)

*Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang bertaqwa.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...