Sabtu, 18 Januari 2020

*CITA-CITA DAN TEKAD BAJA*


_Oleh  : Abu Afra_

Di Sumedang Jawa Barat terdapat sebuah pondok pesantren Tahfidzul Qur'an yang di pimpin oleh seorang ustadz yang secara fisik memiliki disabilitas.

Kaki dan tangan beliau ditaqdirkan oleh Allah tidak sempurna semenjak lahirnya. Akan tetapi di tengah keterbatasannya beliau tetap mampu menjadi seorang penghafal Al Qur'an dan bahkan mencetak para penghafal qur'an lainnya.  Setidaknya sudah 40 lebih penghafal qur'an yang beliu telurkan.

Disamping itu beliau aktif memberikan kajian dan motivasi kepada masyarakat sekitar pondok dengan hanya berjalan menggunakan satu kaki saja kemana-mana pergi.  Luar biasa bukan?

Waktu yang beliau butuhkan untuk menghafal Al Qur'an hanya sekitar 1 tahun 2 bulan saja.  Ada lagi kisah nyata yang tidak kalah luar biasanya.

Adalah Ummu Shalih namanya.  Usianya  82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Dengan usianya yang sudah senja tidak menghalanginya untuk menjadi seorang keluarganya Allah di muka bumi.

Ada benang merah yang bisa kita tarik dari dua kisah nyata tersebut.  Mereka berdua adalah potret manusia yang memiliki ketinggian cita-cita.  Kemudian fokus menjalaninya.

Imam Ali bin Thalib radiyallahu 'anhu wa karamallahu wajhah pernah menyampaikan sebuah pesan berharga terkait hal ini.  Kata beliau, *"Uluwwul himmah minal iimaan*" ( tingginya cita-cita merupakan bagian dari iman).

Jadi, ketika seseorang diberikan tekad yang kuat untuk memiliki sebuah cita-cita yang tinggi, maka sesungguhnya itu merupakan cerminan kuatnya iman yang menancap dalam dadanya.

Sebaliknya rendahnya cita-cita merupakan lemahnya keimanan seseorang.  Kenapa demikian? karena besarnya cita-cita itu meniscayakan besarnya keyakinan.  Besarnya keyakinan menumbuhkan kebesaran tawakkal kepada pemilik segala urusan.

Sulthan Muhammad Al Fatih misalkan berhasil menaklukan kota konstantinopel juga karena kuatnya keyakinannya.  Sehingga berawal dari situlah, muncul ikhtiar yang sangat kuat dalam mewujudkan cita-cita agungnya.

Inilah yang menjadi rumus keberhasilan pendahulu kita.  Kaum muslimin generasi awal senantiasa mengalami kemenangan dalam peperangan, bukan karena jumlah mereka yang banyak.  Bukan pula karena kekuatan senjata yang lengkap.  Tetapi justru karena kuatnya keyakinan mereka akan pertolongan Allah kepada mereka.

Rasanya pola pikir seperti ini harus kembali kita tumbuhkan agar kaum muslimin kembali meraih kegemilangan hidup sebagaimana pendahulu mereka.

Ada sebuah qoidah yang disampaikan Allah di dalam Al quran surat Ali Imran ayat 159 yang berbunyi :

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“_Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal."

Maka malu lah kalian wahai para pemuda yang masih memiliki kekuatan yang cukup.  Diberikan Allah kelengkapan fisik dan usia muda.  Namun lemah dalam tekad dan rendah dalam cita-cita.

Hanya karena hambatan-hambatan kecil harusnya tidak boleh melemahkan semangatmu untuk berjuang.  Karena itulah miliki dulu kekuatan tekad agar kita kokoh dalam berjuang.  Dan milikilah cita-cita yang tinggi agar muncul tekad yang mumpuni.

Diantara cita-cita yang paling tinggi adalah keinginan untuk merepakan seluruh hukum-hukum Allah di muka bumi ini.  Memimpin peradaban dunia dengan Islam. _Li isti'nafil hayatil Islamiyah._

Inilah cita-cita yang paling agung.  Jika anda tak tergerak untuk memilikinya, sungguh betapa ruginya. Sekali lagi, ketinggian cita-cita adalah manifestasi keimanan kita.

_Semoga Allah tanamkan ketinggian cita-cita di dalam dada kita semuanya._

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...