Senin, 02 Maret 2020

REFLEKSI 96 TAHUN RUNTUHNYA KEKHILAFAHAN ISLAM


_Oleh : Abu Afra_
_t.me/AbuAfraOfficial_

Hari ini adalah hari bersejarah.  Banyak luka dan kesedihan bermula dari hari ini.  96 tahun yang lalu di tanggal yang sama.  Tepatnya pada tanggal 3 Maret 1924 M.  Perisai ummat yang dibanggakan itu runtuh tergulung oleh musuh.

Kekhilafahan Islam di Turki akhirnya dihapus oleh seorang antek Yahudi bernama Mustafa Kemal At Tarturk.  Melalui tangannya sekularisme secara legal berlaku di dunia islam.

Segala sesuatu yang berbau Islam dan arab di hapuskan.  Lalu semuanya diganti dengan bahasa Turki. Sebuah kemunduran yang luar biasa.

Perundang-undangan yang berbasiskan syariat diganti dengan perundang-undangan buatan Barat.  Mesjid Aya Shopia dialihfungsikan menjadi museum.  Semua dilakukan demi alasan kemajuan zaman.  Padahal pemutilasian Islam dengan sekularisme secara radikal.

Pada ketika itu Khalifah terakhir terusir dari singgasananya tanpa ada perlawanan.  Kaum muslimin sudah lama kalah secara mental sebelumnya.  Secara psikologis ikatan kebangsaan telah mencerai beraikan persatuan atas dasar akidah Islam.

Negeri-negeri Islam yang telah berhasil menguasai dua pertiga dunia kemudian dikerat-kerat seperti pizza hut.  Sungguh mengenaskan.

Kini ada puluhan negara dengan ikatan kebangsaan saling berdiri dalam kerapuhan.  Semua tidak saling peduli karena sibuk ngurusin perutnya sendiri-sendiri.

Inilah realita kita hari ini.  Islam tidak lagi memiliki perisai dalam wujud kekuasaan.  Musuh-musuh Islam begitu mudahnya menistakan agama.  Ketakutan telah dicabut dari dada-dada mereka.  Sementara kebanyakan kita telah terserang penyakit kronis bernama wahn.

Sebagaimana di wanti-wanti oleh Nabi dahulu. Jumlah kaum muslimin yang besar tidak lagi berarti.  Karena satu sama lain tidak lagi saling mengasihi.  Semua berpecah belah dan kehilangan arah.

Ukhuwah Islamiyah telah pecah berganti dengan ukhuwah wathoniyyah.  Bahkan kadang berubah menjadi ukhuwah qaumiyah wa a'iliyyah.  Ikatan rendah yang justru tidak sejalan dengan fitrah akidah.

Ashobiyyah akut merasuk dalam jiwa-jiwa yang semakin kalut.  Dunia begitu mempesona mereka.  Hingga rela menjual agama demi sekerat permata dunia yang tidak ada nilainya.

Rasul mengibaratkan seluruh kenikmatan dunia ini seperti bangkai kambing yang kurus kering.  Dalam riwayat lain seperti air yang tersisa di jari setelah dicelup ke lautan samudra.  Betapa tidak sebandingnya dengan kenikmatan surga.

Tapi begitulah manusia.  Mereka lebih suka apa yang tampak oleh pandangan mata saja.  Inilah hasil dari didikan ideologi kapitalis sekuler.  Agama dipisahkan dengan dunia.  Seolah Allah hanya mencipta dan tidak pernah menyiapkan aturannya.

Sistem Islam yang diwariskan dianggap ancaman.  Sementara ideologi buatan manusia di elu-elukan.  Dilabeli sebagai sistem terbaik menggantikan sistem yang Allah turunkan.

Akibatnya negeri-negeri banyak yang carut marut akibat pengelolaan yang gagal akut.  Bencana dimana-mana mewabah secara akut.  Tidak kah kita takut? Ini pertanda Allah murka kepada kita yang berpaling dari syariat-Nya.

Kapan lagi kita mau tersadar.  Apakah menunggu semuanya bubar?  Saat kiamat datang dan memaksa kita untuk mempertanggungjawabkan segala kelalaian dan sikap abai kita terhadap Dzat Yang Maha Besar?

Sudahlah mari kita perjuangkan saja sistem warisan Nabi yang mulia.  Solusi atas segala bencana yang menimpa kita.  Sebuah sistem yang telah terbukti oleh zaman.  Mampu mensejahterakan manusia secara sangat mengesankan.

Ketiadaan seorang Khalifah yang memimpin dunia Islam lebih dahsyat dari bencana alam.  Para ulama mengatakan dia adalah ummul jaraim atau induk segala kerusakan.

Para sahabat yang mulia telah mencontohkan.  Ketika sanga Nabi wafat mereka tidak langsung mengurusi jenazah yang mulia.  Tetapi justru sibuk bermusyawarah mencari pengganti beliau dalam urusan kenegaraan.  Selama kurang lebih tiga hari jenazah Sang Nabi didiamkan.  Sampai kemudian terpilihlah Abu Bakar As Siddiq sebagai Khalifaturrasul.

Pasca itulah baru jenazah Sang Rasul dimakamkan.  Ini menunjukkan ijma para sahabat bahwa urusan kepemimpinan merupakan tajul furudh (mahkota kewajiban). Bahkan ada yang menyebutkan sebagai kewajiban yang paling agung.  Kewajiban di atas kewajiban.

Relakah kita terus hidup tanpa baiat seorang Khalifah di pundak kita? Mari perjuangkan sampai tiba kemenangan atau kita syahid dalam perjuangan.

*Wallahu musta'an*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...