Menjadi
seorang guru bukanlah sebuah pilihan yang mudah bagi sebagian orang. Minimnya penghasilan dan fasilitas kadang
menjadi pertimbangan berat untuk menjalani
profesi sebagai seorang pendidik. Belum
lagi jika harus dihadapkan dengan tugas berat yang harus diemban. Mungkin sebagian orang akan berpikir berulang
kali untuk memilih jalan hidup sebagai seorang guru. Namun faktanya, jumlah guru saat ini terus
saja meningkat bak jamur di musim hujan.
Dari
data BPS Jumlah Guru seluruh
Indonesia sebanyak 3.261.665 yang terdiri dari guru PNS
dan Swasta. Jumlah guru PNS itu sendiri diseluruh Indonesia mencapai 1.712.848
orang, sedangkan Guru Swasta mencapai 1.548.817 orang. Perbandingan antara Guru yang berstatus PNS dan Guru
SWASTA, jika kita lihat jumlah semua guru adalah 3.261.665 dan di kurangi guru
PNS 1.712.848 maka sisanya adalah guru Swasta yang berjumlah 1.548.817, dari
perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbandingan antara Guru PNS dan
Guru Swasta adalah 53% guru PNS, dan 47% guru Swasta. (Sumber :
https://www.bps.go.id/index.php)
Walaupun
demikian penambahan jumlah guru yang ada tetap saja tidak sebanding dengan
jumlah peserta didik yang ada di sekolah-sekolah formal. Masalah demi masalah
di dunia pendidikan terus saja bermunculan lebih banyak lagi jika dibandingkan
dengan jumlah guru ataupun tenaga kependidikan yang ada di negeri ini.
Diantara
masalah yang sering menjadi sorotan adalah kualitas pendidikan yang
rendah. Output lembaga pendidikan formal
yang tidak sesuai dengan harapan para orang tua. Ujung-ujungnya yang menjadi kambinghitam
adalah para pendidik yang tidak lain adalah para guru itu sendiri. Masalah rendahnya kualitas pendidikan, output
pendidikan yang jauh dari harapan karena guru yang bermasalah.
Sekali
lagi, citra guru menjadi semakin rendah dan dianggap sebagai salah satu sumber
masalah. Trouble maker, bukan Problem solver. Seolah-olah setiap masalah yang
muncul di dunia pendidikan sumber utamanya adalah guru. Maka bermunculanlah program-program
pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan terkait guru yang berkualitas rendah. Mulai dari program sertifikasi, program guru
pembelajar, pelatihan demi pelatihan terus digalakkan untuk meningkatkan
kualitas guru yang lebih baik.
Semakin
hari semakin banyak guru yang sangat sibuk.
Disatu sisi bisa kita katakan sebuah kemajuan, di sisi yang lain ini
menjadi masalah baru di dunia pendidikan kita.
Guru tidak lagi sibuk dengan muridnya tetapi sibuk dengan dirinya
sendiri. Hari ini ke pelatihan, besok ada training. Hari demi hari sang guru semakin sering
meninggalkan muridnya. Tugas dia mengajar menjadi terbengkalai dan terjadilah
apa yang sering disebut sebagai malpraktek dalam dunia pendidikan.
Adanya realitas yang demikian menjadikan kita yang
peduli dengan nasib pendidikan di negeri ini perlu melihat kembali apa yang
sebenarnya terjadi. Karena bagaimanapun
tinggi rendahnya kualitas pendidikan sedikit banyak sangat dipengaruhi oleh
sosok seorang guru. Disamping
faktor-faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya.
Kalau kita perhatikan dewasa ini, ada beberapa tipikal
guru yang muncul dalam menghadapi dunia pendidikan yang senantiasa berubah
dengan cepat. Di zaman yang serba
praktis dan dinamis ini kita akan menemukan sosok guru yang berbeda dengan
sosok guru pada era sebelumnya.
Sedikitnya ada tiga karakter guru yang muncul di dunia
pendidikan kita saat ini. Yang pertama
Guru Realis, yaitu mereka yang telah menyelesaikan studinya, mereka lebih
memilih berkarir di kota-kota besar dengan sekolah-sekolah unggul Motivasi
mereka mengajar beragam, tapi rata-rata diantara mereka adalah guru-guru yang
super sibuk. Jam kerja mereka hampir
bisa dikatakan sama dengan jam kerja profesional yang bekerja di kantoran. Sehingga kebanyakan mereka adalah para guru
yang hidup dalam rutinitas kerja yang padat.
Sulit bagi mereka untuk berkembang secara profesional kecuali lembaga
atau institusi tempat mereka berkiprah yang memfasilitasinya.
Yang kedua Guru Idealis, terminologi
ini merujuk pada para sarjana pendidikan yang setelah menyelesaikan masa
studinya lebih memilih ‘pulang kampung’ dan mengabdi pada tanah kelahirannya.
Atau mereka yang mengabdi pada sekolah tempat dia dibesarkan pada awalnya.
Yang ketiga Guru
Ideologis, yaitu mereka yang mendedikasikan hidupnya sebagai guru bukan sekedar
karena tuntutan profesi, latar belakang pendidikan atau motif lain yang
sejenis. Mereka adalah para guru yang
sejak awal memilih jalan hidup sebagai guru karena tuntutan ideologi yang
mereka yakini. Seorang guru pejuang yang
memiliki motivasi kuat mencetak generasi yang akan mengemban ideologi yang
mereka ajarkan.
Guru Ideologis akan
mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Karena mereka memiliki visi yang jelas dalam
mendidik. Mereka mungkin lahir dan
muncul dari berbagai latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda.
Tetapi cara mereka mewarnai muridnya adalah sama yaitu dengan Ideologi
yang mereka perjuangkan.
Jika dia seorang
muslim, maka visi dia adalah bagaimana menjadikan profesi dia sebagai guru agar
bernilai ibadah. Aktifitas dia ketika
mengajar bukan lagi sekedar menyampaikan pengetahuan semata, namun lebih kepada
pembentukan kepribadian peserta didiknya.
Dia akan terus mewarnai setiap pengajarannya dengan nilai-nilai Islam
yang kuat. Sehingga bermunculanlah
output pendidikan yang memiliki karakter keislaman dalam setiap bidang
keilmuannya.
Mereka inilah guru
harapan umat, yang akan mampu membangkitkan dunia pendidikan di negeri ini
menjadi lebih baik. Harapan kita setiap
guru terus berupaya untuuk membentuk dirinya menjadi sosok guru yang
ideologis. Demi terwujudnya pendidikan
yang lebih baik di masa depan.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar