Sabtu, 04 Maret 2017

Guru Ideologis Kebutuhan di Era Dinamis

Menjadi seorang guru bukanlah sebuah pilihan yang mudah bagi sebagian orang.  Minimnya penghasilan dan fasilitas kadang menjadi pertimbangan berat untuk menjalani profesi sebagai seorang pendidik.  Belum lagi jika harus dihadapkan dengan tugas berat yang harus diemban.  Mungkin sebagian orang akan berpikir berulang kali untuk memilih jalan hidup sebagai seorang guru.  Namun faktanya, jumlah guru saat ini terus saja meningkat bak jamur di musim hujan.
Dari data BPS Jumlah Guru seluruh Indonesia sebanyak 3.261.665 yang terdiri dari guru PNS dan Swasta. Jumlah guru PNS itu sendiri diseluruh Indonesia mencapai 1.712.848 orang, sedangkan Guru Swasta mencapai 1.548.817 orang. Perbandingan antara Guru yang berstatus PNS dan Guru SWASTA, jika kita lihat jumlah semua guru adalah 3.261.665 dan di kurangi guru PNS 1.712.848 maka sisanya adalah guru Swasta yang berjumlah 1.548.817, dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbandingan antara Guru PNS dan Guru Swasta adalah 53% guru PNS, dan 47% guru Swasta. (Sumber : https://www.bps.go.id/index.php)
Walaupun demikian penambahan jumlah guru yang ada tetap saja tidak sebanding dengan jumlah peserta didik yang ada di sekolah-sekolah formal. Masalah demi masalah di dunia pendidikan terus saja bermunculan lebih banyak lagi jika dibandingkan dengan jumlah guru ataupun tenaga kependidikan yang ada di negeri ini.
Diantara masalah yang sering menjadi sorotan adalah kualitas pendidikan yang rendah.  Output lembaga pendidikan formal yang tidak sesuai dengan harapan para orang tua.  Ujung-ujungnya yang menjadi kambinghitam adalah para pendidik yang tidak lain adalah para guru itu sendiri.  Masalah rendahnya kualitas pendidikan, output pendidikan yang jauh dari harapan karena guru yang bermasalah.
Sekali lagi, citra guru menjadi semakin rendah dan dianggap sebagai salah satu sumber masalah. Trouble maker, bukan Problem solver. Seolah-olah setiap masalah yang muncul di dunia pendidikan sumber utamanya adalah guru.  Maka bermunculanlah program-program pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan terkait guru yang berkualitas rendah.  Mulai dari program sertifikasi, program guru pembelajar, pelatihan demi pelatihan terus digalakkan untuk meningkatkan kualitas guru yang lebih baik.
Semakin hari semakin banyak guru yang sangat sibuk.  Disatu sisi bisa kita katakan sebuah kemajuan, di sisi yang lain ini menjadi masalah baru di dunia pendidikan kita.  Guru tidak lagi sibuk dengan muridnya tetapi sibuk dengan dirinya sendiri. Hari ini ke pelatihan, besok ada training.  Hari demi hari sang guru semakin sering meninggalkan muridnya. Tugas dia mengajar menjadi terbengkalai dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai malpraktek dalam dunia pendidikan.
Adanya realitas yang demikian menjadikan kita yang peduli dengan nasib pendidikan di negeri ini perlu melihat kembali apa yang sebenarnya terjadi.  Karena bagaimanapun tinggi rendahnya kualitas pendidikan sedikit banyak sangat dipengaruhi oleh sosok seorang guru.  Disamping faktor-faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya.
Kalau kita perhatikan dewasa ini, ada beberapa tipikal guru yang muncul dalam menghadapi dunia pendidikan yang senantiasa berubah dengan cepat.  Di zaman yang serba praktis dan dinamis ini kita akan menemukan sosok guru yang berbeda dengan sosok guru pada era sebelumnya.
Sedikitnya ada tiga karakter guru yang muncul di dunia pendidikan kita saat ini.  Yang pertama Guru Realis, yaitu mereka yang telah menyelesaikan studinya, mereka lebih memilih berkarir di kota-kota besar dengan sekolah-sekolah unggul Motivasi mereka mengajar beragam, tapi rata-rata diantara mereka adalah guru-guru yang super sibuk.  Jam kerja mereka hampir bisa dikatakan sama dengan jam kerja profesional yang bekerja di kantoran.  Sehingga kebanyakan mereka adalah para guru yang hidup dalam rutinitas kerja yang padat.  Sulit bagi mereka untuk berkembang secara profesional kecuali lembaga atau institusi tempat mereka berkiprah yang memfasilitasinya.
Yang kedua Guru Idealis, terminologi ini merujuk pada para sarjana pendidikan yang setelah menyelesaikan masa studinya lebih memilih ‘pulang kampung’ dan mengabdi pada tanah kelahirannya. Atau mereka yang mengabdi pada sekolah tempat dia dibesarkan pada awalnya.
            Yang ketiga Guru Ideologis, yaitu mereka yang mendedikasikan hidupnya sebagai guru bukan sekedar karena tuntutan profesi, latar belakang pendidikan atau motif lain yang sejenis.  Mereka adalah para guru yang sejak awal memilih jalan hidup sebagai guru karena tuntutan ideologi yang mereka yakini.  Seorang guru pejuang yang memiliki motivasi kuat mencetak generasi yang akan mengemban ideologi yang mereka ajarkan.
            Guru Ideologis akan mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.  Karena mereka memiliki visi yang jelas dalam mendidik.  Mereka mungkin lahir dan muncul dari berbagai latar belakang  pendidikan yang berbeda-beda.  Tetapi cara mereka mewarnai muridnya adalah sama yaitu dengan Ideologi yang mereka perjuangkan.
            Jika dia seorang muslim, maka visi dia adalah bagaimana menjadikan profesi dia sebagai guru agar bernilai ibadah.  Aktifitas dia ketika mengajar bukan lagi sekedar menyampaikan pengetahuan semata, namun lebih kepada pembentukan kepribadian peserta didiknya.  Dia akan terus mewarnai setiap pengajarannya dengan nilai-nilai Islam yang kuat.  Sehingga bermunculanlah output pendidikan yang memiliki karakter keislaman dalam setiap bidang keilmuannya.
            Mereka inilah guru harapan umat, yang akan mampu membangkitkan dunia pendidikan di negeri ini menjadi lebih baik.  Harapan kita setiap guru terus berupaya untuuk membentuk dirinya menjadi sosok guru yang ideologis.  Demi terwujudnya pendidikan yang lebih baik di masa depan.







.
.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...