Oleh : Muhammad Fitrianto
Sebuah pernyataan dungkapkan oleh Presiden Republik
Indonesia Bapak Joko Widodo di Tugu
Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera
Utara, seperti yang disampaikan oleh Kepala Biro Pers Media dan Informasi
Sekretariat Presiden, Jumat (24/3/2017).
Jokowi mengakui masih ada gesekan kecil yang terjadi
saat pemilihan kepala daerah. Hal ini tak terlepas dari persoalan suku hingga
agama. Ia pun menegaskan persoalan
politik dan agama harus dipisah, tidak boleh disatukan. "Inilah yang harus
kita hindarkan. Jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama, dipisah
betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," katanya.
Apa yang dilontarkan oleh Bapak Presiden tersebut
semakin memperjelas bagaimana sejatinya sikap dan keyakinan para pemimpin
negeri ini. Negeri yang
katanya mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Bahkan dikatakan sebagai negeri muslim terbesar
di dunia. Berdasarkan data dari
Indonesia Investment, jumlah penduduk muslim di Indonesia tahun 2017 sekitar 207,2 Juta jiwa atau 87, 2 % dari populasi penduduk Indonesia. (http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/agama/item69?).
Indonesia bukanlah Negara Islam tetapi adalah Negara
sekuler sejati, walaupun seringkali
dihaluskan dengan istilah Negara pancasila. Kita perlu memahami dengan jujur
bahwa Sekularisme sudah menjadi ideology negeri kita ini sejak awal berdirinya.
Namun, ironisnya masih banyak diantara kaum muslimin yang beranggapan bahwa
Indonesia adalah Negara Islam. Pemimpinnya adalah Ulil Amri yang wajib
ditaati tanpa boleh dikiritik sama sekali.
Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah
sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus
berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan
kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah
kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu. Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan. Dan inilah yang sedang diterapkan di Indonesia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme).
Dari manakah asal pemahaman sekularisme ini?
Dalam perkembangan sejarah bahwa
sekularisme terlahir dari kaum kristiani yang tidak suka terhadap gereja yang
mengatur dalam perundang-undangan di daerah barat tersebut sehingga tidak
adanya pemisahan antara kepentingan gereja dengan kepentingan barat.Lantas
begaimana agama islam dalam menyikapi pemahaman tersebut. Apakah dalam umat
islam itu mengatur dalam perundang-undangan Negara ataukah mendirikan Negara
islam sendiri.
(Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/egiidris/sekularisme_5519108da333119a14b6592c).
(Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/egiidris/sekularisme_5519108da333119a14b6592c).
Bagaimana
Seharusnya Umat Islam Menyikapi Paham
Sekularisme?
Islam sebagai agama dunia dan
akhirat, sangat memperhatikan masalah duniawi. Akan tetapi masalah duniawi ini
tidak dapat di lepaskan dari masalah ukhrowi, tak dapat di pisahkan dari agama
atau wahyu dan Tuhan. Islam dapat sejalan dengan sekularisme karena yang
terakhir ini dalam rangka memusatkan perhatiannya kepada masalah dunia itu,
telah secara sadar memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan adalah
kehidupan sehari-hari. Umat Islam menentang sekularisme karena sekularisasi
adalah proses yang membawa orang, golongan, masyarakat semata-mata berhaluan
duniawi kian lama kian memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan. Di
lain sisi, Islam adalah agama harmoni, agama keseimbangan antara dunia akhirat.
Islam tidak hanya sebuah agama
ritual belaka tetapi juga sebuah ideology yang mengatur seluruh aspek
kehidupan. Maka tidaklah layak setiap
muslim yang paham akan agamanya kemudian mengambil sekularisme sebagai konsep
hidup dia. Jelas ini bertentangan dengan
aqidah seorang muslim yang dibangun di atas dasar Tauhid.
Sejatinya setiap muslim harus
terikat dengan aqidahnya dan syariah yang Allah turunkan untuk mengatur seluruh
aspek kehidupanmnya. Dalam hal ini
termasuk juga perkara politik. Sudah
sepatutnya dalam berpolitik pun semestinya berpedoman pada syariat Islam, bukan
yang lain. Allah SWT Berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya “ (QS. An Nisaa’:65).
Apa yang disampaikan oleh Pak Jokowi adalah sebuah kemungkaran yang wajib ditolak oleh siapa saja diantara kita kaum muslimin. Walaupun beliau adalah seorang kepala Negara, dalam hal ini tidak berlaku ketaatan kepada ulil amri seperti yang diserukan oleh sebagaian kalangan diantara kaum muslimin.
-
لاَ طَاعَةَ لأََِحَدٍ فِيْ مَعْصِيَةِ
اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالٰى
“Tidak ada ketaatan terhadap seseorang
dalam mendurhakai Allah Yang Suci dan Maha Luhur.”
Hadits
ini diriwatakan oleh Imam Ahmad (5/66) dari Abdullah bin Shamit. Hadits ini sanadnya shahih menurut syarat Imam Muslim. Ia
dikuatkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath (13/109). Sedang Ath-Thabrani
juga telah meriwatakannya dalam Al-Kabir (1/154/2) secara marfu’ dari
Abdullah bin Shamit saja dengan lafazh tersebut. Hadits ini juga
mempunyai jalur lain menurut Ath-Thayalisi (856), Imam Ahmad (4/432, 5/66) dan
Ath-Thabrani (1/155) dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad.
Maka
oleh sebab itu, wajib bagi setiap kita yang memahami akan hal ini menyampaikan
akan hal ini kepada saudara-saudara kita yang belum paham. Bahwa ide sekularisme tersebut bertentangan
dengan aqidah Islam dan tidak layak diambil apalagi disebarluaskan oleh kaum
muslimin.
Wallahu
‘alam bis showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar