Sabtu, 25 Maret 2017

Agama dan Politik Harus Dipisah?




Oleh : Muhammad Fitrianto
Sebuah pernyataan dungkapkan oleh Presiden Republik Indonesia Bapak  Joko Widodo di Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, seperti yang disampaikan oleh Kepala Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Jumat (24/3/2017).
Jokowi mengakui masih ada gesekan kecil yang terjadi saat pemilihan kepala daerah. Hal ini tak terlepas dari persoalan suku hingga agama. Ia pun menegaskan persoalan politik dan agama harus dipisah, tidak boleh disatukan. "Inilah yang harus kita hindarkan. Jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama, dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," katanya.
Apa yang dilontarkan oleh Bapak Presiden tersebut semakin memperjelas bagaimana sejatinya sikap dan keyakinan para pemimpin negeri ini.  Negeri  yang  katanya mayoritas penduduknya adalah umat Islam.  Bahkan dikatakan sebagai negeri muslim terbesar di dunia.  Berdasarkan data dari Indonesia Investment, jumlah penduduk muslim di Indonesia  tahun 2017 sekitar 207,2 Juta jiwa atau  87, 2 % dari populasi penduduk Indonesia. (http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/agama/item69?).
Indonesia bukanlah Negara Islam tetapi adalah Negara sekuler  sejati, walaupun seringkali dihaluskan dengan istilah Negara pancasila. Kita perlu memahami dengan jujur bahwa Sekularisme sudah menjadi ideology negeri kita ini sejak awal berdirinya. Namun, ironisnya masih banyak diantara kaum muslimin yang beranggapan bahwa Indonesia adalah Negara  Islam.  Pemimpinnya adalah Ulil Amri yang wajib ditaati tanpa boleh dikiritik sama sekali.
Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan. Dan inilah yang sedang diterapkan di Indonesia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme).
Dari manakah asal pemahaman sekularisme ini?
Dalam perkembangan sejarah bahwa sekularisme terlahir dari kaum kristiani yang tidak suka terhadap gereja yang mengatur dalam perundang-undangan di daerah barat tersebut sehingga tidak adanya pemisahan antara kepentingan gereja dengan kepentingan barat.Lantas begaimana agama islam dalam menyikapi pemahaman tersebut. Apakah dalam umat islam itu mengatur dalam perundang-undangan Negara ataukah mendirikan Negara islam sendiri.

(Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/egiidris/sekularisme_5519108da333119a14b6592c).
Bagaimana Seharusnya Umat Islam Menyikapi Paham  Sekularisme?

Islam sebagai agama dunia dan akhirat, sangat memperhatikan masalah duniawi. Akan tetapi masalah duniawi ini tidak dapat di lepaskan dari masalah ukhrowi, tak dapat di pisahkan dari agama atau wahyu dan Tuhan. Islam dapat sejalan dengan sekularisme karena yang terakhir ini dalam rangka memusatkan perhatiannya kepada masalah dunia itu, telah secara sadar memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan adalah kehidupan sehari-hari. Umat Islam menentang sekularisme karena sekularisasi adalah proses yang membawa orang, golongan, masyarakat semata-mata berhaluan duniawi kian lama kian memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan. Di lain sisi, Islam adalah agama harmoni, agama keseimbangan antara dunia akhirat.
Islam tidak hanya sebuah agama ritual belaka tetapi juga sebuah ideology yang mengatur seluruh aspek kehidupan.  Maka tidaklah layak setiap muslim yang paham akan agamanya kemudian mengambil sekularisme sebagai konsep hidup dia.  Jelas ini bertentangan dengan aqidah seorang muslim yang dibangun di atas dasar Tauhid.



Sejatinya setiap muslim harus terikat dengan aqidahnya dan syariah yang Allah turunkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupanmnya.  Dalam hal ini termasuk juga perkara politik.  Sudah sepatutnya dalam berpolitik pun semestinya berpedoman pada syariat Islam, bukan yang lain.  Allah SWT Berfirman :



 Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya “ (QS. An Nisaa’:65).



Apa yang disampaikan oleh Pak Jokowi adalah sebuah kemungkaran yang wajib ditolak oleh siapa saja diantara kita kaum muslimin.  Walaupun beliau adalah seorang kepala Negara, dalam hal ini tidak berlaku ketaatan kepada ulil amri seperti yang diserukan oleh sebagaian kalangan diantara kaum muslimin.



-  لاَ طَاعَةَ لأََِحَدٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالٰى







Tidak ada ketaatan terhadap seseorang dalam mendurhakai Allah Yang Suci dan Maha Luhur.”



Hadits ini diriwatakan oleh Imam Ahmad (5/66) dari Abdullah bin Shamit.  Hadits ini sanadnya shahih menurut syarat Imam Muslim. Ia dikuatkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath (13/109). Sedang Ath-Thabrani juga telah meriwatakannya dalam Al-Kabir (1/154/2) secara marfu’ dari Abdullah bin Shamit saja dengan lafazh tersebut. Hadits ini juga mempunyai jalur lain menurut Ath-Thayalisi (856), Imam Ahmad (4/432, 5/66) dan Ath-Thabrani (1/155) dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad.



Maka oleh sebab itu, wajib bagi setiap kita yang memahami akan hal ini menyampaikan akan hal ini kepada saudara-saudara kita yang belum paham.  Bahwa ide sekularisme tersebut bertentangan dengan aqidah Islam dan tidak layak diambil apalagi disebarluaskan oleh kaum muslimin.



Wallahu ‘alam bis showab.










































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...