Rabu, 29 Maret 2017

Perang Ar Royah

_Oleh : Budi Ashari, Lc_

Muhammad bin Abi Amir (326 H – 392 H) atau yang dikenal saat memimpin dengan sebutan Al Hajib Al Manshur. Pemimpin Andalus terbesar dan terhebat. Hanya Abdurahman An Nashir yang disebut oleh para ahli sejarah yang mampu menyaingi kehebatan kepemimpinanannya di Andalus.

Wajar, kalau ia seperti itu. Walau tadinya hanya bekerja sebagai seorang Hammar (yang menyewakan Keledai untuk mengangkut barang di pasar) dan tinggal di rumah kos bersama teman-teman seprofesinya di pojok Kota Cordova, ibukota Andalus. Tetapi yang membedakan dirinya dan teman-temannya adalah setelah penat bekerja seharian hanya sebagai Hammar, ia pergi ke masjid raya Cordova untuk duduk bersama para ahli ilmu. Begitulah ia jalani hari-harinya hingga ia menjadi ahli ilmu. Dan ilmu serta iman lah yang mengangkat seseorang di dunia dan di akhirat.

Singkat cerita, ia meniti karir sebagai polisi hingga menjadi kepala polisi Andalus, kemudian menjadi pengawal pemimpin Andalus yang masih kecil sampai akhirnya resmi menjadi pemimpin tertinggi Andalus. Subhanallah....agar kita tahu, kebesaran bukan milik orang-orang berharta.

Saat ia memimpin. Ilmu, iman dan jihad adalah merupakan wajah aslinya. Dia sangat sering memimpin sendiri jihad melawan musuh Allah. Hingga ia begitu dekat dan merakyat. Maka tak heran jika kepemimpinannya adalah kebesaran.

Di tangan pemimpin seperti inilah, musuh Islam sangat segan dan takut kepada kekuatan muslimin. Muslimin masuk ke benak mereka sebagai sebuah kekuatan yang tak mungkin ditandingi seakan datang dari negeri dongeng.

Suatu saat pasukan muslimin memasuki wilayah masyarakat kafir. Kebiasaan pasukan muslimin saat memasuki wilayah perang, mereka menancapkan bendera di tempat tinggi. Dan bendera itu akan dicabut saat mereka meninggalkan wilayah tersebut. Maka pasukan pun menancapkan bendera-bendera di bukit-bukit dan di tempat yang tinggi.

Muslimin mencoba memasuki wilayah itu tanpa ada perlawanan apapun.Dan ternyata benteng-benteng tersebut telah kosong. Tak ada satupun penghuninya. Para penghuni telah kabur, karena mendengar pasukan muslimin mau datang ke wilayah mereka. Mereka berpencaran ke lembah-lembah di sekitarnya.

Karena tak ada penghuni, pasukan muslimin pun meninggalkan wilayah tersebut. Bendera-bendera dicabuti. Tapi seorang tentara muslim lupa mencabut sebuah bendera yang ditancapkan di bukit.

Para penghuni wilayah tersebut mengawasi terus wilayah mereka itu. Walaupun pasukan muslimin telah meninggalkan wilayah mereka beberapa hari yang lalu, tapi mereka tak kunjung kembali ke rumah-rumah mereka.

Apa pasalnya? Bendera tertinggal itu. Mereka menduga bahwa pasukan muslimin masih ada di benteng-benteng mereka, dengan bukti sebuah bendera yang tertinggal di puncak bukit.

Begitulah keadaan berhari-hari. Hingga mereka yakin bahwa muslimin telah pergi dan ternyata hanya bendera yang tertinggal.

Para ahli sejarah pun menyebut perang ini dengan Perang Ar Royah (Bendera). (Lihat: Al Andalus At Tarikh Al Mushowwar h. 236)

Begitulah izzah. Sekali lagi, izzah bukan karena jumlah yang banyak, juga bukan karena harta yang melimpah. Tetapi karena izzah itu hanya milik Allah semata. Tak ada yang memiliki selain Dia. Dan diberikannya kepada Rasul dan orang beriman.

Sayang banyak yang tak percaya. Sehingga mengejar izzah itu bersama orang-orang kafir dan konsep-konsep mereka.

Sayang, ada yang telah percaya konsep Islam tapi kurang memiliki keberanian untuk menerapkannya. Lagi-lagi, karena urusan dunia atau pasar.

Sayang, ada yang yakin, mencoba tapi setengah hati. Hingga ketika badai menerpa, ia pun kembali ke pantai lama.
Jika demikian keadaan kita, bagaimana izzah mau hadir untuk kita? Mana mungkin kita bisa mendapatkan anak-anak penuh izzah yang tidak goyah oleh zaman dan lingkungannya.

Bandingkan dengan kisah di atas. Hanya sebuah bendera. Ya, selembar kain kecil. Bahkan hanya secarik kain kecil yang tak sengaja tertinggal. Tapi begitulah. Izzah bekerja di hati orang-orang kafir.

Tak perlu generasi ini yang hadir untuk mendatangi mereka. Hanya berita tentang generasi kita, hanya karya mereka, hanya perlengkapan yang mereka miliki. Tapi itu cukup untuk mengirimkan wibawa muslimin kepada mereka.

Saat itulah, keluarga-keluarga muslim berlomba melahirkan generasi sebanyak dan sehebat mungkin. Saat itulah, hampir tak ada orangtua yang khawatir peradaban kafir mempengaruhi anak-anak mereka. Saat itulah, yang ada adalah mempengaruhi dan mengarahkan dunia.

Inilah kisah izzah muslimin. Dan masih banyak sekali kisah-kisah semisal ini.

Generasi penuh izzah.

Selasa, 28 Maret 2017

Kontroversi Puasa Rajab

KONTROVERSI HUKUM PUASA RAJAB: SUNNAH/ BID’AH?
Oleh : Buya Yahya
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon
www.buyayahya.org – BBM : 2304A270 – FB : Buya Yahya

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العلمين. وبه نستعين على أمور الدنيا والدين. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم أجمعين.
قال الله تعالى :  إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين. الأية
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم :  فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى  محمد  وشر الأمور  محدثاتها  وكل بدعة ضلالة.

PENDAHULUAN

Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam membahas masalah puasa Rajab. Pertama; Tidak ada riwayat yang benar dari Rasulullah SAW  yang melarang puasa Rajab.  Kedua; Banyak riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rajab yang tidak benar dan palsu. Didalam masyarakat kita terdapat 2 kutub ekstrim.
Pertama adalah sekelompok kecil kaum muslimin yang menyuarakan dengan lantang bahwa puasa bulan Rajab adalah bid’ah. Kedua; Sekelompok orang yang biasa melakukan atau menyeru puasa Rajab akan tetapi tidak menyadari telah membawa riwayat-riwayat tidak benar dan  palsu. Maka dalam risalah kecil ini kami ingin mencoba menghadirkan riwayat yang benar sekaligus pemahaman para ulama 4 madzhab tentang puasa di bulan Rajab.

Sebenarnya masalah puasa rojab sudah dibahas tuntas oleh ulama-ulama terdahulu dengan jelas dan gamblang. Akan tetapi  karena adanya kelompok kecil hamba-hamba Alloh yang biasa MENUDUH BID’AH ORANG LAIN menyuarakan dengan lantang  bahwa amalan puasa di bulan Rajab adalah sesuatu yang bid’ah. Dengan Risalah kecil ini mari kita lihat hujjah para ulama tentang puasa bulan Rajab dan mari kita juga lihat perbedaan para ulama di dalam menyikapi hukum puasa di bulan Rajab,  yang jelas bulan Rajab adalah termasuk bulan Haram yang ada 4 (Dzulqo’dah, Dzul Hijjah, Muharrom dan Rajab) dan bulan haram ini dimuliakan oleh Alloh SWT sehingga tidak diperkenankan untuk berperang di dalamnya dan masih banyak keutamaan di dalam bulan-bulan  haram tersebut khususnya bulan Rajab. Dan di sini kami hanya akan membahas masalah puasa Rajab untuk masalah yang lainya seperti hukum merayakan isro’ mi’roj dan sholat malam di bulan Rajab akan kami hadirkan pada risalah yang berbeda.
Tidak kami pungkiri adanya hadits-hadits dho’if atau palsu (Maudhu’) yang sering dikemukakan oleh sebagian pendukung puasa Rajab. Maka dari itu wajib untuk kami menjelaskan agar jangan sampai ada yang membawa hadits-hadits palsu biarpun untuk kebaikan seperti memacu orang untuk beribadah hukumnya adalah HARAM dan DOSA besar sebagaimana ancaman Rosulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya : “Barang siapa sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya mempersiapkan diri untuk menempati neraka”.
Dan perlu diketauhi bahwa dengan banyaknya hadits-hadits palsu tentang keutamaan puasa Rajab  itu  bukan berarti tidak ada hadist  yang benar yang membicarakan tentang keutamaannya bulan Rajab.

A. Dalil-dalil tentang puasa Rojab
• Dalil-dalil tentang puasa Secara umum
Himbauan secara umum untuk memperbanyak puasa kecuali di hari-hari yang diharamkan yang 5 dan bulan Rajab adalah bukan termasuk hari-hari yang diharamkan. Dan juga anjuran-anjuran  memperbanyak di hari-hari seperti puasa hari senin, puasa hari kamis, puasa hari-hari putih, puasa Daud dan lain-lain yang itu semua bisa dilakukan , dan puasa tersebut tetap dianjurkan walaupun di bulan Rajab. Berikut ini adalah riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa. Hadits Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori No.5472:

كُلُّ عَمَلِ ابْن أَدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامُ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ

“Semua amal anak adam (pahalanya) untuknya kecuali puasa maka aku langsung yang membalasnya”
Imam Muslim No.1942:

لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Bau mulutnya orang yang berpuasa itu lebih wangi dari misik menurut Allah kelak di hari qiamat”
Yang dimaksud Alloh akan  membalasnya sendiri adalah pahala puasa tidak terbatas hitungan tidak seperti pahala ibadah sholat jama’ah dengan keutamaan sholat jama’ah 27 derajat atau ibadah selain yang 1 kebaikkan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikkan.
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori No.1063 dan Imam Muslim No.1969:

إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَ يُفْطِرُ يَوْمًا

“Sesungguhnya paling utamanya puasa adalah puasa saudaraku Nabi Daud, beliau sehari puasa dan sehari buka”
• Dalil-dalil puasa Rajab secara khusus

a. Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim

أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ حَكِيْمٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ: " سَأَلْتُ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍعَنْ صَوْمِ رَجَبَ ؟ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِيْ رَجَبَ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ  حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ"

“Sesungguhnya Ustman Ibn Hakim Al-Anshori, berkata: “Aku bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa di bulan Rajab dan ketika itu kami memang di bulan Rajab”, maka Sa’id menjawab: “Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata: “Nabi Muhammad SAW berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka di bulan Rajab, dan beliau juga pernah berbuka di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau tidak berpuasa di bulan Rajab.”

Dari riwayat tersebut di atas bisa dipahami bahwa Nabi SAW pernah berpuasa di bulan Rajab  dengan utuh, dan Nabi-pun pernah tidak berpuasa dengan utuh. Artinya di saat Nabi SAW meninggalkan puasa di bulan Rajab itu menunjukan bahwa puasa di bulan Rajab bukanlah sesuatu yang wajib .  Begitulah yang dipahami para ulama tentang amalan Nabi SAW, jika Nabi melakukan satu amalan kemudian Nabi meninggalkannya  itu menunjukan amalan itu bukan suatu yang wajib, dan hukum mengamalkannya adalah sunnah.

b. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

عَنْ مُجِيْبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيْهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ :أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَا تَعْرِفُنِيْ. قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيِّ الَّذِيْ جِئْتُكَ عَامَ اْلأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ. ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِيْ فَإِنَّ بِيْ قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه أبو داود 2/322

“Dari Mujibah Al-Bahiliah  dari ayahnya atau pamannya sesungguhnya ia (ayah atau paman) datang kepada Rasulullah SAW kemudian berpisah dan kemudian dating lagi kepada rasulullah setelah setahun dalam keadaan tubuh yang berubah (kurus), dia berkata : Yaa Rasululallah apakah engkau tidak mengenalku? Rasulullah SAW menjawab : siapa engkau? Dia pun berkata : Aku Al-Bahili yang pernah menemuimu setahun yang lalu. Rasulullah SAW bertanya : apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu keadaanmu baik-baik saja (segar-bugar), ia menjawab : aku tidak makan kecuali pada malam hari
(yakni berpuasa) semenjak berpisah denganmu, maka Rasulullah SAW bersabda : mengapa engkau menyiksa dirimu, berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap bulan, lalu ia berkata : tambah lagi (yaa Rasulallah) sesungguhnya aku masih kuat. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 2 hari (setiap bulan), dia pun berkata : tambah lagi ya Rasulalloh. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 3 hari (setiap bulan), ia pun berkata: tambah lagi (Yaa Rasulallah), Rasulullah SAW bersabda :jika engkau menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharrom) dan jika engkau menghendaki maka tinggalkanlah, beliau mengatakan hal  itu tiga kali sambil menggemgam 3 jarinya kemudian membukanya.
Imam nawawi  menjelaskan hadits tersebut.

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ" إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . المجموع 6/439

“Sabda Rasulullah SAW :
صم من الحرم واترك
“Berpuasalah di bulan haram kemudian tinggalkanlah”
Sesungguhnya nabi saw memerintahkan berbuka kepadaorang tersebut karena dipandang puasa terus- menerus akan memberatkannya  dan menjadikan fisiknya berubah. Adapun bagi orang yang tidak merasa berat untuk melakukan puasa, maka berpuasa dibulan Rajab seutuhnya adalah sebuah keutamaan. Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 6 hal. 439

c. Hadits riwayat Usamah Bin Zaid

قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. رواه النسائي 4/201

“Aku berkata kepada Rasulullah : Yaa Rasulallah aku tidak  pernah melihatmu berpuasa sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW menjawab : bulan sya’ban itu adalah bulan yang dilalaikan di antara bulan Rajab dan Ramadhan, dan bulan sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah SWT dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaaan aku berpuasa”. HR. Imam An-Nasa’I Juz 4 Hal. 201

Imam Syaukani menjelaskan

ظاهر قوله في حديث أسامة : " إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب ; لأن الظاهر أن المراد أنهم يغفلون عن تعظيم شعبان بالصوم كما يعظمون رمضان ورجبا به  . نيل الأوطار 4/291

Secara tersurat yang dipahami dari hadits yang diriwayatkan oleh Usamah, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan” ini menunjukkan bahwa puasa Rajab adalah sunnah sebab bisa difahami dengan jelas dari sabda Nabi Saw bahwa mereka lalai dari mengagungkan sya’ban dengan berpuasa karena mereka sibuk mengagungkan ramadhan dan Rajab dengan berpuasa”. Naylul Author juz 4 hal 291

B. Kesimpulan
Dari penjelasan dari ulama empat madhab sangat jelas bahwa puasa bulan Rojab adalah sunnah hanya menurut madhab imam Ahmad saja yang makruh. Dan  ternyata kemakruhan puasa Rajab menurut madhab Imam Hanbali itu pun jika dilakukan sebulan penuh adapun kalau dibolongi satu hari saja maka kemakruhannya sudah hilang atau bisa disambung dengan sehari saja sebelum atau sesudah Rajab. Dan mereka tidak mengatakan Bid'ah  sebagaimana yang marak akhir-akhir ini disuarakan oleh kelompok orang dengan menyebar selebaran, siaran radio atau  internet .
Wallohu a'lam bishshowab

Harap disebarkan, sebab Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barang siapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya”. HR. Imam Muslim

INI KELEBIHAN BULAN RAJAB

Oleh: KH Hafidz Abudurrahman
[Khadim Ma’had – Majelis Syaraful Haramain]

Saat ini banyak kaum Muslim yang tidak tahu, bahwa Rajab adalah bulan suci. Bulan haram, yang wajib dimuliakan dan dihormati. Kemuliaan dan kehormatan bulan ini telah ditetapkan oleh Allah sendiri. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan:

﴿إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ﴾

“Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah SWT ada dua belas bulan dalam catatan Allah pada hari, ketika Allah SWT menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram [suci]. Itulah agama yang lurus. Maka, janganlah kalian menzalimi diri kalian di bulan-bulan itu.” [Q.s. at-Taubah: 36]

Makna empat bulan suci di dalam ayat ini dijelaskan oleh Nabi saw.

إنَّ الزَّماَنَ قَدْ اِسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اِثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُوْ الْقَعْدَةِ، وَذُوْ الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ شَهْرُ مُضَرّ الَّذِيْ بَيْنَ جُمَادِى وَشَعْبَانَ [رواه مسلم]

“Sesungguhnya waktu itu telah diputar sebagaimana keadaannya ketika Allah SWT menciptakan langit dan bumi. Tahun itu ada dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan haram [suci]. Tiga berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab bulan Mudharr yang terdapat di antara Jumadi dan Sya’ban.” [Hr. Muslim]

Allah SWT memilih bulan-bulan tertentu sebagai bulan haram [suci], bukan tanpa maksud. Sebab, jika tanpa maksud, tentu pemilihan empat bulan tersebut sia-sia. Karena, tidak ada lagi bedanya dengan bulan-bulan halal [tidak disucikan] yang lain. Disebut bulan haram [suci], karena kemuliaan yang ada di dalamnya. Karena itu, dalam khutbah Haji Wada’-nya Nabi saw. bersabda:

إنَّ أَمْوَالَكُمْ وَدِمَاءَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا وَفِي بَلَدِكُمْ هَذَا [رواه مسلم]

“Sesungguhnya harta kalian, darah kalian dan kehormatan kalian adalah haram [merupakan kemuliaan] bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari kalian ini, di bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini.” [Hr. Muslim]

Karena itu, maksud bulan haram di sini adalah bulan yang disucikan, dimuliakan dan dihormati, yang wajib dijaga. Maka, dalam Q.s. at-Taubah: 36 di atas, Allah dengan tegas melarang kita melakukan kezaliman terhadap diri kita di bulan-bulan tersebut. Jika melakukan kezaliman di bulan-bulan lain dilarang, maka penegasan Allah atas larangan melakukan melakukan kezaliman di bulan haram ini menunjukkan larangan tersebut dosanya sangat besar. Begitu juga, kita dilarang menzalimi diri sendiri, maka larangan menzalimi orang lain tentu dosanya lebih besar lagi.

Karena itu, Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, Sya’b al-Iman, menyatakan bahwa Allah SWT telah menjadikan dosa yang dilakukan di bulan-bulan [haram] tersebut lebih besar. Begitu juga amal shalih dan pahalanya [yang dilakukan di bulan-bulan haram tersebut] juga sangat besar [al-Baihaqi, Sya’b al-Iman, Juz III/370].

Dalam hadits Muslim di atas, Nabi saw. juga menyebut bulan dan tanah haram, karena dua-duanya merupakan bulan dan tanah suci, yang berbeda dengan bulan dan tanah yang lain. Dalam hadits riwayat al-Hakim dinyatakan, bahwa ketaatan yang dilakukan di tanah haram, pahalanya dilipatgandakan 100,000 kali. Begitu juga kemaksiatan yang dilakukan di dalamnya.

Dahulu, kaum Muslim pun menolak untuk mengeksekusi hukuman qishash di bulan haram ini. Telah disampaikan dari ‘Atha’, bahwa ada pria telah terluka di bulan halal, lalu ‘Utsman bin Muhammad, yang saat itu menjadi Amir, hendak mengikatnya di bulan haram. Maka, ‘Ubaid bin ‘Umair menulis surat kepadanya, “Janganlah kamu mengikatnya hingga masuk bulan halal.” [‘Abd ar-Razzaq, al-Mushannaf, Juz IX/303].

Bahkan, Imam as-Syafii –rahimahullah-- telah melipatgandakan diyat [uang tebusan] untuk orang yang dibunuh karena salah yang dilakukan di bulan haram, karena bersandar pada riwayat dari Ibn ‘Umar dan Ibn ‘Abbas. Inilah kemuliaan bulan haram, termasuk di dalam bulan Rajab.

Sungguh mengagumkan, apa yang telah dilakukan oleh bangsa Arab Jahiliyah. Sebelum Nabi saw. diutus kepada mereka, mereka sudah mengenal kesucian dan kemuliaan bulan Rajab. Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra. telah menuturkan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:

إِنَّ رَجَبَ شَهْرُ اللهِ، وَيُدْعَى الأصَمُّ، وَكَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا دَخَلَ رَجَبُ يُعَطِّلُوْنَ أَسْلِحَتَهُمْ وَيَضَعُوْنَهَا، وَكَانَ النَّاسُ يَنَامُوْنَ، وَتَأْمَنُ السُّبُلُ، وَلاَ يَخَافُوْنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتَّى يَنْقَضِيَ

“Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah. Ia disebut al-Asham [si tuli]. Orang Jahiliyyah, ketika telah memasuki bulan Rajab, mereka meninggalkan senjata mereka dan meletakkannya. Orang-orang pun bisa tidur, jalan-jalan pun aman. Mereka tidak takut satu dengan yang lain, hingga bulan tersebut berakhir.” [Hr. al-Baihaqi, Sya’b al-Iman, Juz VIII/320].

Imam al-Arzaqi, dalam kitabnya, Akhbar Makkah, menuturkan, “Mereka [bangsa Arab] mengharapkan kemuliaan dari bulan-bulan haram. Mereka pun saling berjanji satu dengan yang lain di bulan-bulan haram dan di tanah haram.” [al-Arzaqi, Akhbar Makkah, Juz I/232].

Imam Mahdi bin Maimun berkata, “Saya mendengar Abu Raja’ al-‘Atharidi berkata, “Di masa Jahiliyyah, ketika kami memasuki bulan Rajab, kami mengatakan, “Telah datang peluntur gigi. Maka, jangan kita biarkan besi tetap di busur dan tombaknya, kecuali kita harus mencabutnya. Kemudian kita membuangnya.”

Begitu luar biasanya bulan Rajab di mata orang Jahiliyah. Meski mereka belum mengenal Islam, tetapi mereka menghormati kemuliaan dan kesucian bulan ini. Kemuliaan, kesucian dan kehormatan yang tetap dijaga oleh Islam hingga Hari Kiamat. Namun, sayangnya banyak kaum Muslim yang tidak paham  kemuliaan, kesucian dan kehormatan bulan Rajab ini, sehingga menyia-nyiakannya, bahkan menodai kemuliaan, kesucian dan kehormatannya.

Selain Allah telah menetapkan Rajab sebagai bulan suci, Allah SWT juga memilihnya sebagai moment hijrahnya kaum Muslim yang pertama ke Habasyah, tahun ke-5 kenabian. Tidak hanya itu, Allah juga menjadikannya sebagai moment untuk mengisra’mikrajkan hamba-Nya tahun ke-10 kenabian. Isra’ dan Mikraj adalah moment istimewa, tidak saja moment Nabi menerima titah kewajiban shalat, tetapi juga moment pengukuhan Nabi sebagai pemimpin bagi seluruh umat manusia. Ketika baginda saw. dititahkan menjadi imam para Nabi dan Rasul sebelumnya di Baitul Maqdis.

Rajab juga telah ditetapkan oleh Allah sebagai moment pertemuan pertama kali Nabi saw. dengan kaum Anshar, yang mempunyai kemuliaan, dimana melalui tangan merekalah Negara Islam pertama tegak di Madinah. Dengannya, kesucian darah, harta dan jiwa pun bisa terjaga. Dalam kitab al-Mustadrak, karya Imam al-Hakim an-Naisaburi, dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau menuturkan:

“Rasulullah saw. pernah menawarkan dakwah kepada khalayak..” Baginda mengatakan, “Apakah ada seseorang yang bisa membawaku kepada kaumnya, karena kaum Quraisy telah menghalangiku untuk menyampaikan firman Tuhanku?” Berkata [Jabir], “Seorang laki-laki dari Bani Hamdan lalu mendatangi baginda. Dia berkata, “Saya.” Baginda bertanya, “Apakah kamu mempunyai kekuatan [yang bisa melindungi] dari kaummu?” Dia menjawab, “Iya.” Lalu, baginda bertanya kepadanya, dari mana asalnya?” Dia menjawab, “Dari Bani Hamdan.” Setelah itu, seorang laki-laki dari Bani Hamdan ini pun takut akan diserang kaumnya. Dia pun mendatangi Rasulullah saw. seraya berkata, “Saya telah mendatangi kaumku, aku beritahukan kepada mereka. Kemudian saya akan menemuimu tahun depan.” Baginda menjawab, “Baik.” Dia pun pergi. Lalu, delegasi Anshar pun tiba pada bulan Rajab.” [Hr. al-Hakim, al-Mustadrak, Juz IX/497]

Rajab juga telah dijadikan oleh Allah SWT moment istimewa peralihan kiblat kaum Muslim, dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram. Menurut Imam Ahmad dari Ibn ‘Abbas, peralihan kiblat ini terjadi setelah enam belas atau tujuh belas bulan Nabi saw. hijrah ke Madinah. Itu terjadi di bulan Rajab [Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz III/252-253].

Sabtu, 25 Maret 2017

Agama dan Politik Harus Dipisah?




Oleh : Muhammad Fitrianto
Sebuah pernyataan dungkapkan oleh Presiden Republik Indonesia Bapak  Joko Widodo di Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, seperti yang disampaikan oleh Kepala Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Jumat (24/3/2017).
Jokowi mengakui masih ada gesekan kecil yang terjadi saat pemilihan kepala daerah. Hal ini tak terlepas dari persoalan suku hingga agama. Ia pun menegaskan persoalan politik dan agama harus dipisah, tidak boleh disatukan. "Inilah yang harus kita hindarkan. Jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama, dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," katanya.
Apa yang dilontarkan oleh Bapak Presiden tersebut semakin memperjelas bagaimana sejatinya sikap dan keyakinan para pemimpin negeri ini.  Negeri  yang  katanya mayoritas penduduknya adalah umat Islam.  Bahkan dikatakan sebagai negeri muslim terbesar di dunia.  Berdasarkan data dari Indonesia Investment, jumlah penduduk muslim di Indonesia  tahun 2017 sekitar 207,2 Juta jiwa atau  87, 2 % dari populasi penduduk Indonesia. (http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/agama/item69?).
Indonesia bukanlah Negara Islam tetapi adalah Negara sekuler  sejati, walaupun seringkali dihaluskan dengan istilah Negara pancasila. Kita perlu memahami dengan jujur bahwa Sekularisme sudah menjadi ideology negeri kita ini sejak awal berdirinya. Namun, ironisnya masih banyak diantara kaum muslimin yang beranggapan bahwa Indonesia adalah Negara  Islam.  Pemimpinnya adalah Ulil Amri yang wajib ditaati tanpa boleh dikiritik sama sekali.
Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan. Dan inilah yang sedang diterapkan di Indonesia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme).
Dari manakah asal pemahaman sekularisme ini?
Dalam perkembangan sejarah bahwa sekularisme terlahir dari kaum kristiani yang tidak suka terhadap gereja yang mengatur dalam perundang-undangan di daerah barat tersebut sehingga tidak adanya pemisahan antara kepentingan gereja dengan kepentingan barat.Lantas begaimana agama islam dalam menyikapi pemahaman tersebut. Apakah dalam umat islam itu mengatur dalam perundang-undangan Negara ataukah mendirikan Negara islam sendiri.

(Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/egiidris/sekularisme_5519108da333119a14b6592c).
Bagaimana Seharusnya Umat Islam Menyikapi Paham  Sekularisme?

Islam sebagai agama dunia dan akhirat, sangat memperhatikan masalah duniawi. Akan tetapi masalah duniawi ini tidak dapat di lepaskan dari masalah ukhrowi, tak dapat di pisahkan dari agama atau wahyu dan Tuhan. Islam dapat sejalan dengan sekularisme karena yang terakhir ini dalam rangka memusatkan perhatiannya kepada masalah dunia itu, telah secara sadar memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan adalah kehidupan sehari-hari. Umat Islam menentang sekularisme karena sekularisasi adalah proses yang membawa orang, golongan, masyarakat semata-mata berhaluan duniawi kian lama kian memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan. Di lain sisi, Islam adalah agama harmoni, agama keseimbangan antara dunia akhirat.
Islam tidak hanya sebuah agama ritual belaka tetapi juga sebuah ideology yang mengatur seluruh aspek kehidupan.  Maka tidaklah layak setiap muslim yang paham akan agamanya kemudian mengambil sekularisme sebagai konsep hidup dia.  Jelas ini bertentangan dengan aqidah seorang muslim yang dibangun di atas dasar Tauhid.



Sejatinya setiap muslim harus terikat dengan aqidahnya dan syariah yang Allah turunkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupanmnya.  Dalam hal ini termasuk juga perkara politik.  Sudah sepatutnya dalam berpolitik pun semestinya berpedoman pada syariat Islam, bukan yang lain.  Allah SWT Berfirman :



 Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya “ (QS. An Nisaa’:65).



Apa yang disampaikan oleh Pak Jokowi adalah sebuah kemungkaran yang wajib ditolak oleh siapa saja diantara kita kaum muslimin.  Walaupun beliau adalah seorang kepala Negara, dalam hal ini tidak berlaku ketaatan kepada ulil amri seperti yang diserukan oleh sebagaian kalangan diantara kaum muslimin.



-  لاَ طَاعَةَ لأََِحَدٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالٰى







Tidak ada ketaatan terhadap seseorang dalam mendurhakai Allah Yang Suci dan Maha Luhur.”



Hadits ini diriwatakan oleh Imam Ahmad (5/66) dari Abdullah bin Shamit.  Hadits ini sanadnya shahih menurut syarat Imam Muslim. Ia dikuatkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath (13/109). Sedang Ath-Thabrani juga telah meriwatakannya dalam Al-Kabir (1/154/2) secara marfu’ dari Abdullah bin Shamit saja dengan lafazh tersebut. Hadits ini juga mempunyai jalur lain menurut Ath-Thayalisi (856), Imam Ahmad (4/432, 5/66) dan Ath-Thabrani (1/155) dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad.



Maka oleh sebab itu, wajib bagi setiap kita yang memahami akan hal ini menyampaikan akan hal ini kepada saudara-saudara kita yang belum paham.  Bahwa ide sekularisme tersebut bertentangan dengan aqidah Islam dan tidak layak diambil apalagi disebarluaskan oleh kaum muslimin.



Wallahu ‘alam bis showab.










































AKIBAT TAK MAU REPOT

Ust. Dr. Choirul Anam
(penulis buku "Cinta Nusantara, Rindu Khilafah)

Semua orang tak ada yang mau repot. Semua orang ingin kemudahan dan semua hal berjalan sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan sains dan teknologi serta berbagai layanan, dengan suatu harapan berbagai aktivitas manusia berjalan dengan mudah dan cepat. Bisa kita bayangkan sebelum adanya alat transportasi modern seperti sekarang ini, untuk bepergian dari Surabaya ke Sumatra, misalnya, betapa lama dan repotnya perjalanan tersebut. Sebelum adanya alat komunikasi yang modern seperti saat ini, hanya untuk sekedar mengirimkan informasi ke teman atau keluarga di kampung halaman, manusia membutuhkan waktu berhari-hari. Namun, dengan teknologi yang ada saat ini, semuanya dapat berjalan dengan cepat dan sangat mudah. Tampaknya, sains dan tenologi serta berbagai layanan (jasa) akan terus berkembang untuk semakin mempermudah dan mempercepat semua aktivitas manusia.

Kemudahan yang luar biasa dengan adanya kemajuan sains dan teknologi, salah satunya adalah karena para ilmuan dan para insinyur mencurahkan segala tenaga dan pikirannya. Mereka berepot-repot ria, agar masyarakat hidupnya tidak terlalu repot.

Masyarakat juga selalu menyambut kehadiran sains dan teknologi dan layanan baru dengan sangat antusias. Masyarakat membelanjakan uangnya yang diperoleh dengan susah payah untuk membeli berbagai teknologi dan berbagai layanan agar hidupnya semakin mudah. Inilah sikap alami manusia. Manusia tak mau repot. Manusia ingin semuanya serba mudah. Slogannya: Gitu aja kok repot!.
Namun demikian, sikap tak mau repot, yang sebenarnya sangat alami, jika ditempatkan pada posisi yang keliru, justru akan merepotkan manusia itu sendiri, bahkan bisa merepotkan hampir semua orang. Sekedar contoh, bagi sebagian orang, membuang sampah ke tempat sampah itu merepotkan. Lebih mudah dan lebih praktis, jika sampah itu tinggal dibuang di mana saja. Tinggal lempar. Mudah bukan? Tak perlu capek-capek jalan ke tempat sampah. Namun, apa yang terjadi dari sikap tak mau repot tersebut? Bisa jadi, sampah akan menumpuk dimana-mana. Lalu banjir, bau busuk, lingkungan tak sehat, pemandangan kumuh, dan lain sebagainya bisa jadi akan terjadi. Semua orang jadi repot.

Contoh yang lain, di jalan raya yang ramai, biasanya dilengkapi dengan penyebrangan jalan. Ada beberapa fungsi penyebrangan tersebut, yaitu untuk keselamatan dan menghindari kecelakaan, serta dapat mengurangi kemacetan jalan raya. Memang dalam hal ini, penyebrang jalan harus mau sedikit repot, yaitu menyebrang lewat penyebrangan jalan. Ia harus rela naik dan turun tangga. Apa jadinya, jika kita semua tak mau repot? Ngapain capek-capek naik tangga, mendingan langsung nyebrang aja. Toh, selama ini aman-aman saja. Nah, sikap inilah yang akhirnya membuat kesemrawutan dan kemacetan jalan raya. Sikap tak mau repot, telah membuat repot banyak orang.

Apa jadinya jika semua orang tak mau repot? Misalnya semua pemilik mobil, tak mau naik angkutan umum, sehingga jalan raya tak lagi cukup menampung volume kendaran yang melintas. Yang terjadi adalah kemacetan parah. Naik mobil pribadi itu memang sangat nyaman, dibanding naik angkutan umum yang ada saat ini. Naik angkutan umum, itu sungguh sangat merepotkan. Tetapi, sikap kita yang tak mau repot inilah terkadang yang membuat semua orang jadi repot.

Jadi, saat semua orang tak mau repot, terkadang di sinilah sumber kerepotan itu muncul dan kemudian merepotkan banyak orang atau semua orang.
*****

Yang palih parah adalah jika para pemimpin tak mau repot. Sikap ini dipastikan membawa kerepotan bagi semua masyarakat.

Apa jadinya, jika para pemimpin tak mau repot? Misalnya, mereka bersikap, ngapain capek-capek membangun jalan, ngurusi got, dan lain sebagainya. Capek amat! Mendingan biarkan aja. Toh selama ini mereka fine-fine aja dengan jalan, got, dan semua fasilitas publik yang ada.

Ah, repot amat ngusir Freeport dan perusahaan-perusahaan asing lainnya!. Biar mereka tetap beroperasi seperti biasanya. Dengan begitu pajak bisa jalan terus dan bisa diperas untuk mempertebal kantong pribadi. Ngusir mereka itu repot sekali dan resikonya jga sangat besar. Harus berhadapan dengan negara-negara besar, berurusan dengan pemilik modal raksasa, memicu gejolak, menyiapkan SDM yang berkualitas dan lain-lain. Mendingan enak seperti sekarang, tidak ada apa-apa. Kerjakan cukup jalan-jalan, senang-senang, dan menebar senyum ke sana kemari.
Kalau pemerintah kekurangan uang, gampang saja, tidak perlu repot-repot. Utang saja! Beres kan? Masalah utang menumpuk, bodoh amat! Toh, nanti yang menanggung adalah pemerintahan berikutnya, sama dengan sekarang yang menanggung dari hutang rezim sebelumnya. Dengan hutang yang besar akan tersedia dana segar yang besar, yang bisa dipakai apa saja. Enak kan? Urusan bayar hutang, tidak perlu dipikirkan, itu urusan nanti.

Dan seterusnya. Semua akan dibuat repot, jika pemimpin tak mau repot.
*****

Bagi umat Islam, sikap tak mau repot ini juga sangat berbahaya. Sikap ini akhirnya membuat umat ini tak lagi peduli dengan kondisi umat Islam. Akhirnya ajaran Islam terlunta-lunta dan umat menjadi sasaran empuk orang-orang dzalim.

Terus terang, memang hidup ini akan terasa enak jika kita hanya fokus mengurusi urusan pribadi dan karir kita, tidak perlu mengurusi urusan umat. Ngurusi urusan pribadi aja tidak ada habisnya, apalagi ngurusi umat. Lagi pula, umat yang kita urusi juga belum tentu mau diurusi.

Selalu ada alasan bagi kita untuk tidak mau repot ngurusi umat dan agama ini. Misalnya, ngapain repot-repot ngurusi umat, wong urusan sendiri aja belum kelar. Ngapain ngurusi kenaikan BBM dan tarif listrik, itu sudah ada yang ngurusi, mendingan cari uang bisa dimakan anak dan istri, serta bisa untuk infaq.

Ngapain ngurusi penista agama, itu kan urusan pribadi dia dengan Allah. Nanti juga akan mati sendiri. Mendingan kita ngurusi diri sendiri dengan rajin beribadah. Diri sendiri aja belum tentu benar, ngapaian ngurusi orang lain.

Ngapain ngurusi Rohingnya, Palestina, Suriah dan lain sebagainya. Urusan dalam negeri saja menumpuk tidak ada habisnya. Itu kan urusan luar negeri, mendingan ngurus dalam negeri sendiri saja. Dan lain sebagainya.

Saat ada urusan luar negeri, bilangnya mendingan mengurusi urusan dalam negeri. Saat ada urusan dalam negeri, bilangnya mendingan mengurusi urusan keluarga. Saat ada urusan keluarga, bilangnya mendingan mengurusi urusan pribadi. Saat ada urusan pribadi, bilangnya kok tidak ada yang bantu, kok repot sekali.

Padahal, saat umat tak mau repot mengurusi urusan umat, inilah yang membuat umat ini jadi repot. Saat kita tak mau membantu yang lain, maka tak ada yang lain yang terbantu. Bisa jadi, orang lain yang tak terbantu itu adalah kita. Saat kita semua sudah tak peduli, maka kita pun juga tak dipedulikan oleh yang lain.
*****

Tak mau repot terkadang juga menginveksi aktivis dakwah.

Mereka tak mau repot mengkaji dan mengikuti dakwah Nabi saw. Mereka lebih senang berdakwah dengan metode yang dikreasi sendiri. Sebab lebih mudah, lebih sesuai selera, dan lebih sesuai keinginan. Seandainya mereka sudah mengkaji dakwah Nabi saw, mereka juga tak mau repot mengikuti Nabi Muhammad saw. Mereka berdakwah sesuai kehendak mereka sendiri. Memang harus diakui meniru dakwah Nabi itu sangat merepotkan. Harus begini dan begitu. Tidak boleh begini dan begitu.

Sebagian aktivis dakwah berpikir, Kok repot amat sih?. Mendingan berdakwah sesuai selera sendiri. Toh, Allah tahu kalau kita sedang berdakwah. Kalaupun salah-salah dikit ya masih mendingan lah, daripada mereka yang tak dakwah sama sekali. Iya kan?.

Saat mereka diingatkan agar meniru dakwah Nabi, agar jangan menikmati sistem jahiliyah yang harusnya didakwahi dan diubah, mereka berargumentasi bahwa zaman sekarang tak sama dengan zaman Nabi dahulu. Sehingga tak ada keharusan pada zaman sekarang untuk meniru Nabi dalam dakwah. Dengan sangat canggih mereka mengatakan, Antara zaman sekarang dan zaman Nabi terdapat perbedaan ruang dan waktu.

Saat mereka diingatkan oleh aktivis dakwah yang lain, atau jamaahnya diingatkan oleh aktivis dari jamaah lain, mereka tak pernah menerima nasihat tersebut. Mereka murka besar. Sebagai gantinya, mereka justru mencari kesalahan aktivis atau jamaah dakwah yang telah menasehatinya untuk menyerang balik. Iya nasihat itu, dilawan dengan serangan balik. Dengan begitu, mereka merasa puas, bahkan sangat puas. Meraka merasa puas bahwa yang salah bukan hanya dirinya dan jamaahnya, tetapi juga aktivis lain dan jamaah lain. Karena itu, jika mereka mendapatkan kesalahan jamaah dakwah (dalam tanda petik, sebab terkadang bukan kesalahan, tetapi diopinikan salah), mereka merasa teramat-sangat gembira. Mereka bukan menasehatinya dengan tulus sebagai saudara muslim, tetapi mereka seakan menemukan amunisi, yang siap ditembakkan kepada jamaah lain untuk menjatuhkan dan kalau perlu mematikan jamaah tersebut.

Tak ada idealisme. Kalau pun ada, itu hanya setengah atau seperempat idealisme. Idealisme itu memang sangat merepotkan, apalagi di tengah kerumunan orang-orang yang menganut pragmatisme.

Tetapi sikap tidak mau repot, inilah yang membuat repot yang sebenarnya. Akibatnya ajaran Islam menjadi kabur. Masyarakat tak lagi bisa membedakan mana yang sesuai dengan Islam dan mana yang tidak. Juga tidak bisa diidentifikasi mana yang aktivis Islam dan mana yang bukan. Semuanya sama, yaitu sama-sama pragmatis, sama-sama mengejar keuntungan pribadi, sama-sama menipu, sama-sama korupsi, dan sama-sama yang lain. Kalau pun beda hanya casing-nya saja, yang satu dibalut dengan busana yang bernuansa Islam, dan yang satu lagi dibalut busana universal. Yang satu bicaranya berbau ke-arab-araban, yang satu lagi ke barat-baratan. Tetapi substansinya tidak berbeda sama sekali. Syariah Islam tetap tak tersentuh sama sekali, apalagi Khilafah dan persatuan umat.

Dengan dakwah yang tak mau repot ini, akhirnya kemaksiyatan semakin hebat, perpecahan umat semakin mengaga, riba semakin menggurita, pemimpi semakin durjana, dan rakyat semakin putus asa.

Akibatnya, saat ada yang dengan tulus menyuarakan dakwah Islam dengan menawarkan perubahan yang hakiki dari sistem demokrasi menjadi sistem syariah, masyarakat jadi antipati dengan mengatakan: Ah paling juga sama dengan yang sudah-sudah. Ujung-ujungnya cuma uang dan kekuasaan.

Jadi, tidak mau repot memang merepotkan. Tetapi jika kita lebih tak mau repot lagi karena kondisi yang sudah terlanjur merepotkan, maka kondisi akan semakin merepotkan. Oleh karena itu, kita harus memutus mata rantai sikap tak mau repot ini.

Kita harus mau repot. Kta harus berani mengambil sikap dan aksi. Kita harus meninggalkan sikap cuek dan abai terhadap kondisi umat dan agama kita. Kita hars bangkit untuk berjuang. Bukan sekedar berjuang, tetapi berjuang meniru Rasulullah saw. Kita harus berani repot mengkaji perjuangan Nabi saw, meneladaninya, dan istiqomah di jalannya.

Memang kelihatan snagat repot, tetapi di sanalah kita akan merasakan manisnya perjuangan. Lebih dari itu, hanya dengan berdakwah mencontoh Nabi secaa konsisten, insya Allah kita akan berhasil mewujudkan cita-cita perjuangan, yaitu terciptanya baldatun thoyybatun wa rabbun ghafur, yaitu denan tegaknya syariAmiin...


Wallahu alam.

Jumat, 24 Maret 2017

Jangan Jadi Budak Dunia

“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah akan menjadikan kefakiran dihadapan matanya dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia yang dicarinya tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai denga apa yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya , pada sore dan siang harinya dia selalu dalam kefakiran”( HR Tirmidzi).
Barang siapa menjadikan akhirat sebagai ambisinya , maka Allah jadikan kekayaan itu di hatinya, urusannya disederhanakan oleh Allah,...
Orang kaya raya itu seharusnya paling sering ke mesjid.  Kenapa justru orang yang kaya kebanyakan susah datang ke masjid.  Jawabannya, karena dia jadi budak dunia.  Dunia menjadi ambisinya.
“Barang siapa yang menjadikan dunia itu sebagai ambisi dia, Allah akan jadikan kefaqiran di depan matanya, urusannya diceraiberaikan”.
Tidur gak nyeyak, makan gak enak karena takut kehilangan dunia terus menghantuinya.  Jadilah hidupnya diperbudak dunia.  Karena menjadikan dunia sebagai ambisinya.
Kebanyakan ahli dunia kikir dengan hartanya, sehingga bathinya terus dipenuhi ketakutan akan kehilangan dunia yang ia miliki, walaupun hanya sedikid.  Keimanan kepada Allah Ar Razaq telah tergantikan oleh harta dunia.
Banyak diantara manusia nampak begitu taat saat dia faqir dan berangan-angan kan lebih taat jika Allah tambahkan harta dia.  Tapi ketika dunia sudah menjadi ambisi dia, maka ketika dunia sudah digenggamannya bukan tambah bersyukur malah tambahlah dia kufur.
Jadilah putra-putri akhirat bukan putra-putri dunia.  Mintalah kepada Allah jika dirundung masalah, bukan kepada manusia atau harta dunia.  Orang-orang arab jahiliah memiliki tradisi membunuh anak-anak perempuan mereka karena takut miskin.  Inilah jika dunia telah menguasai jiwa.
Semua pintu seolah tertutup saat muncul masalah hidup yang besar, ketika dunia menjadi pusat perhatian dia.  Tapi sebaliknya orang yang berharap hanya pada Allah, tawakkalnya baik.  Maka dia tidak akan terlalu risau, hidupnya tenang, rezekinya terjamin.
Bukankah Allah telah menjamin rezeki setiap hamba-Nya selama hamba itu masih hidup di permukaan bumi ini.  Lantas kenapa kita masih ragu?
Mulai sekarang tanamkan keyakinan bahwa Allah pasti menjamin rezekimu.  Jadikan Akhirat sebagai pusat perhatianmu bukan dunia dan perhiasannya, maka dunia akan menghiba kepadamu.

Wallahu’alam bis showab

Kamis, 23 Maret 2017

_Sebuah renungan yang sangat indah.._

*Oleh : KH.Hafidz Abdurrahman*

عبارة جمیله للشيخ محمد راتب النابلسي تكتب بماء الذهب :

*_UNGKAPAN INDAH SYAIKH MUHAMMAD RATIB AN-NABLUSI DITULIS DENGAN TINTA EMAS :_*

نحن لا نملك تغییر الماضي

            و لا رسم المستقبل ..

         فلماذا نقتل انفسنا حسرة

        على شيءلا نستطیع تغییره؟

_Kita tak kuasa mengubah masa lalu.. Juga merancang masa depan, lalu mengapa kita membunuh diri kita dengan penyesalan, atas apa yang tak mampu kita ubah?_

        الحياة قصیرة وأهـدافها كثيرة

             فانظر إلى السحاب

           و لا تنظر إلى التراب ..

           إذا ضاقت بك الدروب

             فعلیك بعلام الغیوب

      و قل الحمدلله على كل شيء

_Hidup ini singkat, sementara tujuannya banyak. Pandanglah ke langit, dan jangan melihat ke tanah. Saat langkahmu sempit, kamu harus kembali kepada Dzat yang Maha Tahu akan yang gaib.. Ucapkanlah al-Hamdulillah dalam segala hal._

 سفينة (تايتنك) بناها مئات الأشخاص

وسفينة ( نــوح ) بناها شخص واحد

الأولى غرقت والثانية حملت البشــرية ..

التوفيق من الله سبحانه وتعالى

_Kapal Titanic dibuat ratusan orang, sementara kapal Nabi Nuh dibuat satu orang. Kapal yang pertama tenggelam, dan kapal yang kedua sukses membawa manusia. Taufik itu datangnya dari Allah._

نحن لسنا السكان الأصليين

لهذا الكوكب (الأرض) !!

بل نحن ننتمي إلى ( الجنّة )

حيث كان أبـونا آدم يسكن في البداية

لكننا نزلنا هنا مؤقتاً

لكي نؤدّي اختبارا قصيرا

ثم نرجع بسرعة ..

_Kita bukanlah penduduk asli planet (bumi) ini. Kita berharap ke surga, dimana ayah kita, Adam, awalnya tinggal di sana. Namun kita singgah sebentar di sini untuk diuji sebentar, lalu segera kembali.._

فحاول أن تعمل ما بوسعك

للحاق بقافلة الصالحين

التي ستعود إلى

وطننا الجميل الواسع

ولاتضع وقتك في هذا الكوكب الصغير

_Berusahalah, berjuanglah sekuat tenagamu untuk menyusul kafilah orang-orang shalih, yang akan kembali ke tempat kita yang indah nan luas. Jangan sia-siakan waktumu di planet yang kecil ini._

الفراق:
ليس السفر  

ولا فراق الحب

حتى الموت ليس فراقا

سنجتمع في الآخرة

_Perpisahan yang sesungguhnya bukanlah bepergian, bukan pula putus cinta, bahkan kematian. Karena kita akan bertemu lagi di akhirat._

الفراق هو:

أن يكون أحدنا في الجنة

والآخر في النار

جعلني ربي وإياكم من سكان جنته..

_Perpisahan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang di antara kita di surga, sedang yang lain di neraka. Semoga saya dan kalian dijadikan sebagai penghuni surga-Nya._

والحياة ما هي إلا قصة قصيرة !!
(من تراب . على تراب . إلى تراب)
(ثم حساب  فثواب  أو عقاب)

فعش حياتك لله - تكن أسعد خلق الله
اللهم لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك

_Kehidupan ini hanyalah kisah singkat (dari tanah, di atas tanah, dan kembali ke tanah). Setelah itu (dihisab, lalu mendapat pahala, atau siksa)._

_Hiduplah untuk Allah, maka kamu akan menjadi makhluk Allah yang paling bahagia. Ya Allah, hanya milik-Mu segala puja dan puji sebagaimana kemuliaan wajah-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu layak mendapatkannya._

 شكراً / لمن قرأها
و شكراً لمن أهداها لأحبته.

_Terima kasih bagi yang telah membacanya._

_Terima kasih bagi yang telah menghadiahkannya kepada teman-teman tercintanya._

MERESTART ULANG KEHIDUPAN

* Oleh  : Abu Afra t.me/AbuAfraOfficial Terkadang ada orang yang ketika awal hijrahnya begitu bersemangat.  Dimana-mana selalu ngomong...