Senin, 11 Agustus 2025

 Hukum Simbol dan Bendera dalam Islam

Yasin Muthohar

Memahami manath al-hukm (faktor penentu hukum) adalah bagian dari memahami objek hukumnya. Artinya, mengenali realitas suatu benda, perbuatan, atau gagasan adalah bagian dari memahami hakikatnya. Maka, bendera dan panji-panji tertentu harus diketahui akar, asal-usul, dan sejarahnya sebelum menetapkan hukumnya.

Secara umum, sejak ratusan tahun lalu telah menjadi kebiasaan bahwa setiap kelompok, kabilah, atau negara memiliki bendera yang melambangkan identitas, misi, ideologi atau akidah, serta kedaulatannya; dan juga mencerminkan perkara yang menjadi tujuan pengibaran bendera itu. Bendera negara Khilafah —baik liwa’ maupun rayah— mengandung akidah dan misi Islam, serta menjadi identitas khas umat Islam yang membedakannya dari umat lain. Begitu pula bendera Amerika melambangkan negara kapitalis Amerika dan bangsa Amerika; bendera Inggris, Prancis, Rusia, dan lainnya melambangkan prinsip, akidah, dan gaya hidup tertentu; juga menggambarkan arah umum negara dan masyarakat, serta menunjukkan identitas dan misinya.

Demikian pula, partai, organisasi, dan lembaga mengadopsi bendera yang menjadi simbol keberadaan mereka, dan di dalamnya terdapat makna yang mencerminkan identitas, afiliasi, dan ideologi yang mereka anut.

Simbol memiliki makna sebagaimana lafaz memiliki arti, dan bentuk memiliki maksud tertentu. Simbol menunjuk pada sesuatu; bahasa dan tulisan itu sendiri adalah simbol. Huruf adalah bunyi dengan tempat keluarnya di lidah atau tenggorokan. Gabungan huruf membentuk kata, kumpulan kata membentuk kalimat, kumpulan kalimat membentuk paragraf, kumpulan paragraf membentuk sebuah topik, dan kumpulan topik membentuk buku — semua itu merepresentasikan gagasan dan realitas.

Tulisan dan bahasa adalah simbol, dan simbol secara zatnya adalah mubah (boleh) dalam Islam, begitu pula bendera dan panji, kecuali jika ia menjadi simbol kekufuran, kemaksiatan, kefasikan, rasisme, atau perpecahan. Kaidah syar’i menyebutkan:

الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يرد دليل التحريم

"Hukum asal segala sesuatu adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya,

والأصل في اللإعمال التقيد بالحكم الشرعي

dan hukum asal perbuatan adalah terikat pada hukum syara’."

Namun, kemubahan itu berubah menjadi keharaman jika simbol atau bendera tersebut menunjuk kepada hal yang haram.

Simbol dan bendera adalah benda, dan hukum dasarnya adalah mubah. Hukum simbol mengikuti hukum hal yang diwakilinya. Jika simbol atau bendera itu melambangkan syariat Islam, persatuan umat, kebaikan, atau pembelaan terhadap yang lemah dan tertindas di muka bumi, maka boleh diadopsi dan dikibarkan serta beramal di bawahnya. Namun jika simbol atau bendera itu bertentangan dengan akidah Islam, menyeru kepada yang haram, menimbulkan perpecahan atau fitnah di antara kaum Muslimin, atau dibangun di atas rancangan musuh Allah seperti menjadi simbol kekufuran, kesesatan, atau pelanggaran hukum syara’, atau menyerupai orang kafir, berloyalitas kepada mereka, serta mengajak kepada prinsip, akidah, dan tradisi mereka — maka hukumnya haram secara tegas.

Contohnya, salib adalah bentuk geometris, tetapi telah menjadi simbol akidah trinitas (atas nama Anak, Bapa, dan Roh Kudus sebagai Tuhan yang satu), sehingga tidak boleh diletakkan sebagai simbol di rumah, pakaian, tempat, atau bendera, karena ia melambangkan akidah syirik dan kufur. Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putra Maryam’” (QS. Al-Maidah: 72)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ

“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah adalah salah satu dari yang tiga.’ Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Satu…” (QS. Al-Maidah: 73)

يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا

Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam, adalah utusan Allah dan (diciptakan dengan) kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan para rasul-Nya, dan janganlah kamu mengatakan: '(Tuhan itu) tiga'. Berhentilah (dari ucapan itu), itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Dia dari memiliki anak. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (QS. An-Nisa: 171)

Begitu pula, misalnya palu dan arit yang semula melambangkan kaum buruh dan tani, namun setelah diadopsi sebagai simbol komunisme yang bertentangan dengan Islam dalam akidah, hukum, dan standar hidupnya, maka tidak boleh menjadikannya simbol atau slogan.

Demikian juga bendera dan simbol yang memecah belah kaum Muslimin seperti bendera nasionalisme, bendera kebangsaan, sektarian, atau kepartaian yang memisahkan umat Muhammad , yang didirikan di atas perjanjian Sykes–Picot dan asas demokrasi — tidak boleh diambil atau diserukan. Demikian pula lambang Freemason dan Zionisme adalah haram diambil.

Simbol atau bendera kefasikan hukumnya sama. Contohnya lambang jaringan prostitusi, minuman keras, atau bendera merah yang menandai rumah pelacuran, atau tanda lampu yang dimaksudkan sebagai simbol kekufuran atau kefasikan, atau lambang tubuh wanita untuk promosi — semuanya haram. Tidak boleh bagi Muslim mengadopsi, menjadikannya simbol, slogan, atau bendera.

Termasuk di antaranya adalah patung, berhala, dan kuburan yang dijadikan simbol tokoh, pemimpin, atau lainnya. Semua itu adalah nushub (tugu) yang diharamkan Allah sebagaimana firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan keji dari perbuatan setan, maka jauhilah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90)

Apabila ditambahkan dengan menggambar makhluk bernyawa, maka Islam telah mengharamkannya secara tegas. Tamatstsil (patung) adalah bentuk tiga dimensi yang menyerupai manusia atau hewan atau makhluk bernyawa lainnya. Nushub secara asal berarti tanda atau batu yang dahulu dijadikan tempat menyembelih oleh orang musyrik. Tugu peringatan adalah patung yang didirikan di lapangan untuk mengenang tokoh atau sosok tertentu, seperti Tugu Prajurit Tak Dikenal.

Adapun bendera-bendera sektarian, maka dasar kelahirannya adalah ide suatu kelompok atau golongan yang menyeru kepada fanatisme (‘ashabiyyah) terhadap pemikiran golongannya dan menolak selainnya. Tujuan pengibarannya adalah untuk balas dendam, menuntut darah, memecah-belah umat, serta memalingkan arah pemikiran dan akidah kepada tujuan lain yang bertentangan dengan akidah Islam dan hukum-hukumnya yang bersifat menyatukan, menolak rasisme, perpecahan, dan diskriminasi.

Istilah dan simbol dibuat untuk makna tertentu, dan tidak boleh mengklaim telah mengubah maknanya. Misalnya: orang yang mengangkat atau mengenakan salib, apa maksudnya? Tidak diragukan bahwa maksudnya adalah keyakinan tentang Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai Tuhan yang satu. Itu berarti keyakinan trinitas Nasrani, yang merupakan kesyirikan yang mengeluarkan dari Islam.

Begitu juga orang yang mengenakan kippah (topi Yahudi), atau simbol Hindu, Buddha, atau Majusi — semua itu merupakan mengikuti langkah-langkah setan. Allah Ta’ala berfirman:

 

“Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 168-169)

Dari sinilah Islam mengharamkan tasyabbuh (menyerupai) Yahudi dan Nasrani dalam hal-hal yang merupakan bagian dari agama mereka.

Rasullullah saw. bersabda:

 

«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»

Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, dia termasuk dari mereka (HR Abu Dawud, no. 4031).

 

Nabi memperingatkan umatnya agar tidak menyerupai selain kaum Muslimin; sebab umat ini diperintahkan untuk menyelisihi kaum musyrikin dan Ahli Kitab.

Dalam hadits ini, Nabi bersabda: "Barang siapa menyerupai suatu kaum", yaitu mengikuti mereka dalam perbuatan, ucapan, pakaian, atau kebiasaan mereka — seperti dalam makanan, minuman, bentuk penampilan, dan lainnya — "maka ia termasuk golongan mereka", yakni hukumnya mengikuti hukum mereka; jika mereka adalah orang-orang fasik atau kafir, maka ia termasuk dari golongan mereka, dan akan terkena apa yang menimpa mereka berupa azab sesuai kadar penyerupaannya dan niat di balik penyerupaan itu. Dan jika mereka adalah orang-orang saleh dan Muslim, maka ia akan mendapatkan apa yang mereka dapatkan berupa kenikmatan dari Allah .

Hadits ini mengandung peringatan agar tidak menyerupai orang-orang kafir, fasik, dan ahli maksiat, serta mengarahkan kita untuk meneladani orang-orang beriman dan taat.

Demikian pula halnya dengan warna dan hukum simbolismenya. Suatu warna memiliki makna tertentu yang telah ditetapkan oleh para ahli bahasa. Warna pada dasarnya mubah (boleh) secara hukum asal, dan digunakan untuk perhiasan pada pakaian maupun selainnya.

Namun, ketika warna itu disepakati sebagai simbol untuk makna tertentu yang berbeda dari makna bahasa aslinya, maka ia menunjukkan sebuah akidah atau ide tertentu. Apabila simbol warna itu mengandung makna yang bertentangan dengan Islam, maka tidak boleh mengadopsinya atau mengibarkannya.

Contohnya, warna merah yang dijadikan simbol komunisme dengan akidahnya “Tiada Tuhan, kehidupan adalah materi” (bintang merah), atau dijadikan bendera yang menunjukkan kemaksiatan (seperti bendera merah pada masa Jahiliyah). Begitu pula warna-warna yang menjadi penanda pelecehan seksual terhadap perempuan, atau tanda untuk balas dendam dan pembunuhan seperti warna merah yang digunakan untuk slogan “Yā li-Tsārāti al-Husayn” — dari siapa mereka menuntut balas? Dan siapa yang mereka bunuh sebagai ganti dari al-Husayn ‘alaihissalam?!

Demikian pula warna-warna yang menjadi simbol penyerupaan laki-laki dengan perempuan dan perempuan dengan laki-laki. Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan:

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم المخنَّثين من الرجال، والمترجِّلات من النساء

“Rasulullah melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. al-Bukhari)

Dalam riwayat lain:

لعن رسول الله صلى عليه وسلم المتشبِّهين من الرجال بالنساء، والمتشبِّهات من النساء بالرجال

“Rasulullah melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. al-Bukhari)

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الرجل يلبس لبسة المرأة ،والمرأة تلبس لبسة الرجل

“Rasulullah melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan wanita yang mengenakan pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud, dengan sanad yang sahih).

Jika kita terapkan hukum symbol dan bendera tersebut terhadap bendera bajak laut terlepas apakah itu One Picea tau bukan, maka bisa kita simpulkan bahwa mengibarkan dan memakai bendera tersebut hukumnya haram.  Alasannya:

1.    Bendera bajak laut adalah simbul perbuatan haram yang di larang di dalam Islam. Membajak ( baca; membegal) Adalah perbutan yang dicela di dalam Islam. Dalam Fiqh Islam aktifitas bajak laut sama dengan aktifitas al-Hirobah (menyamun- membega- merampas hak orang lain).

Memakai symbol dan bendera bajak laut sama dengan menormalisasi simbol kekerasan.  Bendera tengkorak adalah simbol kematian, kekerasan dan kekacauan. Dalam Islam, mempromosikan kekerasan dan kejahatan  sebagai gaya hidup bukanlah nilai yang dibenarkan. Allah SWT berfirman:

 

إِنَّمَا جَزَٰٓؤُا۟ ٱلَّذِينَ يُحَارِبُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَسْعَوْنَ فِى ٱلْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوٓا۟ أَوْ يُصَلَّبُوٓا۟ أَو تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَـٰفٍ أَوْ يُنفَوْا۟ مِنَ ٱلْأَرْضِ

Sesungguhnya pembalasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau dibuang dari negeri mereka…” (QS al-Maidah [5]: 33).

2.    Tasyabbuh bil kuffaar (Menyerupai orang kafir).

Simbol Jolly Roger berasal dari budaya bajak laut Eropa yang umumnya tidak beragama atau bahkan musyrik. Menyerupai simbol mereka tanpa kritik adalah tasyabbuh dengan mereka—dan itu dilarang dalam Islam.

3.    Memuliakan simbol non-islami.

Dalam cerita, bendera bajak laut kadang lebih “suci” dari nyawa. Luffy bahkan bersumpah akan mati demi benderanya. Padahal Islam hanya memuliakan syiar Allah—seperti kalimat tauhid, Panji Rasul (Liwa dan Rayah) atau al-Quran. Allah SWT berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

Demikianlah. Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka itu berasal dari ketakwaan hati (QS al-Ḥajj [22]: 32).

Symbol tengkorak yang identik dengan kematian bukanlah symbol islam, tidak ada umat Islam yang menggunakan symbol tersebut untuk tujuan perjuangan dan perlwanan. Lebih jauh dari itu symbol tengkorak bukan hanya identik dengan kematian, kekerasan dan bajak laut tapi juga merupakan symbol dewa tertentu dalam mitos agam-agama selain Islam.

Dewi kematian Meksiko atau santo rakyat yang dikenal sebagai Santa Muerte digambarkan dengan tengkorak sebagai pengganti kepala normal.

Seni bertema tengkorak juga ditemukan dalam penggambaran beberapa dewa Hindu. Siwa pernah digambarkan membawa tengkorak. Dewi Chamunda digambarkan mengenakan kalung kepala atau tengkorak yang terpenggal (Mundamala). Kuil Kedareshwara, Hoysaleswara, Chennakeshava, dan Lakshminarayana adalah beberapa kuil Hindu yang memuat pahatan tengkorak dan Dewi Chamunda. Kuil Dewi Kali dihiasi dengan tengkorak, tetapi Dewi Kali menawarkan kehidupan melalui limpahan darah.

Dalam ikonografi Buddhis Vajrayana, simbolisme tengkorak sering digunakan dalam penggambaran dewa-dewa murka dan para dakini.

Dalam beberapa kisah rakyat Korea tentang penggantian hidup, seseorang menemukan tengkorak yang telah ditinggalkan dan menyembahnya. Tengkorak tersebut kemudian memberikan nasihat tentang cara menipu dewa kematian dan mencegah kematian dini.

4.    Simbol kebebasan tanpa batas.

Bajak laut dalam One Piece adalah lambang “kebebasan absolut”—hidup tanpa hukum, tanpa negara dan tanpa agama. Padahal dalam Islam, kebebasan itu ada batasnya: syariah Allah SWT. Allah SWT berfirman:

{ثُمَّ جَعَلْنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْرِ فَٱتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ}

Kemudian Kami jadikan kalian berada di atas suatu syariah (jalan hidup) dari perintah itu. Ikutilah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu (QS al-Jātsiyah: 18).

Tidak ada kebebasan absolut di dalam Islam , karena semua perbuatan manusia harus terikat dengan hukum syara. Semua perbuatan akan diminta pertanggungjawaban di Akhirat kelak.

Allah berfirman :

كل نفس بما كسبت رهينة

Setiap jiwa terhadai dengan perbuatannya

Rasulullah SAW bersabda :

أتاني جبريلُ عليه السَّلامُ فقال : يا محمَّدُ ! عِشْ ما شئتَ فإنَّك ميِّتٌ، وأحبِبْ من شئتَ فإنَّك مفارقُه، واعمَلْ ما شئتَ فإنَّك مجزِيٌّ به،

Jibril عليه السلام datang lalu berkata:

"Wahai Muhammad! Hidupilah sesukamu, namun engkau pasti akan mati. Cintailah siapa saja yang engkau mau, namun engkau pasti akan berpisah dengannya. Berbuatlah sesukamu, namun engkau pasti akan mendapatkan balasannya. HR . At-Thobaroni dan al-Hakim.

5.    Menggeser loyalitas.

Mencintai, menyanjung, bahkan membela mati-matian bendera fiksi bisa menggeser loyalitas yang seharusnya hanya milik Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukmin. Padahal Allah SWT telah berfirman:

{إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ}

Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman; yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta tunduk kepada Allah (QS al-Mā’idah [5]: 55).

Rasullullah saw. juga bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا

Tiga hal yang jika ada pada diri seseorang, ia akan merasakan manisnya iman: menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya... (HR al-Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan

Hukum symbol dan bendera mengikuti makna yang ditunjuknya. Jika dalam symbol atau bendera tertentu terdapat pemikiran tertentu yang bertentangan dengan Aqidah dan hukum Islam maka haram kita mengambil dan mengggunakannya. Jika symbol dan bendera tersebut bersifat umum tidak bermuatan pemikiran tertentu yang bertentangan dengan Islam dari aspek Aqidah mauoun syariah, maka hukumnya Kembali pada hukum asalnya, yaitu mubah sebagimana hukum benda pada umumnya.

         


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meniti Jalan Hidayah: Dari Adab Dasar Menuju Puncak Kemuliaan

  Oleh  :  Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A., M.Pd Setiap Muslim mendambakan hidayah, cahaya petunjuk dari Allah SWT yang menerangi ja...