Minggu, 24 Agustus 2025

Dari Meja Izin ke Meja Hijau: Mengapa Korupsi Tak Pernah Usai?

 Oleh  : Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A., M.Pd, C.ISP, C.LQ

21 Agustus 2025. Media kembali heboh. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, karena dugaan suap dalam perizinan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Publik pun terhenyak. Namun, ini bukanlah kabar baru. Kasus korupsi selalu muncul dengan pola serupa: hanya nama, jabatan, dan modus yang berubah.

Immanuel Ebenezer Gerungan atau Bang Noel, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus pemerasan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) setelah operasi tangkap tangan pada Agustus 2025. Dalam kasus ini, tarif resmi sebesar Rp 275 ribu dipungut hingga Rp 6 juta, dengan total dugaan aliran dana mencapai Rp 81 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 3 miliar diduga masuk ke Noel hanya dua bulan setelah ia dilantik, disertai gratifikasi berupa motor mewah Ducati. OTT tersebut juga menghasilkan penyitaan uang tunai, valuta asing, serta puluhan kendaraan mewah. Ironisnya, Noel yang sebelumnya vokal mendorong hukuman mati bagi koruptor justru kini terjerat kasus serupa.

Data Laporan Tahunan KPK 2023 menunjukkan lebih dari 70% kasus korupsi di Indonesia terkait perizinan dan pengadaan barang/jasa. Dari izin tambang, hutan, migas, hingga usaha kecil—semuanya dapat diperjualbelikan. Sistem birokrasi yang berlapis dan sarat kepentingan politik telah menjadi lahan subur praktik rente.

Akar Masalah: Sekularisme yang Merusak

Mengapa korupsi sulit diberantas? Karena akarnya ada pada sistem sekuler yang kita anut. Dalam sistem demokrasi sekuler, kekuasaan dianggap sebagai sarana meraih keuntungan. Biaya politik yang tinggi mendorong pejabat untuk “mengembalikan modal” dengan memperjualbelikan kebijakan.

Kitab Ajhizah Dawlat al-Khilafah menggambarkan fenomena ini:

"وَإِنَّ الدِّيمُوقْرَاطِيَّةَ نَفْسَهَا تُنْتِجُ الْفَسَادَ، لِأَنَّهَا جَعَلَتِ السُّلْطَانَ وَالْمَنَاصِبَ وَسِيلَةً لِجَنْيِ الْمَنَافِعِ، فَتَحَوَّلَتِ الدَّوْلَةُ إِلَى مَصْدَرِ رِيعٍ لِلْمُتَسَلِّطِينَ."

“Sesungguhnya demokrasi itu sendiri melahirkan korupsi, karena ia menjadikan kekuasaan dan jabatan sebagai sarana meraih keuntungan, sehingga negara berubah menjadi sumber rente bagi para penguasa.”
(Ajhizah Dawlat al-Khilafah, Bab "Niẓām al-Ḥukm al-Islāmī", hlm. 21, Hizb ut-Tahrir, 2005).

 Allah SWT pun telah memperingatkan:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰسِقُونَ

“Barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Māidah [5]:47).

Pandangan Islam: Korupsi adalah Dosa Besar

Islam tidak hanya memandang korupsi sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga dosa besar yang berlapis:

1.      Ghulul (penggelapan harta negara):

وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa berkhianat (menggelapkan harta rampasan), maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (QS. Āli ‘Imrān [3]:161).

2.      Risywah (suap):

«لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي»

“Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap.” (HR. Abū Dāwud no. 3580, at-Tirmiżī no. 1337).

3.      Khiyānah (pengkhianatan amanah):

Rasulullah bersabda:

«إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

“Jika amanah disia-siakan, tunggulah kehancuran.” (HR. al-Bukhārī no. 6496).

Ibn Khaldun menegaskan dalam Muqaddimah:

"إِذَا فَسَدَ الْمَالُ فِي الدَّوْلَةِ فَسَدَتْ أَخْلَاقُ أَهْلِهَا، وَزَالَتْ دَوْلَتُهُمْ."

“Jika harta negara rusak, maka rusaklah akhlak rakyatnya, dan hancurlah negara itu.”
(Muqaddimah, Bab IV, hlm. 285, Dār al-Fikr, 2004).

Solusi Islam: Mencegah dari Hulu, Menindak Tegas di Hilir

Islam menghadirkan solusi komprehensif yang tidak hanya mengobati gejala, tetapi juga menutup jalan terjadinya korupsi.

1. Baitul Mal: Transparansi Keuangan Negara

"كُلُّ مَالٍ وَجَبَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَوْ لِبَيْتِ مَالِ الْمُسْلِمِينَ فَإِنَّهُ يُوضَعُ فِي بَيْتِ الْمَالِ، وَيُصْرَفُ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْجَبَهُ الشَّرْعُ."

“Setiap harta yang menjadi kewajiban atas kaum Muslimin atau milik Baitul Mal kaum Muslimin, maka harta itu harus ditempatkan di Baitul Mal, dan dibelanjakan sesuai dengan yang diwajibkan syara’.”
(Al-Amwāl fī Dawlat al-Khilāfah, Bab "Baitul Māl", hlm. 37-39, Dār al-Ummah, 2004).

2. Hisbah: Pengawasan Tanpa Kompromi

"وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْوَالِي أَمِينًا فِي أَمْوَالِ الْمُسْلِمِينَ، قَائِمًا عَلَيْهَا بِالْعَدْلِ."

“Seorang penguasa harus amanah terhadap harta kaum Muslimin dan menegakkannya dengan keadilan.”
(Al-Aḥkām as-Sulṭāniyyah, Bab "Ḥisbah", hlm. 233, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

3. Sanksi Tegas dan Efektif

Hudud diterapkan untuk pencurian (QS. Al-Māidah [5]:38), dan ta‘zīr keras untuk pengkhianatan jabatan, bahkan hukuman mati jika membahayakan umat. Ibn Taymiyyah berkata:

"إِنَّ اللهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً، وَلاَ يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً."

“Sesungguhnya Allah menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dan tidak menegakkan negara yang zalim sekalipun mengaku Muslim.”
(Al-Siyāsah as-Syar‘iyyah, Bab "al-‘Uqūbāt", hlm. 50, Dār al-‘Arabī).

Sejarah Bicara: Umar bin Khattab Ra.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, seorang gubernur bernama Sa‘īd bin ‘Āmir dilaporkan memiliki harta berlebih. Umar segera memeriksanya, menyita harta yang tidak wajar, dan mengembalikannya ke Baitul Mal tanpa sidang panjang dan tanpa kompromi politik

Kesimpulan

Korupsi di negeri ini tak akan berhenti hanya dengan OTT sesaat. Selama sistem sekuler yang mahal dan transaksional dipertahankan, korupsi akan terus hidup dengan wajah baru. Islam menawarkan solusi menyeluruh: Baitul Mal yang transparan, Hisbah yang tegas, hukuman yang efektif, dan kepemimpinan yang amanah.

وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

 “Apabila kamu memutuskan perkara di antara mereka, maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil.” (QS. Al-Māidah [5]:42).

Kini, pilihan ada pada kita: terus menjadi penonton drama korupsi, atau memperjuangkan tegaknya solusi hakiki—Islam kaffah.  Wallahu Musta’an.




DAFTAR PUSTAKA

1.      KPK, Laporan Tahunan 2023.

2.      Detik NewsNoel Jadi Tersangka, Legislator Yakin Presiden Serius Berantas Korupsi

3.      Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, Dār al-Ummah, 1953.

4.      Hizb ut-Tahrir, Ajhizah Dawlat al-Khilafah, Bab Niẓām al-Ḥukm al-Islāmī, hlm. 21, 2005.

5.      Al-Amwāl fī Dawlat al-Khilāfah, Bab Baitul Māl, hlm. 37-39, Dār al-Ummah, 2004.

6.      Imam Asy-Syafi’i, Al-Umm, Juz IV, hlm. 142, Dār al-Ma’rifah.

7.      Al-Mawardi, Al-Aḥkām as-Sulṭāniyyah, Bab Ḥisbah, hlm. 233, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

8.      Ibn Taymiyyah, Al-Siyāsah as-Syar‘iyyah, Bab al-‘Uqūbāt, hlm. 50, Dār al-‘Arabī.

9.      Ibn Sa‘d, Ṭabaqāt al-Kubrā, Juz III, hlm. 280, Dār Ṣādir.

10.  Ibn Khaldun, Muqaddimah, Bab IV, hlm. 285, Dār al-Fikr, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meniti Jalan Hidayah: Dari Adab Dasar Menuju Puncak Kemuliaan

  Oleh  :  Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A., M.Pd Setiap Muslim mendambakan hidayah, cahaya petunjuk dari Allah SWT yang menerangi ja...