Oleh : Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A., M.Pd, C.ISP, C.LQ
21 Agustus 2025. Media kembali heboh. Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menangkap Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, karena dugaan
suap dalam perizinan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Publik
pun terhenyak. Namun, ini bukanlah kabar baru. Kasus korupsi selalu muncul
dengan pola serupa: hanya nama, jabatan, dan modus yang berubah.
Immanuel Ebenezer Gerungan atau Bang Noel, mantan Wakil Menteri
Ketenagakerjaan, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus
pemerasan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) setelah operasi
tangkap tangan pada Agustus 2025. Dalam kasus ini, tarif resmi sebesar Rp 275
ribu dipungut hingga Rp 6 juta, dengan total dugaan aliran dana mencapai Rp 81
miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 3 miliar diduga masuk ke Noel hanya
dua bulan setelah ia dilantik, disertai gratifikasi berupa motor mewah Ducati.
OTT tersebut juga menghasilkan penyitaan uang tunai, valuta asing, serta
puluhan kendaraan mewah. Ironisnya, Noel yang sebelumnya vokal mendorong
hukuman mati bagi koruptor justru kini terjerat kasus serupa.
Data Laporan Tahunan KPK 2023 menunjukkan lebih dari 70% kasus
korupsi di Indonesia terkait perizinan dan pengadaan barang/jasa. Dari izin
tambang, hutan, migas, hingga usaha kecil—semuanya dapat diperjualbelikan.
Sistem birokrasi yang berlapis dan sarat kepentingan politik telah menjadi
lahan subur praktik rente.
Akar Masalah:
Sekularisme yang Merusak
Mengapa korupsi sulit diberantas? Karena akarnya ada pada sistem
sekuler yang kita anut. Dalam sistem demokrasi sekuler, kekuasaan dianggap
sebagai sarana meraih keuntungan. Biaya politik yang tinggi mendorong pejabat
untuk “mengembalikan modal” dengan memperjualbelikan kebijakan.
Kitab Ajhizah
Dawlat al-Khilafah menggambarkan fenomena ini:
"وَإِنَّ الدِّيمُوقْرَاطِيَّةَ
نَفْسَهَا تُنْتِجُ الْفَسَادَ، لِأَنَّهَا جَعَلَتِ السُّلْطَانَ وَالْمَنَاصِبَ
وَسِيلَةً لِجَنْيِ الْمَنَافِعِ، فَتَحَوَّلَتِ الدَّوْلَةُ إِلَى مَصْدَرِ رِيعٍ
لِلْمُتَسَلِّطِينَ."
“Sesungguhnya
demokrasi itu sendiri melahirkan korupsi, karena ia menjadikan kekuasaan dan
jabatan sebagai sarana meraih keuntungan, sehingga negara berubah menjadi
sumber rente bagi para penguasa.”
(Ajhizah Dawlat al-Khilafah, Bab "Niẓām al-Ḥukm al-Islāmī", hlm. 21,
Hizb ut-Tahrir, 2005).
Allah SWT pun telah memperingatkan:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ
ٱلْفَـٰسِقُونَ
“Barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Māidah [5]:47).
Pandangan
Islam: Korupsi adalah Dosa Besar
Islam tidak
hanya memandang korupsi sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga dosa besar yang
berlapis:
1.
Ghulul (penggelapan harta negara):
وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa
berkhianat (menggelapkan harta rampasan), maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (QS. Āli
‘Imrān [3]:161).
2.
Risywah (suap):
«لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الرَّاشِي
وَالْمُرْتَشِي»
“Laknat Allah
atas penyuap dan penerima suap.” (HR. Abū Dāwud
no. 3580, at-Tirmiżī no. 1337).
3.
Khiyānah (pengkhianatan amanah):
Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»
“Jika amanah
disia-siakan, tunggulah kehancuran.” (HR.
al-Bukhārī no. 6496).
Ibn Khaldun
menegaskan dalam Muqaddimah:
"إِذَا فَسَدَ الْمَالُ فِي
الدَّوْلَةِ فَسَدَتْ أَخْلَاقُ أَهْلِهَا، وَزَالَتْ دَوْلَتُهُمْ."
“Jika harta
negara rusak, maka rusaklah akhlak rakyatnya, dan hancurlah negara itu.”
(Muqaddimah, Bab IV, hlm. 285, Dār al-Fikr, 2004).
Solusi Islam: Mencegah dari Hulu, Menindak Tegas di Hilir
Islam menghadirkan solusi komprehensif yang tidak hanya mengobati
gejala, tetapi juga menutup jalan terjadinya korupsi.
1. Baitul Mal:
Transparansi Keuangan Negara
"كُلُّ مَالٍ وَجَبَ عَلَى
الْمُسْلِمِينَ أَوْ لِبَيْتِ مَالِ الْمُسْلِمِينَ فَإِنَّهُ يُوضَعُ فِي بَيْتِ
الْمَالِ، وَيُصْرَفُ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْجَبَهُ الشَّرْعُ."
“Setiap harta
yang menjadi kewajiban atas kaum Muslimin atau milik Baitul Mal kaum Muslimin,
maka harta itu harus ditempatkan di Baitul Mal, dan dibelanjakan sesuai dengan
yang diwajibkan syara’.”
(Al-Amwāl fī Dawlat al-Khilāfah, Bab "Baitul Māl", hlm. 37-39, Dār al-Ummah,
2004).
2. Hisbah:
Pengawasan Tanpa Kompromi
"وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْوَالِي أَمِينًا فِي أَمْوَالِ
الْمُسْلِمِينَ، قَائِمًا عَلَيْهَا بِالْعَدْلِ."
“Seorang
penguasa harus amanah terhadap harta kaum Muslimin dan menegakkannya dengan keadilan.”
(Al-Aḥkām as-Sulṭāniyyah, Bab "Ḥisbah", hlm. 233, Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyyah).
3. Sanksi Tegas
dan Efektif
Hudud diterapkan untuk pencurian (QS. Al-Māidah [5]:38), dan ta‘zīr
keras untuk pengkhianatan jabatan, bahkan hukuman mati jika membahayakan umat.
Ibn Taymiyyah berkata:
"إِنَّ اللهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ
كَافِرَةً، وَلاَ يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً."
“Sesungguhnya
Allah menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dan tidak menegakkan negara
yang zalim sekalipun mengaku Muslim.”
(Al-Siyāsah as-Syar‘iyyah, Bab "al-‘Uqūbāt", hlm. 50, Dār
al-‘Arabī).
Sejarah Bicara:
Umar bin Khattab Ra.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, seorang gubernur bernama Sa‘īd
bin ‘Āmir dilaporkan memiliki harta berlebih. Umar segera memeriksanya, menyita
harta yang tidak wajar, dan mengembalikannya ke Baitul Mal tanpa sidang panjang
dan tanpa kompromi politik
Kesimpulan
Korupsi di negeri ini tak akan berhenti hanya dengan OTT sesaat.
Selama sistem sekuler yang mahal dan transaksional dipertahankan, korupsi akan
terus hidup dengan wajah baru. Islam menawarkan solusi menyeluruh: Baitul Mal
yang transparan, Hisbah yang tegas, hukuman yang efektif, dan kepemimpinan yang
amanah.
وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Apabila kamu memutuskan perkara di antara
mereka, maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang adil.” (QS. Al-Māidah [5]:42).
Kini, pilihan ada pada kita: terus menjadi penonton drama korupsi,
atau memperjuangkan tegaknya solusi hakiki—Islam kaffah. Wallahu Musta’an.
DAFTAR PUSTAKA
1.
KPK, Laporan Tahunan 2023.
2.
Detik News – Noel Jadi Tersangka, Legislator Yakin
Presiden Serius Berantas Korupsi
3.
Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, Dār
al-Ummah, 1953.
4.
Hizb ut-Tahrir, Ajhizah Dawlat al-Khilafah, Bab Niẓām al-Ḥukm
al-Islāmī, hlm. 21, 2005.
5.
Al-Amwāl fī Dawlat al-Khilāfah, Bab Baitul Māl, hlm. 37-39, Dār
al-Ummah, 2004.
6.
Imam Asy-Syafi’i, Al-Umm, Juz IV, hlm. 142, Dār al-Ma’rifah.
7.
Al-Mawardi, Al-Aḥkām as-Sulṭāniyyah, Bab Ḥisbah, hlm. 233, Dār
al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
8.
Ibn Taymiyyah, Al-Siyāsah as-Syar‘iyyah, Bab al-‘Uqūbāt, hlm. 50,
Dār al-‘Arabī.
9.
Ibn Sa‘d, Ṭabaqāt al-Kubrā, Juz III, hlm. 280, Dār Ṣādir.
10. Ibn Khaldun, Muqaddimah, Bab IV,
hlm. 285, Dār al-Fikr, 2004.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar