Oleh : Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A, M.Pd, C.ISP, C.LQ
Setiap orang pasti ingin hidup bahagia. Rumah nyaman, keluarga harmonis, rezeki cukup, hati tenang. Tapi tahukah kita, kebahagiaan sejati itu hanya hadir jika hidup kita penuh keberkahan. Dan keberkahan itu hanya akan datang jika Allah meridhai kita.
Kalau Allah ridha, maka berkah akan mengalir. Dan menariknya, keberkahan dari Allah itu “unlimited”, tak ada batasnya. Allah sendiri yang memberi contoh ini lewat kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Benchmark Keberkahan: Nabi Ibrahim dan Keluarganya
Setiap kali kita membaca shalawat Ibrahimiyah dalam tasyahud, kita memohon kepada Allah agar memberi keberkahan kepada Nabi Muhammad sebagaimana keberkahan yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Pertanyaannya: Mengapa tolok ukur keberkahan Nabi Muhammad justru merujuk kepada Nabi Ibrahim?
Jawabannya: karena ketaatan total Nabi Ibrahim dan keluarganya kepada Allah, bahkan ketika perintah-Nya terlihat “tidak masuk akal” bagi logika manusia.
-
Meninggalkan istri dan bayi di lembah gersang tanpa tumbuhan dan air.
-
Siap menyembelih anaknya sendiri yang sudah dinanti selama 80 tahun.
Keduanya dilaksanakan tanpa tawar-menawar. Mengapa? Karena mereka yakin Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya. Dan benar saja, dari lembah gersang itu Allah memunculkan Air Zamzam, dan dari perintah penyembelihan lahirlah ibadah kurban.
Air Zamzam: Simbol Keberkahan Tanpa Batas
Air Zamzam adalah salah satu bukti nyata janji Allah: “Laisa fi barokati nihayah” — keberkahan-Ku tak ada ujungnya. Bayangkan, air ini sudah mengalir lebih dari 3.500 tahun, debitnya kecil (12–18 liter/detik), tapi tak pernah habis meskipun jutaan jamaah haji dan umrah mengambilnya setiap tahun. Bahkan pernah diuji dipompa besar-besaran (8.000 liter/detik) selama 24 jam—tetap saja tidak kering. Airnya pun unik: tak pernah banjir, tak bercampur air hujan, dan memiliki kualitas yang tak tergantikan. Itulah berkah: dari lembah tanpa tumbuhan, kini menjadi kota paling dirindukan di dunia, Mekah.
Definisi “Berkah” dalam Hidup dan Rezeki
-
Umur bertambah → kebaikan bertambah.
-
Rezeki bertambah → kebaikan bertambah.
-
Ilmu bertambah → kebaikan bertambah.
Sebaliknya, ada orang yang bertambah umur, tapi justru bertambah dosanya; bertambah harta, tapi bertambah juga kemaksiatannya.
Rezeki yang berkah bukan sekadar banyak, tapi:
-
Membantu ketaatan (muhaiminan ‘alat tho‘ah): membuat ringan beribadah, rajin berbuat baik.
-
Menjauhkan dari maksiat (muba‘idan ‘anil ma‘ashi): tidak menjadi bahan bakar dosa.
Kalau rezeki justru mendorong kita boros, lalai, atau maksiat—itu tanda rezekinya tak berkah.
Kunci Mendapatkan Keberkahan
-
Cari rezeki dengan cara halal – jauhi riba, suap, penipuan.
-
Gunakan rezeki untuk yang halal – nafkah, sedekah, membantu sesama.
-
Bersyukur – akui bahwa semua dari Allah, seperti Nabi Sulaiman: “Hadzamin fadli Rabbi” (Ini semua karunia Tuhanku).
Hati-hati, Rasulullah ﷺ mengingatkan akan datang zaman ketika orang tak peduli dari mana hartanya—halal atau haram. Jangan sampai kita menjadi bagian dari zaman itu.
Penutup
Kisah Nabi Ibrahim mengajarkan bahwa ketaatan mutlak kepada Allah melahirkan keberkahan tanpa batas. Dan keberkahan bukan sekadar “rezeki banyak”, tetapi rezeki yang membuat kita semakin dekat kepada Allah, semakin ringan berbuat baik, dan semakin jauh dari dosa.
Hidup berkah = Allah ridha.
Allah ridha = kita taat.
Dan taat itu, seperti kata Nabi Ibrahim, artinya: “Kami dengar, dan kami taati.”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar