Kalau kita perhatikan kondisi bangsa ini saat
ini sungguh sangat memprihatinkan sekali.
Begitu banyak masalah yang muncul dan tidak terselesaikan dengan baik,
padahal kita punya pemimpin. Masalah
demi masalah seolah tak kunjung musnah.
Bencana terus saja mendera dan seolah menjadi menu
harian kaum dhuafa maupun kaum berada.
Ketika kita membuka televisi kemudian
menyasikan isi berita hari itu, maka bisa ditebak isinya adalah masalah. Entah itu kriminalitas yang terus meningkat,
bencana di belahan negeri tercinta atau kesenjangan sosial yang merebak
dimana-mana. Sungguh ironis. Akhirnya
orang banyak lari ke dunia maya, khususnya sosial media guna membangun dunia
baru yang sesuai selera mereka.
Maka laris manislah jejaring sosial,
menjamurlah netizen dimana-mana. Orang
bilang dunia maya adalah pelarian orang-orang dari dunia nyata yang sungguh
menyasakan dada. Di satu sisi kita
bersyukur dengan hadirnya sosial media ini, menjadi surga di tengah kekacauan
realita bagi sebagian kita. Di satu sisi
kita juga bersedih, karena ternyata dunia maya malah menjadi bagian dari
penambah masalah baru yang dihadapi masyarakat dunia.
Semakin kesini semakin banyak orang
gandrung dengan dunia maya, hingga
akhirnya lupa kalau dia hidup di alam nyata. Maka muncullah sebagian kalangan
yang mewanti-wantu agar menjaga jarak dengan dunia maya, agar tidak menjadi
candu bagi manusia. Tapi bermunculan
juga seruan untuk terus memanfaatkan kecanduan itu sebagai sarana menghadirkan
solusi dan menyadarakan manusia akan pentingnya agama.
Hari ini kita bisa melihat bahwa sebagian
manusia ada yang menjadi bagian dari masalah dan ada pula yang berupaya menjadi
bagian dari solusi negeri ini. Namun
sayang seribu sayang, kita telah sampai di zaman dimana banyak fakta
terbolak-balik. Kebenaran dianggap
kebathilan dan sebaliknya kebathilan dianggap kebenaran.
Kepalsuan merebak dimana-mana, media menjadi
corong utama penyebar dusta. Hingga
muncullah sikap apatis disebagian mereka yang mau membuka mata. Lalu terbentuk perlawanan dengan membuat
media tandingan melalui kekuatan dunia maya yang tadinya dianggap musuh
manusia. Sungguh sebuah realita saat
ini, ketika sosial media menjadi rival media mapan yang dipenuhi para pendusta.
Belum lagi kalau kita mau berpikir dengan
jernih, ternyata Penguasa yang seharusnya menjadi pelayan dan pelindung
rakyatnya justru sangat tampak pengkhianatannya. Menjadi pelindung mereka yang seharusnya
diadili dengan seadil-adilnya. Maka
alangkah wajar dengan kondisi seperti ini kemudian masyarakat semakin sadar akan
kezholiman yang semakin nyata. Seolah
dipertontokan begitu saja di depan mata mereka.
Hanya orang-orang yang menjadi bagian dari
masalah negeri ini yang terus saja membela dan melakukan polesan kebaikan
terhadap penguasa. Menjilat dan membela
mati-matian dengan dalil dan dalih yang dicari-cari demi sekerat dunia yang
hina. Mereka hadir sebagai benteng
terdepan dalam menghadapi perlawanan masyarakat tertindas yang mulai
cerdas. Musuh utama para dai-dai penyeru
yang berkualitas.
Kita perlu waspada dengan manusia-manusia
jenis ini, yang begitu cerdasnya memutarbalikan fakta dan realita. Menyerang kebenaran dengan memoles seindah
mungkin laksana sebuah mutiara. Dan
membela kebusukan dengan cara-cara licik sehingga mengelabui mata masyarakat
yang tidak terdidik.
Dalam agama kita mereka inilah yang
disebut-sebut sebagai kaum munafik.
Manusia paling jahat dengan wajah penuh kamuflase. Banyak orang yang tertipu dengan mereka
karena pandainya mereka bersilat lidah.
Tidak sedikit yang kemudian menjadikan mereka sebagai tokoh panutan dan
kemudian mati-matian memusuhi kebenaran.
Oleh karena itu, kita perlu tahu bahwa
diantara musuh yang nyata itu ada musuh yang tersembunyi dalam tubuh umat
ini. Penyakit yang berbahaya dan laksana
virus yang mematikan. Mereka ini seperti
serigala berbulu domba. Hanya
orang-orang yang diberikan Allah petunjuk yang mampu mengenalinya dengan terang
benderang.
Kita akan melihat mereka berjejer dikalangan
para Ulama, Intelektual, atau mungkin publik figur yang lain. Bagi sebagian orang mereka ini laksana
mutiara, tapi bagi orang yang memiliki kebenaran dalam dirinya akan sangat
terlihat bahwa mereka bukanlah mutiara.
Mereka itu hanyalah batu biasa yang dipoles seperti muiara.
Ketahuilah kawan kenali lawan, agar kita tak
salah dalam melangkah. Sikap kita
terhadap suatu kalangan akan menjadi bomerang bagi kita juga. Keberpihakan kita dengan suatu kubu akan
menjadi sesuatu yang sangat membantu.
Sadari kita ini bagian dari umat, yang tentu saja sangat berarti dalam
menentukan perubahan.
Kita harus tahu mana yang dinamakan kebenaran
dan mana yang dinamakan kebathilan.
Ketahuilah jika sesuatu itu benar, maka yang lain itu adalah salah. Karena kebenaran itu mutlak adanya. Keberpihakan kita pada kebenaran adalah jalan
yang akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat, sementara keberpihakan
kita terhdap kebathilan adalah jalan yang akan mencelakakan kita di dunia
maupun di akhirat.
Pertanyaannya sekarang apakah standar seuatu
dikatakan benar dan salah? Jawaban atas
pertanyaan inilah yang harus dimiliki setiap individu yang ingin selamat. Maka ketahuilah olehmu kawan, standar benar
dan salah itu bukan akalmu apalagi nafsumu.
Bukan pula suara mayoritas karena hal itu begitu relatif.
Benar dan salah hanya bisa diketahui dengan
mengikuti petunjuk Dzat Yang Maha Benar.
Pencipta Kebenaran itu sendiri, Dia-lah Allah Dzat Yang Maha Membedakan
antara yang haq dan yang bathil. Maka
dengan petunjuk dari-Nya lah kita akan tahu tentang benar dan salah.
So, Mulai sekarang pelajarilah petunjuk-Nya.
Agar anda tak salah dalam melangkah.
Semoga hidup anda berkah!