Jumat, 10 Oktober 2025

Tanah Haram, Kota Mekah, dan Masjidil Haram: Magnet Cinta, Cahaya, dan Doa

Ada sebuah tempat yang tidak pernah letih menerima jutaan kaki, lirih rindu, dan air mata sambil memeluk keheningan. Tempat itu adalah Tanah Haram Mekah, yang sejak penciptaan langit dan bumi telah dipilih, dilegitimasi oleh Allah, dijaga oleh para Nabi, dan dimuliakan dengan aturan yang tidak bisa diganggu gugat.

Firman Allah yang tersimpan dalam kitab suci, menegaskan keutamaan Mekah:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

 (QS Ali Imran: 96)​

Bahkan Nabi Ibrahim AS, bapak para Nabi, pernah memanjatkan doa yang menyejukkan hati:

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
(QS Ibrahim: 37)​

Tanah Haram—ini bukan hanya soal status geografis, tapi wilayah “sakral” yang Allah sendiri tetapkan haramnya dari penciptaan langit dan bumi. Nabi Muhammad bersabda:

 إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya kota ini (Mekah) telah diharamkan oleh Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Maka ia tetap haram dengan kehormatan dari Allah sampai hari kiamat.”

(HR Bukhari)​

 Tidak boleh ada buruan ditebas, pohon dipotong, atau manusia dizalimi di dalamnya—zona damai paling suci di muka bumi. Bahkan Nabi menandaskan:

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا لَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا وَلَا يُصَادُ صَيْدُهَا

“Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan Mekah dan aku mengharamkan Madinah di antara dua bukit hitamnya. Tidak boleh ditebang pepohonannya dan tidak boleh diburu hewan buruannya.” (HR Muslim)​

Di tengah Tanah Haram berdiri Masjidil Haram, jantung spiritual dunia. Setiap panggilan azan di sana adalah panggilan langit, tak pernah tidur. Rasulullah bersabda mengenai keutamaan salat di Masjidil Haram:

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلا المَسْجِدَ الحَرَامَ، وَصَلاَةٌ فِي المَسْجِدِ الحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةٍ فِي مَسْجِدِي بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ

“Salat di masjidku ini lebih utama dari seribu salat di masjid lain kecuali Masjidil Haram. Salat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu salat di masjidku.” (HR Ahmad, Ibnu Majah)​

Di sana, setiap lirih doa adalah gema abadi, menembus batas waktu dan ruang. Umat Islam yang datang ke Mekah sejenak menanggalkan identitas kemewahan dunia. Tinggal satu status yang berlaku: hamba Allah. Kota yang jam biologisnya diatur dengan azan, bukan matahari.

Udara Mekah pernah menjadi napas bayi Muhammad . Batu-batu di jalannya sudah ribuan tahun menjadi saksi cinta para pejalan abadi. Mekah adalah kota yang cinta dan doa bertemu, lalu mengalirkan air zamzam di hati para pencari cinta Ilahi.

Sesungguhnya, menulis tentang Mekah dan Tanah Haram adalah menulis kerinduan yang tak pernah selesai—selalu ada celah bagi kerinduan baru, selalu lahir harapan di tengah-tengah batu dan pasirnya. Mekah adalah panggilan Allah, dan setiap manusia selalu menjadi tamu yang dirindukan-Nya.

اللّٰهُمَّ ارْزُقْنَا زِيَارَةَ بَيْتِكَ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِكَ الْحَرَامِ فِي أَحْسَنِ الْحَالِ، وَسَهِّلْ لَنَا طَرِيقَنَا وَارْزُقْنَا كِفَايَةً مِنَ الرِّزْقِ وَالصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ، وَمَغْفِرَةً مِنْكَ، وَاجْعَلْهَا زِيَارَةً مَقْبُولَةً بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Allahummarzuqna ziyarata baitikal haram wa masjidikal haram fi ahsanil haal, wa sahhil lana tariqana, warzuqna kifayatan minar rizqi was-sihhati wal-‘afiyah, wa maghfiratan minka, waj’alha ziyaratan maqbulatan birahmatika ya arhamar-rahimin.

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami rezeki untuk bisa berkunjung ke rumah-Mu yang agung dan masjid-Mu yang mulia dalam sebaik-baik keadaan, mudahkanlah jalan kami, berikanlah kecukupan rezeki, kesehatan, dan keselamatan, serta ampunan dari-Mu. Jadikanlah kunjungan itu sebagai ziarah yang diterima dengan rahmat-Mu, wahai Maha Penyayang di antara yang penyayang.​

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meniti Jalan Hidayah: Dari Adab Dasar Menuju Puncak Kemuliaan

  Oleh  :  Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A., M.Pd Setiap Muslim mendambakan hidayah, cahaya petunjuk dari Allah SWT yang menerangi ja...