Setiap kita dikaruniai takdir
yang harus kita jalani, hanya saja kita semua terhijab dari takdir yang akan
kita jalani tersebut. Lantas
bagaimanakah kita menyikapi takdir? Berikut ulasannya!
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ
اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ
خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ
عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ،
ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ
بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ
وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ
اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ
فَيَدْخُلُهَا
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan
beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian
dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat
puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari,
kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus
kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan
untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan
kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya,
sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga
jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan
baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke
dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli
neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka
masuklah dia ke dalam surga.
(Riwayat Bukhori dan Muslim).
Pelajaran
yang terdapat dalam hadits / الفوائد من
الحديث :
1.
Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan
dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan.
2.
Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk
surga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki
keduanya.
3.
Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya
dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi
keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
4.
Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
5.
Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab
serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
6.
Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah
menyempurnakan umurnya.
7.
Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan
janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas
kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.
Dahulu
para ulama memahami ruh itu ditiupkan pada usia janin 4 bulan, tapi kemudian
para tahun 1987 Rabithah ‘alam Islamiy mengumpulkan para pakar embriologi dan
mengkaji ulang makna hadits tersebut.
Ternyata makna yang lebih dekat dengan kebenaran disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Maka didapatlah kesimpulan bahwa usia janin
ditiupkan ruh adalah 12 hari saja dari siklus haidh. Sehingga penemuan ini membatalkan dalih para
pelaku aburtos/aborsi yang mengatakan bahwa boleh melakukannya jika belum 4
bulan. Karena ternyata usia 2 pekan saja sudah ada ruhnya.
Kata
janin artinya tertutupi sehingga tidak kelihatan. Padanan katanya sama seperti
junnah, jin, dan jannah. Semenjak
ditiupkan ruhnya itulah ditulis pula rezekinya, ajalnya, amalnya, dan akhir
kehidupannya apakah menjadi orang celaka atau orang yang beruntung.
Hadits
yang telah disebutkan di atas memberikan kita kabar yang ngeri-ngeri sedap,
karena begitu belum jelasnya nasib kita kelak.
Dalam memahami hadits ini kita harus berada dalam bingkai bahwa Allah
Maha Adil dan Tidak Pernah Dzholim. Sehingga
ketika Allah mentakdirkan sesuatu, pastilah dalam bingkai keadilannya.
Untuk
memudahkan memahami hadits ini marilah kita simak sebuah riwayat yang pernah
diceritakan Nabi Saw tentang dua bersaudara dari kalangan Bani Israel. Seorang diantara mereka sangat taat,
sementara yang satunya terkenal karena kemaksiatannya. Sang Ibu senantiasa
mendoakan anaknya yang ahli maksiat ini agar suatu saat bisa bertaubat kepada
Allah. Sementara anaknya yang taat tidak
pernah ia doakan, karena ibunya beranggapan bahwa anaknya itu sudah lurus-lurus
saja.
Suatu
malam sang anak yang ahli maksiat ini merasa hampa dalam kemaksiatannya. Muncullah keinginannya untuk bertaubat,
berlarilah ia mendatangi kakaknya menuju mihrab kakaknya yang ada di atas
menara bukit. Pada saat yang sama
kakaknya yang selama ini senantiasa beribadah, merasa kosong dalam ibadahnya
dan berkeinginan untuk meninggalkan mihrabnya untuk mencicipi kemaksiatan
barang sesaat. Ketika itu sang kakak bergegas turun dari mihrabnya, sementara
adiknya bergegas menuju muhrab kakaknya.
Karena kondisi gelap ternyata di tengah jalan mereka saling bertabrkan
dan jatuh. Qaddarallahu wa masya’a fa’ala
keduanya menemui ajalnya.
Tidak
lama, datanglah dua malaikat saling berdebat atas nasib kedua saudara ini.
Malaikat azab menganggap bahwa akhir hayat sang kakak adalah su’ul khatimah
karena ia mati dalam keadaan niat maksiat.
Sementara sang adik wafat dalam kondisi husnul khatimah, karena ia
mengakhiri hayatnya dalam kondisi sangat berhasrat untuk taubatan nasuha.
Sampai
disini ada beberapa pelajaran yang penting untuk kita perhatikan. Diantaranya jika kita menjadi orang tua atau
guru hendaklah kita adil dalam mendoakan.
Yang baik didoakan tambah baik dan istiqomah dalam kebaikan, sementara
yang belumm baik agar juga didoakan agar berubah menjadi baik. Kemudian hati-hatilah dengan isi hati dan
pikiran kita. Pastikan senantiasa dalam
keikhlasan dalam melakukan amal perbuatan.
Karena
kita tidak pernah tahu ujung kehidupan kita, namun ketahuilah seseorang akan
senantiasa dimudahkan beramal sesuai dengan niatnya. Pelihara niat agar senantiasa baik dan lurus,
agar akahir hayat kita husnul khotimah.
Jauhi prasangka buruk terhadap Allah, pada diri apalagi pada orang
lain. Karena prasangka itu menghantarkan
pada dosa dan akhir kehidupan yang buruk.
Al
Imam Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah berkata, “Aku datang kepada Allah membawa
dosa kepada-Nya itu lebih rungan daripada membawa satu dosa kepada makhluk”.
Kenapa
demikian? Karena Allah itu Maha Adil dan Maha Pengampun. Setiap pendosa masih diberi kesempatan taubat
dan penghapusan dosa. Tetapi dosa kepada
makhluk akan membuka peluang jurang yang sangat dalam. Karena makhluk itu lebih berat dalam hal
memaafkan. Tidak jarang mereka yang
sudah tersakiti walaupun suduh memaafkan, masih suka mengungkit-ngungkit
kesalahan saudaranya.
Maka
berhatil-hatilah dalam hidup, karena hati-hati itulah hakikat taqwa yang
sebenarnya. Sebagaimana pernah
disampaikan Umar ra, bahwasanya yang namanya taqwa itu adalah seperti ketika
engkau memasuki ruangan yang penuh onak duri.
Lantas apa yang engkau lakukan? Tentu kau akan berhati-hati agar tidak
terinjak duri-duri tersebut.
Oleh
karena itulah, ketidaktahuan kita akan masa depan dan terhijabnya kita dari
takdir Allah hendaknya kita terus berprasangka baik kepada Allah, berikhtiar
yang terbaik dan berdoa serta bertawakkal yang terbaik kepada Allah. Inilah yang akan menyelamatkan kita di dunia
dan di akhirat.
Wallahu’alam bis showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar